1
Lampiran
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 23 Tahun 2008
Tanggal : 31 Desember 2008
PEDOMAN TEKNIS
PENCEGAHAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN
HIDUP AKIBAT PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT
I. PENDAHULUAN
Metode penambangan sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan
emas primer atau sekunder yang dapat mempengaruhi cara
pengelolaan lingkungan yang akan dilakukan untuk meminimalisir
dampak kegiatan penambangan tersebut.
Karakteristik cebakan emas sekunder atau yang lebih dikenal sebagai
endapan emas aluvial yaitu emas yang diendapkan bersama dengan
material sedimen yang terbawa oleh arus sungai atau gelombang laut
adalah karakteristik yang umum ditambang oleh rakyat, karena
kemudahan penambangannya.
Berdasarkan karakteristik endapan emas tersebut, metode
penambangan terbuka yang umum diterapkan dengan menggunakan
peralatan berupa:
1. Tambang semprot (hydraulicking)
2. Pendulangan (panning)
Di beberapa tempat juga ditemukan karakteristik cebakan primer
tipe vein yang umumnya dilakukan dengan teknik penambangan
bawah tanah terutama metode gophering atau lebih dikenal dengan
coyoting (di Indonesia disebut lubang tikus atau lubang marmot).
Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan
batuan atau penggerusan, selanjutnya dilakukan sianidasi atau
amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan sekunder
umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi
karena sudah dalam bentuk butiran halus.
2
Kominusi
Penambangan
Separasi/
Konsentrasi
Ekstraksi
TERBUKA BAWAH TANAH
Pendulangan
Amalgamasi
Peremukan &
Penggerusan
Tambang
Semprot
Dredging Gophering
Sluicing/Spiral
Concentrator
Sianidasi
Au
Cebakan Emas
Primer Sekunder
Gambar 1. Alur Proses pengolahan bijih emas
A. Penambangan
Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang terbuka
maupun tambang bawah tanah. Sementara cebakan emas sekunder
umumnya ditambang secara tambang terbuka.
Komponen lingkungan yang berpotensi terkena dampak akibat
penambangan tergantung pada lokasi dilakukannya penambangan.
Kerusakan lahan terjadi akibat dari tergerus/hilangnya lahan yang
semula produktif menjadi tidak produktif. Penurunan kualitas tanah
dapat terjadi karena tanah subur dipermukaan hilang atau tertutup
oleh sedimen yang tidak subur. Sedangkan penurunan kualitas air
diakibatkan tingginya kandungan sedimen tersuspensi sebagai akibat
pembuangan tailing langsung ke badan air yang juga akan
mempengaruhi kehidupan biota air.
3
Hubungan antara kegiatan penambangan dengan potensi kerusakan
komponen lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Potensi Dampak Pada Komponen Lingkungan Akibat
Penambangan
Komponen
Lingkungan
Penambangan
Lahan
Kualitas
Tanah
Kualitas
Air
Biota
Udara
Darat Aquatik
Terbuka
Alluvial Sungai - - √ - √
Alluvial Tepi Sungai √ √ √ - √
Alluvial Darat √ √ -/√ - √
Primer √ √ -/√ √ -/√
Bawah Tanah
Primer - - -/√ - -
Ket : √ = berpotensi dampak; - = tidak berpotensi dampak
B. Pengolahan
Pada pengolahan batuan hasil penambangan, yang terdiri dari tahap
kominusi, separasi dan ekstraksi dengan amalgamasi dan sianidasi,
potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan mencakup kualitas
tanah, kualitas air, biota dan udara. Selain itu, kandungan kimia
dan logam dalam tailing juga merupakan sumber dampak yang lebih
berbahaya. Dampak pada komponen udara terjadi karena
penguapan logam berat dan bahan kimia lainnya.
Matrik hubungan antara kegiatan pengolahan emas dengan potensi
kerusakan komponen lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Potensi Dampak Terhadap Komponen Lingkungan dari
Kegiatan Pengolahan Bijih Emas
Komponen
Lingkungan
Pengolahan
Lahan
Kualitas
Tanah
Kualitas
Air
Biota
Udara
Darat Aquatik
sluice box, pendulangan - √ √ - √
Kominusi/peremukanpenggerusan
- - - - -
Amalgamasi - - √ - √ √
Sianidasi - - √ - √ √
Pembakaran amalgam - - - - - √
Ket : √ = berpotensi dampak; - = tidak berpotensi dampak
4
II. KARAKTERISTIK PERTAMBANGAN EMAS
A. Cebakan Primer
Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan
dengan proses pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan
primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala kecil adalah
bijih tipe vein (urat). Beberapa karakteristik dari bijih tipe urat yang
mempengaruhi teknik penambangan antara lain:
1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan
urat.
2. Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan
dengan pengotoran (dilution).
4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan
zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan
terjadinya efek dilution pada batuan samping.
5. Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada
umumnya tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan
samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang
menjari (bercabang).
6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai
rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat
erratic (acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi.
7. Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.
Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode
penambangan yang umum diterapkan adalah tambang bawah tanah
dengan metode Gophering.
Nama lain untuk cara ini adalah coyoting (di Indonesia disebut
lubang tikus atau lubang marmot), yaitu suatu cara penambangan
yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan persiapan-persiapan
penambangan (development works) dan arah penggalian hanya
mengikuti arah larinya cebakan bijih. Oleh karena itu ukuran
lubang (stope) juga tidak tentu, tergantung dari ukuran cebakan
bijih di tempat itu dan umumnya tanpa penyanggaan yang baik.
Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang memadai
dan penggalian umumnya dilakukan tanpa alat-alat mekanis.
Metode penambangan ini umum diterapkan diberbagai daerah
operasi pertambangan rakyat di Indonesia, seperti di Cineam,
Tasikmalaya dan Sulawesi Utara. Penambangan dilakukan secara
sederhana, tanpa development works, dan langsung menggali
cebakan bijih menuruti arah dan bentuk alamiahnya. Bila cebakan
5
bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa ditinggalkan
pillar yang tak teratur dari bagian-bagian yang miskin.
Proses yang dilakukan dalam penambangan metode gophering:
1. Pembangunan lubang masuk ke tambang.
Lubang masuk dibuat sangat sederhana dengan diameter
umumnya hanya dapat untuk akses 1 orang saja.
2. Pembangunan akses menuju badan bijih.
Akses menuju badan bijih dibuat sesuai lokasi badan bijih yang
menjadi target. Terdapat 2 cara untuk menuju badan bijih
berdasarkan lokasi dari cebakan, yaitu:
a. Menggunakan drift (lubang masuk horizontal), jika lokasi
badan bijih relatif sejajar dengan jalan masuk utama.
b. Menggunakan shaft (lubang masuk vertikal), jika lokasi badan
bijih relatif di bawah jalan masuk utama.
Seperti halnya lubang masuk ke tambang, akses menuju badan
bijih dibuat secara sederhana, dengan lokasi kerja yang hanya
cukup untuk dipakai satu orang saja dengan diameter sekitar 1 –
1,5 meter. Lubang masuk tersebut dibuat tanpa penyangga atau
hanya dengan penyangga sederhana untuk daerah yang
diperkirakan rawan runtuh.
3. Penggalian bijih emas
Penggalian bijih emas dilakukan dengan mengikuti arah
kemenerusan bijih. Alat yang dipakai untuk keperluan
pemberaian batuan berupa alat gali manual, seperti belincong.
4. Pengangkutan bijih emas dari dalam tambang menuju ke luar
tambang dilakukan secara manual. Jalur pengangkutan
menggunakan jalan masuk utama. Khusus untuk akses
menggunakan shaft, pengangkutan dibantu dengan sistem katrol.
Penambangan metode gophering yang baik dilakukan dengan
ketentuan:
1. Jalan masuk menuju urat bijih emas harus dibuat lebih dari satu
buah, dan dapat dibuat datar/horizontal, miring/inclined
maupun tegak lurus/vertikal sesuai dengan kebutuhan.
2. Ukuran jalan masuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan,
disarankan diameter > 100 cm.
3. Lokasi jalan masuk berada pada daerah yang stabil (kemiringan <
30º) dan diusahakan tidak membuat jalan masuk pada lereng
yang curam.
4. Lubang bukaan harus dijaga dalam kondisi stabil/tidak runtuh,
bila diperlukan dapat dipasang suatu sistem penyanggaan yang
harus dapat menjamin kestabilan lubang bukaan (untuk lubang
masuk dengan kemiringan > 60º disarankan untuk selalu
memasang penyangga).
6
5. Kayu penyangga yang digunakan disarankan kayu kelas 1 (kayu
jati, rasamala, dll). Ukuran diameter/garistengah kayu
penyangga yang digunakan disarankan tidak kurang dari 7 cm.
Jarak antar penyangga disarankan tidak lebih dari 0.75 x
diameter bukaan (tergantung kelas kayu penyangga yang
digunakan dan kekuatan batuan yang disangga).
a b c
Gambar 2. Bentuk Sistem Penyangga Pada Tambang Bawah Tanah
Ket : (ukuran disesuaikan dengan lubang bukaan yang dibuat)
a. Contoh bentuk penyangga kayu untuk lubang masuk
mendatar/horizontal-tampak depan.
b. Contoh bentuk penyangga kayu untuk lubang masuk
mendatar/horizontal-tampak samping.
c. Contoh bentuk penyangga kayu untuk lubang masuk tegak/vertikal
6. Sirkulasi udara harus terjamin sehingga dapat menjamin
kebutuhan minimal 2 m3 /menit, bila diperlukan dapat
digunakan kompresor dengan penghantar berupa selang/pipa
plastik.
7. Disekitar lubang masuk dibuat paritan untuk mencegah air
masuk, dan paritan diarahkan menuju ke kolam pengendap
dengan pengendapan dilakukan bertahap.
Gambar 3. Skema Lokasi Lubang Masuk Tambang
7
Aktivitas penambangan cebakan emas primer skala kecil
dengan menggunakan metode gophering seperti Gambar 4.
a. Lubang Masuk b. Kegiatan Penambangan
Gambar 4. Aktivitas Penambangan Metode Gophering
B. Cebakan Sekunder
Cebakan emas sekunder atau yang lebih dikenal sebagai endapan
emas aluvial merupakan emas yang diendapkan bersama dengan
material sedimen yang terbawa oleh arus sungai atau gelombang
laut.
Karakteristik dari endapan emas aluvial akan menentukan sistem
dan peralatan dalam melakukan kegiatan penambangan. Secara
umum penambangan emas aluvial dilakukan berdasarkan atas
prinsip:
a. Butir emas sudah terlepas sehingga bijih hasil galian langsung
mengalami proses pengolahan.
b. Berdasarkan lokasi keterdapatan, pada umumnya kegiatan
penambangan dilakukan pada lingkungan kerja berair seperti
sungai-sungai dan rawa-rawa, sehingga dengan sendirinya akan
memanfaatkan air yang ada di tempat sekitarnya.
Dengan memperhatikan karakteristik endapan emas tersebut,
metode penambangan yang umum diterapkan adalah dengan
metode tambang terbuka dengan menggunakan peralatan berupa:
1. Tambang semprot (hydraulicking)
2. Pendulangan (panning)
8
a. Tambang Semprot b. Tambang Semprot
c. Kapal Keruk d. Pendulangan
Gambar 5. Pelaksanaan Tambang Semprot dan Pendulangan
Pada tambang semprot digunakan alat semprot (monitor) dan pompa
untuk memberaikan batuan dan selanjutnya lumpur hasil
semprotan dialirkan atau dipompa ke instalasi pencucian. Cara ini
banyak dilakukan pada pertambangan skala kecil termasuk
tambang rakyat dimana tersedia sumber air yang cukup, umumnya
berlokasi di atau dekat sungai. Beberapa syarat yang menjadikan
endapan emas aluvial dapat ditambang menggunakan metode
tambang semprot antara lain:
a. Kondisi/jenis material memungkinkan terberaikan oleh
semprotan air,
b. Ketersediaan air yang cukup,
c. Ketersediaan ruang untuk penempatan hasil cucian atau
pemisahan bijih.
Penambangan dengan cara pendulangan banyak dilakukan oleh
pertambangan rakyat di sungai atau dekat sungai. Cara ini banyak
dilakukan oleh penambang perorangan dengan menggunakan
nampan pendulangan untuk memisahkan konsentrat atau butir
emas dari mineral pengotornya.
9
III. PENGOLAHAN
Pengolahan bijih emas dilakukan dengan tujuan memisahkan bijih
emas dari mineral/batuan yang tidak berharga. Secara umum, emas
di alam terdapat dalam bentuk terikat dalam batuan induknya
maupun berupa emas native dalam berbagai ukuran. Pada kasus
emas yang terikat dalam batuan induk, cara pengolahan yang
dilakukan meliputi proses :
A. Kominusi
Kominusi merupakan kegiatan pengecilan ukuran bijih yang
mengandung emas dengan tujuan untuk membebaskan
(meliberasi) mineral emas dari mineral-mineral lain yang
terkandung dalam batuan induk. Liberasi bijih ini menjadi sangat
penting antara lain karena :
1. Dapat mengurangi kehilangan emas yang masih terperangkap
dalam batuan induk.
2. Dapat dilakukan kegiatan konsentrasi bijih tanpa kehilangan
emas berlebihan.
3. Dapat meningkatkan kemampuan ekstraksi emas, baik dengan
amalgamasi maupun sianidasi.
Perbedaan kondisi bijih dengan derajat liberasi baik dan jelek
ditunjukkan pada Gambar 6
Bijih dengan derajat liberasi
yang jelek, masih banyak
emas (bagian hitam) yang
terikat pada batuan induk.
Bijih dengan derajat liberasi
yang baik, sedikit emas
(bagian hitam) yang terikat
pada batuan induk.
Gambar 6. Ilustrasi Mengenai Derajat Liberasi
Proses kominusi ini terutama diperlukan pada pengolahan bijih
emas primer, sedangkan pada bijih emas sekunder bijih emas
merupakan emas yang terbebaskan dari batuan induk yang
kemudian terendapkan.
Derajat liberasi yang diperlukan dari masing-masing bijih untuk
mendapatkan perolehan emas yang tinggi pada proses
ekstraksinya berbeda-beda bergantung pada ukuran mineral emas
dan kondisi keterikatannya pada batuan induk.
10
Proses kominusi ini bisa dilakukan dengan menggunakan
peralatan-peralatan mekanis seperti jaw crusher, cone crusher,
stamp mill, hammer mill, ball mill dan lain-lain maupun dengan
menggunakan peralatan manual seperti palu.
a. Kominusi Dengan Roll Crusher b. Mesin Pengecilan Ukuran
c. Kominusi Dengan Roll Crusher d. Kominusi Dengan Jaw Crusher
e. Kominusi Manual Dengan Palu f. Kominusi Dengan Ball Mill
Gambar 7. Beberapa Contoh Metode Kominusi
Proses kominusi ini dilakukan bertahap bergantung pada
ukuran bijih yang akan diolah. Pada Tabel 3 menunjukkan
tahapan proses kominusi dengan diameter umpan dan
diameter produknya.
11
Tabel 3. Ukuran Umpan dan Produk Pada Proses Kominusi
Tahap
Ukuran Umpan
(mm)
Ukuran Produk
(mm)
Peremukan I
(primary) 300 - 1500 100 – 300
Peremukan II 100 - 300 50 – 100
Peremukan III 50 - 100 10 – 50
Penggerusan 10 - 50 < 0.5
B. Konsentrasi
Setelah ukuran bijih diperkecil, proses selanjutnya dilakukan
proses konsentrasi dengan memisahkan mineral emas dari
mineral pengotornya. Pada endapan emas aluvial, bijih hasil
penggalian langsung memasuki tahap ini tanpa tahap kominusi
terlebih dahulu.
Prinsip konsentrasi/separasi sederhana yang digunakan dengan
metode gravitasi. Metode ini memanfaatkan perbedaan massa jenis
emas (19.5 ton/m3 ) dengan massa jenis mineral lain dalam batuan
(yang umumnya berkisar 2.8 ton/m3 ).
Metode gravitasi akan efektif bila dilakukan pada material dengan
diameter yang sama/seragam, karena pada perbedaan diameter
yang besar perilaku material ringan (massa jenis kecil) akan sama
dengan material berat (massa jenis besar) dengan diameter kecil.
Oleh karena itu proses pengecilan ukuran (kominusi) menjadi
sangat penting untuk dilakukan dengan baik.
Peralatan konsentrasi yang menggunakan prinsip gravitasi yang
umum digunakan pada pertambangan emas skala kecil antara
lain adalah dulang, palong (sluice box), spiral konsentrator, meja
goyang (shaking table) dan jig (Gambar 8).
12
a. Dulang b. Sluice Box
c. Spiral Concentrator d. Meja Goyang/Shaking Table
Gambar 8. Pengolahan Limbah Sederhana Proses Amalgamasi
Palong/sluice box lebih banyak digunakan karena mempunyai
effisiensi yang sama dengan peralatan konsentrasi yang lain
namun mempunyai konstruksi yang lebih sedarhana daripada
spiral konsentrator, meja goyang dan jig, serta dapat memproses
lebih banyak bijih per hari daripada dulang.
Hasil dari proses ini berupa konsentrat yang mengandung bijih
emas dengan kandungan yang besar, dan lumpur pencucian yang
terdiri atas mineral-mineral pengotor pada bijih emas. Konsentrat
emas selanjutnya diolah dengan proses ekstraksi.
13
1. Sistem Pengolahan yang baik
Prinsip umum pengolahan bijih emas
Gambar 9. Perbandingan Alur Proses pengolahan bijih emas yang
baik dan tidak baik
2. Konsentrasi yang baik
a. Tidak dibenarkan menggunakan merkuri dan sianida dalam
proses ini.
b. Dilarang menggunakan pelat amalgamasi dari tembaga.
c. Konsentrat diperoleh dengan melakukan pencucian karpet
yang sebaiknya dilakukan secara bertahap pada bak khusus.
d. Tidak menggunakan merkuri untuk mencuci karpet.
Amalgam +
Hg lepas
Penambangan
Amalgamasi
Seluruh Bijih
Konsentrasi
Gravitasi
Amalgamasi
Konsentrat
Mineral Berat-
Pemisahan
Amalgam
Air Raksa dalam Tailing
(hilang)
Air Raksa dalam Tailing
(tersimpan)
tailing
Amalgam +
Hg lepas
Air raksa terambil
(penyaringan)
Pembakaran di tempat
terbuka
Pembakaran
menggunakan Retort
Amalgam
Sponge Emas
Dore Emas
Peleburan
Kondensasi dan
menggunakan filter
Air Raksa Terrecovery
(daur ulang)
Uap Air raksa
(hilang)
Bijih
Tidak Baik/Mencemari Baik
Tidak Baik/Mencemari Baik
14
C. Ekstraksi (Amalgamasi dan Sianidasi)
1. Ekstraksi yang baik:
a. Lokasi ekstraksi bijih harus terpisah dari lokasi kegiatan
penambangan.
b. Dilakukan pada lokasi khusus baik untuk amalgamasi
ataupun sianidasi untuk meminimalkan penyebab pencemar
bahan berbahaya akibat peresapan kedalam tanah, terbawa
aliran air permukaan maupun gas yang terbawa oleh angin.
c. Dilengkapi dengan kolam pengendap yang berfungsi baik
untuk mengolah seluruh tailing hasil pengolahan sebelum
dialirkan ke perairan bebas.
Gambar 10. Konstruksi Kolam Pengendap
d. Lokasi pengolahan bijih dan kolam pengendap diusahakan
tidak berada pada daerah banjir.
Sebagai panduan, perhitungan sederhana kebutuhan kolam
pengendapan dilokasi pengolahan sebagai berikut:
Luas kolam pengendap I (m2 ) = 20 x volume tailing yang
dihasilkan setiap proses (m3 ).
15
Asumsi :
1. Kedalaman kolam = 2 m
2. Ukuran luas kolam pengendap II dapat lebih kecil dari
kolam II (minimal 0.5 x luas kolam I).
Perkiraan Interval waktu pengerukan terutama untuk kolam
pertama (hari) = (volume kolam pengendap I)/[volume
tailing/hari (m3 /hari)]
Catatan :
Kedalaman air pada titik keluaran minimal 0.5 m, kurang
dari nilai tersebut kolam pengendap harus dikosongkan
untuk menjaga kinerja pengendapan kolam tersebut.
Contoh Perhitungan :
Volume tailing per proses : 1.6 m3
Waktu proses : 8 - 12 jam
Luas kolam pengendap : 32 m2
Kedalaman kolam pengendap : 2 m
Kapasitas kolam pengendap : 48 m3
Perkiraan waktu pengurasan
kolam pengendap, (asumsi waktu operasi
8 jam/proses dan 2 x proses per hari)
: 30 proses
: 15 hari
e. Gunakan merkuri dan sianida secukupnya.
f. Bahan kimia ditempatkan pada ruangan tersendiri.
g. Menggunakan perlengkapan yang mendukung keselamatan
dan kesehatan kerja.
2. Ekstraksi terdiri atas :
a. Amalgamasi
Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara
mencampur bijih emas dengan merkuri (Hg). Produk yang
terbentuk adalah ikatan antara emas-perak dan merkuri
yang dikenal sebagai amalgam.
Merkuri akan membentuk amalgam dengan semua logam
kecuali besi dan platina. Amalgamasi akan efektif pada emas
yang terliberasi sepenuhnya maupun sebagian pada ukuran
partikel yang lebih besar dari 200 mesh (0.074 mm). Tiga
bentuk utama dari amalgam adalah AuHg2, Au2Hg and
Au3Hg.
1) Metode pembentukan amalgam secara umum ada 2,
yaitu :
a) Seluruh bijih di amalgamasi pada proses menerus:
merkuri dicampur dengan seluruh bijih dalam kotak
16
pompa, dituangkan ke dalam sluice box selama
proses konsentrasi, ditambahkan dalam sistem
penggerusan (ball mill) atau seluruh bijih di
amalgamasi dalam papan tembaga.
b) Amalgamasi pada konsentrasi gravitasi hanya pada
proses tidak menerus: merkuri dicampur dengan
konsentrat dalam pengaduk, dulang maupun drum
sehingga diperlukan pemisahan amalgam dari
mineral berat.
Proses penggerusan dan amalgamasi dengan ball mill
berlangsung selama 8 hingga 12 jam. Sedangkan pada
proses manual dengan dulang berkisar antara 15-30
menit. Hasil dari proses ini berupa amalgam basah
(pasta) dan tailing.
Amalgam basah kemudian ditampung di dalam suatu
tempat yang selanjutnya didulang untuk pemisahan
merkuri dengan amalgam. Terhadap amalgam yang
diperoleh dari kegiatan pendulangan kemudian
dilakukan kegiatan pemerasan (squeezing) dengan
menggunakan kain parasut untuk memisahkan merkuri
dari amalgam (filtrasi). Merkuri yang diperoleh dapat
dipakai untuk proses amalgamasi selanjutnya. Jumlah
merkuri yang tersisa dalam amalgan tergantung pada
seberapa kuat pemerasan yang dilakukan. Amalgam
dengan pemerasan manual akan mengandung 60 – 70 %
emas, dan amalgam yang disaring dengan alat
sentrifugal dapat mengandung emas sampai lebih dari
80 %.
Pemurnian emas dari merkuri selanjutnya dilakukan
dengan pembakaran amalgam untuk menguapkan
merkuri, baik dengan pembakaran langsung maupun
dengan retorting. Setelah merkuri menguap yang
tertinggal berupa butiran emas.
2) Amalgamasi yang baik:
a) Penambahan merkuri (amalgamasi) dilakukan hanya
pada konsentrat akhir yang diperoleh dari
pemisahan konsentrat dari bijih melalui proses
konsentrasi gravitasi. Konsentrasi gravitasi dapat
dilakukan dengan pendulangan, sluice box/palong,
dan peralatan konsentrasi gravitasi yang lain.
b) Untuk meningkatkan efisiensi proses amalgamasi,
perlu didihindari faktor-faktor berikut:
(1) derajat liberasi yang buruk sehingga
menyebabkan permukaan emas tidak tersingkap.
(2) permukaan emas kotor.
17
(3) merkuri tidak teraktifasi sehingga tidak dapat
menangkap emas.
3) Kolam Amalgamasi
a) Amalgamasi harus dilakukan di kolam tertutup
dengan lapisan kedap (semen, plastik, dll) di
bawahnya, dan diupayakan jauh (minimal 50 m dan
beda tinggi dari muka air badan perairan umum > 2
m) dari badan perairan umum (sungai, mata air dll),
saluran air, danau dan sumur penduduk.
Gambar 11. Contoh Kolam Amalgamasi
b) Kolam amalgamasi ini harus diberi tanda/papan
penamaan agar tidak digunakan untuk keperluan
lain.
4) Penggunaan merkuri yang baik:
a) Hindari kontak langsung ketika bekerja dengan
merkuri, gunakanlah selalu sarung tangan.
b) Simpanlah merkuri selalu dalam tempat yang
tertutup rapat (bukan wadah dari aluminum).
c) Selalu tambahkan air di atas cairan merkuri, kecuali
pada merkuri yang sudah didaur ulang.
d) Jangan sampai menumpahkan merkuri karena
sangat sulit untuk membersihkannya.
e) Gunakanlah merkuri sesedikit mungkin.
5) Pembakaran Amalgam/Retorting
a) Selalu gunakan sistem retort yang baik.
b) Jangan membakar raksa atau amalgam di dalam
kamar atau ruangan tertutup, lakukanlah di luar
atau di ruangan yang memiliki ventilasi yang baik.
Lakukan pada bangunan khusus yang dilengkapi
dengan cerobong, dengan ketinggian minimal 2 meter
lebih tinggi terhadap atap bangunan.
18
c) Ambil posisi berlawanan dengan arah angin ketika
membakar amalgam. Jangan menghirup asapnya.
Jangan makan atau merokok ketika menggunakan
raksa.
d) Beberapa saran untuk proses retorting yang baik
adalah sebagai berikut:
(1) Ketika menggunakan retort untuk pertama kali,
bakar seluruh bagian retort (dalam dan luar)
dan dinginkan, ini akan menghilangkan minyak
dan zinc (jika menggunakan baja galvanisasi).
Tidak direkomendasikan untuk memakai retort
baru dengan amalgam.
(2) Tutupi interior untuk peleburan logam dengan
lapisan tipis dari clay atau arang.
(3) Tempatkan amalgam di dalam tempat peleburan
(beberapa penambang membungkus dengan
kertas).
(4) Benamkan ujung pipa pendingin ke dalam
segelas air.
(5) Panasi seluruh bagian retort pada tempratur
rendah selama 5–15 menit (jangan panaskan
pipa pendingin).
(6) Akan terlihat gelembung udara keluar dari
dalam gelas melalui bagian bawah pipa
pendingin.
(7) Tingkatkan temperatur dan distribusikan panas
keseluruh bagian retort.
(8) Ketukkan pipa pendingin untuk melepaskan Hg
yang mungkin berada di dalam pipa.
(9) Tingkatkan temperatur dan konsentrasikan api
di bawah daerah peleburan.
(10) Ketika tidak ada lagi merkuri yang keluar
(sekitar 15–20 menit), pindahkan gelas air dan
kemudian matikan api.
(11) Dinginkan retort di dalam air sebelum
membuka dan jangan buka retort yang masih
hangat.
19
Gambar 12. Kegiatan Retorting
6) Penyimpanan Merkuri
Meskipun merkuri memiliki titik didih 357°C, namun
memiliki kemampuan untuk menguap pada temperatur
kamar (25°C) karena tekanan penguapannya yang
rendah.
Untuk menghindari penguapan :
(1) Simpan merkuri pada tempat yang teduh
(temperature kamar ± 25°C) dan terhindar dari
cahaya matahari secara langsung.
(2) Simpan dalam wadah khusus (keramik, plastik atau
kaca) yang tertutup dan pastikan merkuri terendam
dalam air.
b. Sianidasi
Ekstraksi emas dengan menggunakan sianida saat ini telah
menjadi proses utama ekstraksi emas dalam skala industri.
Namun demikian, penggunaan metode ini sama halnya
dengan metode ekstraksi yang lain yang masih memiliki
potensi dampak berupa efek beracunnya bagi pekerja dan
lingkungan.
Proses Sianidasi terdiri dari dua tahap penting, yaitu proses
pelarutan dan proses pemisahan emas dari larutannya.
Pelarut yang biasa digunakan dalam proses sianidasi berupa
NaCN, KCN, Ca(CN)2, atau campuran ketiganya. Pelarut
20
yang paling sering digunakan adalah NaCN, karena mampu
melarutkan emas lebih baik dari pelarut lainnya. Secara
umum reaksi pelarutan Au adalah sebagai berikut:
4Au + 8CN- + O2 + 2 H2O 4Au(CN)2
-
+ 4OH-
1) Metode pelarutan emas dengan sianida, antara lain
adalah :
a) Metode heap leaching (pelindian tumpukan) :
pelindian emas dengan cara menyiramkan larutan
sianida pada tumpukan bijih emas (diameter bijih <
10 cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur. Air
lindian yang mengalir di dasar tumpukkan yang
kedap kemudian di kumpulkan untuk kemudian
dilakukan proses berikutnya. Kemampuan ekstraksi
emas berkisar 35 – 65 %
b) VAT leaching : pelindian emas yang dilakukan
dengan cara merendam bijih emas (diameter bijih < 5
cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur
dengan larutan sianida pada bak kedap. Air lindian
yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk
dilakukan proses berikutnya. Proses pelindian
berlangsung antara 3 – 7 hari dan setelah itu tangki
dikosongkan untuk pengolahan bijih yang baru.
Kemampuan ekstraksi emas berkisar 40 – 70 %
c) Agitated tank leached : pelindian emas yang
dilakukan dengan cara merendam bijih emas
(diameter < 0.15 cm) yang sudah dicampur dengan
batu kapur dengan larutan sianida pada suatu
tangki dan selalu diaduk atau diaerasi dengan
gelembung udara. Lamanya pengadukan biasanya
selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang
optimal. Air lindian yang dihasilkan kemudian
dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses
berikutnya. Kemampuan ekstraksi emas dapat
mencapai lebih dari 90 %.
2) Pemisahan logam emas dari larutannya, dilakukan
dengan cara:
a) Pengendapan dengan menggunakan serbuk Zn (Zinc
precipitation/ Process Merill Crowe).
Penggunaan serbuk seng (Zn) merupakan salah satu
cara yang efektif untuk larutan yang mengandung
konsentrasi emas kecil. Serbuk seng yang
ditambahkan ke dalam larutan kaya, akan
mengendapkan logam emas dan perak dalam bentuk
ikatan seng emas yang berwarna hitam. Proses
selanjutnya dilakukan penambahan asam sulfat
21
pada endapan tersebut yang akan melarutkan Seng
dan meninggalkan emas sebagai residunya.
Untuk meningkatkan perolehan emas dari proses
merill crowe dilakukan dengan cara melebur emas
yang dicampur dengan borax dan siliceous fluxing
agent pada temperatur 1200 ºC.
b) Penyerapan dengan menggunakan karbon aktif.
Penyerapan dengan menggunakan karbon aktif saat
ini banyak digunakan dalam proses sianidasi pada
skala industri pertambangan besar maupun
pertambangan rakyat di Indonesia. Karbon aktif yang
dipergunakan dapat berasal dari arang batok kelapa,
maupun arang kayu yang lain dengan ukuran pallet
yang dipergunakan umumnya berdiameter antara 1-
2 mm. Kemampuan penyerapan emas dari arang
batok kelapa ini mencapai 10 – 15 g emas untuk
setiap kg-nya, namun umumnya hanya berkisar 2 –
5 g emas untuk setiap kg-nya.
Karbon aktif dapat digunakan pada larutan kaya
yang sudah jernih melalui kolom maupun pada
tangki pelindian, baik itu dengan cara
menggantungkan karbon yang terletak pada kantong
permeable (carbon in leach-CIL) maupun dengan
mencampurkan karbon aktif langsung pada bubur
campuran bijih (carbon in pulp-CIP).
Proses selanjutnya dilakukan pemisahan emas dari
karbon yang dapat dilakukan dengan beberapa cara:
(1) Membakar karbon yang mengandung emas
sehingga yang akan tertinggal berupa abu dan
logam emas. Cara ini paling sederhana namun
sulit dikontrol apabila dilakukan di tempat
terbuka. Jika terdapat kandungan merkuri
dalam karbon tersebut akan menghasilkan asap
merkuri yang beracun yang akan membayakan
penambang dan lingkungan.
(2) Merendam karbon (carbon stripping) tersebut
pada larutan yang mengandung 2 g sianida per
liter larutan dan dipanaskan sampai mendekati
temperatur didih air (80 – 90 ºC) pada tangki baja
(stainless steel) selama paling tidak 2 hari.
Larutan hasil proses ini kemudian diolah dengan
proses merill crowe di atas atau dengan cara
electro winning.
Karbon yang masih kasar (diameter > 1 mm)
dapat digunakan kembali untuk proses
penyerapan sampai 5 kali. Lebih dari itu karbon
22
perlu diaktifkan kembali dengan cara dicuci
dengan asam klorat (HCl) panas (85 ºC) dan
dilanjutkan dengan pemanggangan pada
temperatur 700 ºC.
3) Kelebihan dan kekurangan dari penggunaan sianida
dalam ekstraksi emas sebagai berikut :
Kelebihan Kekurangan
a. Hanya memerlukan
sejumlah kecil sianida untuk
mengekstrak emas, biasanya
kurang dari 1 kg/ ton
batuan
b. Sianida akan mengekstrak
emas secara lebih selektif
dengan hanya mengikutkan
sejumlah kecil mineral lain
dalam bijih.
c. Sianida dapat mengekstrak
emas dalam rentang ukuran
bijih dari yang kasar sampai
halus.
d. Proses ekstraksi dapat
berlangsung cepat, pada
tangki pelindian biasanya
memerlukan waktu kurang
dari 1 hari.
e. Sianida yang tersisa dan
ikut terbuang dalam tailing
dapat dihancurkan untuk
meminimalkan dampak
lingkungan.
f. Sianida secara natural di
alam dapat terdegradasi,
terutama karena terkena
sinar ultraviolet dari
matahari, dan menjadi
bentuk yang lebih tidak
beracun dan terutama
membentuk karbondioksida
dan nitrat yang tidak
beracun.
g. Jika dilakukan dengan baik,
resiko keracunan dapat
diminimalkan
a. Sianida bersifat
sangat beracun, dan
pada konsentrasi
tinggi akan
menyebabkan
kematian pada ikan,
burung bahkan
manusia.
b. Sianida akan bereaksi
dengan merkuri
menghasilkan ikatan
kimia terlarut yang
secara mudah
tertransport dengan
air sehingga akan
menyebarkan merkuri
pada area yang lebih
luas.
c. Ketika sianida
bereaksi dengan
merkuri akan
mengubah merkuri
menjadi bentuk
ikatan yang lebih
mudah masuk ke
dalam makanan dan
menjadi lebih
berbahaya.
23
Kelebihan Kekurangan
h. Sianida tidak bersifat
akumulasi dalam hewan
maupun tanaman.
Gambar 13. Contoh Diagram Alir Pengolahan Bijih Emas Secara Sianidasi
Dengan CI
4) Sianidasi yang baik:
(1) Dilakukan pada kondisi pH 10.
(2) Setiap instalasi pengolahan harus memiliki tailing
pan yang baik dengan kapasitas yang memadai guna
penguraian larutan sianida yang tersisa bersama
tailing.
(3) Pada waktu pembuangan tailing akhir usahakan
konsentrasi sianida sudah dibawah 10 ppm dan
tidak boleh jatuh kebadan sungai.
24
(4) Sianida harus disimpan dalam daerah dengan
ventilasi yang cukup baik, jauhkan dari benda-benda
asam, air, mudah terkorosi, dan mudah meledak.
(5) Daerah penyimpanan harus dibatasi/dipagari dan
dikunci untuk mencegah kecelakaan.
(6) Harus berhati-hati ketika menyiapkan larutan
karena resiko penguapan sianida. Tidak
diperbolehkan untuk merokok, makan, dan minum
selama melakukan proses sianidasi.
(7) Sarung tangan plasik harus dipakai untuk
menghindari kontak antara kulit dan sianida.
(8) Beberapa kemampuan teknis dasar yang diperlukan
untuk keberhasilan dan keamanan dalam proses
sianidasi:
(a) Proses perlu dikontrol melalui tes-tes yang relatif
mudah (misal: kertas pH)
(b) Untuk melarutkan emas, ada 4 komponen yang
diperlukan: air, sianida, udara (oksigen), dan
alkalinity (pH tinggi). Jika salah satu dari 4
komponen tersebut hilang, proses tidak akan
bekerja.
(c) Gunakan Sianida sesedikit mungkin ± 1 kg
sianida per ton bijih.
(d) Penambahan sianida yang berlebihan tidak akan
meningkatkan jumlah emas yang diperoleh.
(e) Sianida dapat bereaksi dengan unsur selain emas,
seperti tembaga, besi, perak, dan merkuri .
Ketika sianida bereakasi dengan zat tersebut,
maka akan mengurangi sianida yang tersedia
untuk melarutkan emas. Sehingga terkadang
diperlukan sianida yang lebih banyak untuk
melarutkan. Bijih tembaga dengan mineral
seperti malachite dan azurite menyebabkan
masalah besar karena mineral tersebut bereaksi
dengan cepat dengan sianida.
(f) Sianida bebas sangat beracun dan biasanya
terserap melalui pernafasan atau kontak dengan
kulit dan didistribusikan keseluruh tubuh
melalui darah. Sianida menghentikan sel dalam
menyerap oksigen sehingga mengakibatkan
kematian yang dikarenakan terganggunya sistem
saraf utama.
(g) Hindarkan melakukan proses Sianidasi terhadap
tailing hasil pengolahan secara amalgamasi.
Karena sianida akan bereaksi dengan merkuri
menghasilkan campuran kimia yang dapat saling
melarutkan (merkuri akan menjadi bentuk yang
lebih mudah masuk ke dalam rantai makanan
dan menjadi lebih berbahaya).
25
(h) Gunakan kembali air sisa pengolahan sianidasi
untuk proses sianidasi berikutnya.
(i) Sisa-sisa sianida pada waste (tailing) dapat
dihancurkan untuk meminimalkan dampak
lingkungan. Jika terekspose dengan sinar
ultraviolet, sianida akan berubah menjadi bentuk
yang kurang beracun dan akhirnya menjadi
karbon dioksida yang tidak beracun dan nitrat.
Sianida tidak terakumulasi pada binatang
ataupun tumbuhan.
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
RACHMAT WITOELAR
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd
Ilyas Asaad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar