Mengenai Saya

Foto saya
YOGYA -TERNATE, DIY, Indonesia
ORANGNYA SANTAI, TAMPIL APA ADANYA, SENENG YANG SIMPEL2, DAN YANG PRAKTIS AJA, KALO SOAL KEBIJAKAN SAYA ORANGNYA CUKUP CEPAT DAN TEGAS

Kamis, 11 November 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2009
TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG
TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan negara Republik
Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial, Pemerintah Republik
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional
melakukan hubungan dan kerja sama internasional
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
transnasional yang terorganisasi;
b. bahwa tindak pidana transnasional yang terorganisasi
merupakan kejahatan internasional yang mengancam
kehidupan sosial, ekonomi, politik, keamanan, dan
perdamaian dunia;
c. bahwa kerja sama internasional perlu dibentuk dan
ditingkatkan guna mencegah dan memberantas tindak
pidana transnasional yang terorganisasi;
d. bahwa Pemerintah Republik Indonesia turut
menandatangani United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana
Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15
Desember 2000 di Palermo, Italia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan
United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi);
Mengingat . . .
- 2 -
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN UNITED
NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL
ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-
BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL
YANG TERORGANISASI).
Pasal 1
(1) Mengesahkan United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional
yang Terorganisasi) dengan Pensyaratan (Reservation)
terhadap Pasal 35 ayat (2).
(2) Salinan naskah asli United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional
yang Terorganisasi) dengan Pensyaratan (Reservation)
terhadap Pasal 35 ayat (2) dalam bahasa Inggris dan
terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana
terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 3 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 5
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Hukum dan Administrasi
Peraturan Perundang-undangan,
Bigman T. Simanjuntak
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2009
TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG
TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
I. UMUM
Tindak pidana transnasional yang terorganisasi merupakan salah satu
bentuk kejahatan yang mengancam kehidupan sosial, ekonomi, politik,
keamanan, dan perdamaian dunia.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di
samping memudahkan lalu lintas manusia dari suatu tempat ke tempat
lain, dari satu negara ke negara lain, juga menimbulkan dampak negatif
berupa tumbuh, meningkat, beragam, dan maraknya tindak pidana.
Tindak pidana tersebut pada saat ini telah berkembang menjadi tindak
pidana yang terorganisasi yang dapat dilihat dari lingkup, karakter, modus
operandi, dan pelakunya.
Kerja sama antarnegara yang efektif dan pembentukan suatu kerangka
hukum merupakan hal yang sangat penting dalam menanggulangi tindak
pidana transnasional yang terorganisasi. Dengan demikian, Indonesia
dapat lebih mudah memperoleh akses dan kerja sama internasional dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional yang
terorganisasi. Indonesia telah mempunyai sejumlah undang-undang yang
substansinya terkait dengan Konvensi ini, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001;
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003;
6. Undang-Undang . . .
- 2 -
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang;
7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Hukum
Timbal Balik dalam Masalah Pidana;
8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban; dan
9. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Dalam rangka meningkatkan kerja sama internasional pada upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional yang
terorganisasi, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah membentuk United
Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional
yang Terorganisasi) melalui Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor
55/25 sebagai instrumen hukum dalam menanggulangi tindak pidana
transnasional yang terorganisasi.
Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, turut
menandatangani United Nations Convention Against Transnational
Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang
Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15
Desember 2000 di Palermo, Italia, sebagai perwujudan komitmen
memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi melalui
kerangka kerja sama bilateral, regional, ataupun internasional.
Walaupun Indonesia ikut serta menandatangani Konvensi tersebut,
Indonesia menyatakan Pensyaratan (Reservation) terhadap Pasal 35 ayat
(2) yang mengatur mengenai pilihan Negara Pihak dalam penyelesaian
perselisihan apabila terjadi perbedaan penafsiran atau penerapan
Konvensi.
POKOK-POKOK ISI KONVENSI
1. Tujuan Konvensi
Pasal 1 Konvensi menyatakan bahwa tujuan Konvensi ini adalah untuk
meningkatkan kerja sama internasional yang lebih efektif dalam
mencegah dan memberantas tindak pidana transnasional yang
terorganisasi.
2. Prinsip . . .
- 3 -
2. Prinsip
Pasal 4 Konvensi menyatakan bahwa Negara Pihak, dalam menjalankan
kewajibannya, wajib mematuhi prinsip kedaulatan, keutuhan wilayah,
dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain.
3. Ruang Lingkup Konvensi
Pasal 3 Konvensi menyatakan bahwa Konvensi ini mengatur mengenai
upaya pencegahan, penyidikan dan penuntutan atas tindak pidana
yang tercantum dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 23 Konvensi,
yakni tindak pidana pencucian hasil kejahatan, korupsi, dan tindak
pidana terhadap proses peradilan, serta tindak pidana yang serius
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 huruf b Konvensi, yang bersifat
transnasional dan melibatkan suatu kelompok pelaku tindak pidana
yang terorganisasi.
Konvensi menyatakan bahwa suatu tindak pidana dikategorikan
sebagai tindak pidana transnasional yang terorganisasi jika tindak
pidana tersebut dilakukan:
a. di lebih dari satu wilayah negara;
b. di suatu negara, tetapi persiapan, perencanaan, pengarahan atau
pengendalian atas kejahatan tersebut dilakukan di wilayah negara
lain;
c. di suatu wilayah negara, tetapi melibatkan suatu kelompok pelaku
tindak pidana yang terorganisasi yang melakukan tindak pidana di
lebih dari satu wilayah negara; atau
d. di suatu wilayah negara, tetapi akibat yang ditimbulkan atas
tindak pidana tersebut dirasakan di negara lain.
4. Kewajiban Negara Pihak
Konvensi menyatakan bahwa Negara Pihak wajib melakukan segala
upaya termasuk membentuk peraturan perundang-undangan nasional
yang mengkriminalkan perbuatan yang ditetapkan dalam Pasal 5, Pasal
6, Pasal 8, dan Pasal 23 Konvensi serta membentuk kerangka kerja
sama hukum antarnegara, seperti ekstradisi, bantuan hukum timbal
balik dalam masalah pidana, kerja sama antaraparat penegak hukum
dan kerja sama bantuan teknis serta pelatihan.
5. Konvensi membuka kemungkinan bagi Negara Pihak untuk melakukan
upaya pembentukan peraturan perundang-undangan nasional untuk
mengkriminalkan perbuatan yang ditetapkan dalam Pasal 2 huruf b
dan Pasal 15 ayat (2).
II. PASAL . . .
- 4 -
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya
dalam bahasa Indonesia, yang berlaku adalah naskah asli
Konvensi ini dalam bahasa Inggris. Diajukannya Reservation
(Pensyaratan) terhadap Pasal 35 ayat (2) Konvensi berdasarkan
prinsip untuk tidak menerima kewajiban dalam pengajuan
kepada Mahkamah Internasional, kecuali dengan kesepakatan
Para Pihak.
Pasal 2
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4960
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2009
TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG
TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
PENSYARATAN TERHADAP PASAL 35 AYAT (2) KONVENSI PERSERIKATAN
BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA
TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI
Pemerintah Republik Indonesia tidak terikat pada ketentuan Pasal 35 ayat (2)
dan berpendirian bahwa apabila terjadi perselisihan akibat perbedaan
penafsiran dan penerapan isi Konvensi, yang tidak terselesaikan melalui jalur
sebagaimana diatur dalam ayat (1) Pasal tersebut, dapat menunjuk
Mahkamah Internasional hanya berdasarkan kesepakatan Para Pihak yang
bersengketa.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Hukum dan Administrasi
Peraturan Perundang-undangan,
Bigman T. Simanjuntak
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2009
TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG
TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
RESERVATION ON ARTICLE 35 PARAGRAPH (2) UNITED NATIONS
CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
The Government of the Republic of Indonesia does not consider itself bound
by the provision of Article 35 (2) and takes the position that dispute relating to
the interpretation and application on the Convention which have not been
settled through the channel provided for in Paragraph (1) of the said Article,
may be referred to the International Court of Justice only with the concern of
all the Parties to the dispute.
PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,
signed
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Hukum dan Administrasi
Peraturan Perundang-undangan,
Bigman T. Simanjuntak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian
yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat;
b. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan
perekonomian nasional dan sekaligus memberikan
landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi
perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa
mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang
yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat
menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang
kondusif;
c. bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar
pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan
landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan
nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan . . .
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEROAN TERBATAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan,
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham,
Direksi, dan Dewan Komisaris.
3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen
Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas
kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun
masyarakat pada umumnya.
4. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut
RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau
Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
5. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar.
6. Dewan . . .
- 3 -
6. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus
sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat
kepada Direksi.
7. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau
Perseroan yang melakukan penawaran umum saham,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal.
8. Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi
kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
9. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri
dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan
diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan
hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum.
10. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan
cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang
meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.
11. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
12. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan
seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena
hukum kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian
aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada
satu Perseroan atau lebih.
13. Surat Tercatat adalah surat yang dialamatkan kepada
penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari
penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan
tanggal penerimaan.
14. Surat Kabar adalah surat kabar harian berbahasa
Indonesia yang beredar secara nasional.
15. Hari . . .
- 4 -
15. Hari adalah hari kalender.
16. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Pasal 2
Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau
kesusilaan.
Pasal 3
(1) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab
secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama
Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian
Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum
atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung
maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Perseroan; atau
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung
maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak
cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Pasal 4
Terhadap Perseroan berlaku Undang-Undang ini, anggaran
dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
Pasal 5
(1) Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan
dalam wilayah negara Republik Indonesia yang
ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Perseroan . . .
- 5 -
(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan
tempat kedudukannya.
(3) Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan
oleh Perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal
Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan
alamat lengkap Perseroan.
Pasal 6
Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak
terbatas sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAFTAR
PERSEROAN DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan
akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham
pada saat Perseroan didirikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam rangka Peleburan.
(4) Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan.
(5) Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan
pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang,
dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung
sejak keadaan tersebut pemegang saham yang
bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya
kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham
baru kepada orang lain.
(6) Dalam . . .
- 6 -
(6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang
dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab
secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian
Perseroan, dan atas permohonan pihak yang
berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan
Perseroan tersebut.
(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak
berlaku bagi :
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara;
atau
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring
dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Pasal 8
(1) Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan
lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat sekurang-kurangnya :
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,
tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri
perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari
pendiri Perseroan;
b. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,
tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan
Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian
saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal
saham yang telah ditempatkan dan disetor.
(3) Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili
oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.
Pasal 9 . . .
- 7 -
Pasal 9
(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama
mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi
sistem administrasi badan hukum secara elektronik
kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.
(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan.
(3) Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pendiri
hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan
pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 10
(1) Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus
diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh)
hari terhitung sejak tanggal akta pendirian
ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen
pendukung.
(2) Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri
langsung menyatakan tidak berkeberatan atas
permohonan yang bersangkutan secara elektronik.
(4) Apabila . . .
- 8 -
(4) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri
langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya
kepada pemohon secara elektronik.
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang
bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat
permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.
(6) Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14
(empat belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan
tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang
ditandatangani secara elektronik.
(7) Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan
kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung
memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara
elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur.
(8) Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan
kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
(9) Dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan
Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal
sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan Perseroan yang
belum memperoleh status badan hukum bubar karena
hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
(10) Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku juga bagi permohonan pengajuan kembali.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan permohonan
untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) bagi daerah tertentu yang belum
mempunyai atau tidak dapat digunakan jaringan elektronik
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 12 . . .
- 9 -
Pasal 12
(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan
saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon
pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan
dalam akta pendirian.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik,
akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.
(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal
dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat
akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian
Perseroan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum
tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta
tidak mengikat Perseroan.
Pasal 13
(1) Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk
kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat
Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum
apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan
menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban
yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh
calon pendiri atau kuasanya.
(2) RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60
(enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status
badan hukum.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sah apabila RUPS dihadiri oleh pemegang saham yang
mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan
disetujui dengan suara bulat.
(4) Dalam hal RUPS tidak diselenggarakan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau RUPS
tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), setiap calon pendiri yang
melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab
secara pribadi atas segala akibat yang timbul.
(5) Persetujuan . . .
- 10 -
(5) Persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak diperlukan apabila perbuatan hukum tersebut
dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon
pendiri sebelum pendirian Perseroan.
Pasal 14
(1) Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan
oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri
serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan
mereka semua bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas perbuatan hukum tersebut.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang
belum memperoleh status badan hukum, perbuatan
hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang
bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan.
(3) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
karena hukum menjadi tanggung jawab Perseroan setelah
Perseroan menjadi badan hukum.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan
setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua
pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua
pemegang saham Perseroan.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah RUPS
pertama yang harus diselenggarakan paling lambat 60
(enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status
badan hukum.
Bagian Kedua
Anggaran Dasar dan Perubahan
Anggaran Dasar
Paragraf 1
Anggaran Dasar
Pasal 15
(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama . . .
- 11 -
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan,
dan modal disetor;
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut
jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang
melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap
saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan
Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan
RUPS;
h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian
anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(3) Anggaran dasar tidak boleh memuat:
a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas
saham; dan
b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada
pendiri atau pihak lain.
Pasal 16
(1) Perseroan tidak boleh memakai nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama
pada pokoknya dengan nama Perseroan lain;
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau
kesusilaan;
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara,
lembaga pemerintah, atau lembaga internasional,
kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
d. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta
kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud dan
tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;
e. terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau
rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; atau
f. mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum,
atau persekutuan perdata.
(2) Nama . . .
- 12 -
(2) Nama Perseroan harus didahului dengan frase “Perseroan
Terbatas” atau disingkat “PT”.
(3) Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada akhir nama
Perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian
nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 17
(1) Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota
atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia
yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.
Pasal 18
Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta
kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar
Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 2
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1) Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS.
(2) Acara mengenai perubahan anggaran dasar wajib
dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS.
Pasal 20
(1) Perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah
dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan, kecuali dengan
pesetujuan kurator.
(2) Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampirkan dalam permohonan persetujuan atau
pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada
Menteri.
Pasal 21 . . .
- 13 -
Pasal 21
(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat
persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan
Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor;
dan/atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan
Terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri.
(4) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta
notaris dalam bahasa Indonesia.
(5) Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta
berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan
dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
(6) Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam
akta notaris setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada
Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran
dasar.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis
mutandis berlaku bagi pemberitahuan perubahan
anggaran dasar kepada Menteri.
(9) Setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) permohonan
persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran
dasar tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada
Menteri.
Pasal 22 . . .
- 14 -
Pasal 22
(1) Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar
mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya
Perseroan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar
harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam
puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Perseroan
berakhir.
(2) Menteri memberikan persetujuan atas permohonan
perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya
Perseroan.
Pasal 23
(1) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai persetujuan
perubahan anggaran dasar.
(2) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal
diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan
perubahan anggaran dasar oleh Menteri.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) tidak berlaku dalam hal Undang-Undang ini
menentukan lain.
Pasal 24
(1) Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya
telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal, wajib mengubah anggaran dasarnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf f
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
terpenuhi kriteria tersebut.
(2) Direksi Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Pasal 25 . . .
- 15 -
Pasal 25
(1) Perubahan anggaran dasar mengenai status Perseroan
yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka mulai berlaku
sejak tanggal:
a. efektif pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada
lembaga pengawas di bidang pasar modal bagi
Perseroan Publik; atau
b. dilaksanakan penawaran umum, bagi Perseroan yang
mengajukan pernyataan pendaftaran kepada lembaga
pengawas di bidang pasar modal untuk melakukan
penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.
(2) Dalam hal pernyataan pendaftaran Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak
menjadi efektif atau Perseroan yang telah mengajukan
pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b tidak melaksanakan penawaran umum saham,
Perseroan harus mengubah kembali anggaran dasarnya
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal
persetujuan Menteri.
Pasal 26
Perubahan anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka
Penggabungan atau Pengambilalihan berlaku sejak tanggal:
a. persetujuan Menteri;
b. kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri;
atau
c. pemberitahuan perubahan anggaran dasar diterima
Menteri, atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam
akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan .
Pasal 27
Permohonan persetujuan atas perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) ditolak apabila:
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara
perubahan anggaran dasar;
b. isi perubahan bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau
kesusilaan; atau
c. terdapat . . .
- 16 -
c. terdapat keberatan dari kreditor atas keputusan RUPS
mengenai pengurangan modal.
Pasal 28
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan untuk
memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan, dan keberatannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 mutatis mutandis
berlaku bagi pengajuan permohonan persetujuan perubahan
anggaran dasar dan keberatannya.
Bagian Ketiga
Daftar Perseroan dan Pengumuman
Paragraf 1
Daftar Perseroan
Pasal 29
(1) Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat data tentang Perseroan yang meliputi:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan
permodalan;
b. alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5;
c. nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4);
d. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar
dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1);
e. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar
dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat
akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar;
g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota
Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan;
h. nomor . . .
- 17 -
h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan
tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran
Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;
i. berakhirnya status badan hukum Perseroan;
j. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang
bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.
(3) Data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dimasukkan dalam daftar Perseroan pada tanggal yang
bersamaan dengan tanggal:
a. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan
anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;
b. penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran
dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau
c. penerimaan pemberitahuan perubahan data Perseroan
yang bukan merupakan perubahan anggaran dasar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g
mengenai nama lengkap dan alamat pemegang saham
Perseroan Terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
(5) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terbuka untuk umum.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Pengumuman
Pasal 30
(1) Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia:
a. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
b. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1);
c. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima
pemberitahuannya oleh Menteri.
(2) Pengumuman . . .
- 18 -
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya
Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB III
MODAL DAN SAHAM
Bagian Kesatu
Modal
Pasal 31
(1) Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal
saham.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas
saham tanpa nilai nominal.
Pasal 32
(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
(2) Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu
dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan
yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1) Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal
dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus
ditempatkan dan disetor penuh.
(2) Modal . . .
- 19 -
(2) Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti
penyetoran yang sah.
(3) Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali
untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor
penuh.
Pasal 34
(1) Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam
bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.
(2) Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam
bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan
nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar
atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
(3) Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak
harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih,
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta
pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan
penyetoran saham tersebut.
Pasal 35
(1) Pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai
tagihan terhadap Perseroan tidak dapat menggunakan hak
tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas
harga saham yang telah diambilnya, kecuali disetujui oleh
RUPS.
(2) Hak tagih terhadap Perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang dapat dikompensasi dengan setoran
saham adalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan
yang timbul karena:
a. Perseroan telah menerima uang atau penyerahan
benda berwujud atau benda tidak berwujud yang
dapat dinilai dengan uang;
b. pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang
Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan
sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau
c. Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang
dari pihak ketiga dan Perseroan telah menerima
manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai
dengan uang yang langsung atau tidak langsung
secara nyata telah diterima Perseroan.
(3) Keputusan . . .
- 20 -
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai
panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk
perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal 36
(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk
dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah
dimiliki oleh Perseroan.
(2) Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap
kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan
karena hukum, hibah, atau hibah wasiat .
(3) Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu
1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan
kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham
dalam Perseroan.
(4) Dalam hal Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan perusahaan efek, berlaku ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan
Perseroan
Pasal 37
(1) Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah
dikeluarkan dengan ketentuan:
a. pembelian kembali saham tersebut tidak
menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi
lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan
ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan
b. jumlah . . .
- 21 -
b. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli
kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan
fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan
sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya
secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh
Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari
jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan,
kecuali diatur lain dalam peraturan perundang
undangan di bidang pasar modal.
(2) Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun
tidak langsung, yang bertentangan dengan ayat (1) batal
karena hukum.
(3) Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad
baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal
karena hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Saham yang dibeli kembali Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya boleh dikuasai Perseroan
paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 38
(1) Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya
boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
(2) Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai
dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan
persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran
dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.
Pasal 39
(1) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan
Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka
waktu yang sama.
(3) Penyerahan . . .
- 22 -
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
Pasal 40
(1) Saham yang dikuasai Perseroan karena pembelian
kembali, peralihan karena hukum, hibah atau hibah
wasiat, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara
dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam
menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran
dasar.
(2) Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak
mendapat pembagian dividen.
Bagian Ketiga
Penambahan Modal
Pasal 41
(1) Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan
persetujuan RUPS.
(2) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan
Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
Pasal 42
(1) Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar adalah
sah apabila dilakukan dengan memperhatikan
persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk
perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Keputusan RUPS untuk penambahan modal ditempatkan
dan disetor dalam batas modal dasar adalah sah apabila
dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu
perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak
suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua)
bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan,
kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar .
(3) Penambahan . . .
- 23 -
(3) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib diberitahukan kepada Menteri untuk dicatat dalam
daftar Perseroan.
Pasal 43
(1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan
modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap
pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham
untuk klasifikasi saham yang sama.
(2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk
penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya
belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih
dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan
perimbangan jumlah saham yang dimilikinya.
(3) Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal pengeluaran saham:
a. ditujukan kepada karyawan Perseroan;
b. ditujukan kepada pemegang obligasi atau efek lain
yang dapat dikonversikan menjadi saham, yang telah
dikeluarkan dengan persetujuan RUPS; atau
c. dilakukan dalam rangka reorganisasi dan/atau
restrukturisasi yang telah disetujui oleh RUPS.
(4) Dalam hal pemegang saham sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak menggunakan hak untuk membeli dan
membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran,
Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang tidak
diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga.
Bagian Keempat
Pengurangan Modal
Pasal 44
(1) Keputusan RUPS untuk pengurangan modal Perseroan
adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan
persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju
untuk perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Direksi . . .
- 24 -
(2) Direksi wajib memberitahukan keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada semua kreditor dengan
mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih Surat Kabar
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung
sejak tanggal keputusan RUPS.
Pasal 45
(1) Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara
tertulis disertai alasannya kepada Perseroan atas
keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada
Menteri.
(2) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima,
Perseroan wajib memberikan jawaban secara tertulis atas
keberatan yang diajukan.
(3) Dalam hal Perseroan:
a. menolak keberatan atau tidak memberikan
penyelesaian yang disepakati kreditor dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
jawaban Perseroan diterima; atau
b. tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal keberatan
diajukan kepada Perseroan,
kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Perseroan.
Pasal 46
(1) Pengurangan modal Perseroan merupakan perubahan
anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan
Menteri.
(2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan apabila:
a. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (1);
b. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang
diajukan kreditor; atau
c. gugatan kreditor ditolak oleh pengadilan berdasarkan
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Pasal 47 . . .
- 25 -
Pasal 47
(1) Keputusan RUPS tentang pengurangan modal
ditempatkan dan disetor dilakukan dengan cara penarikan
kembali saham atau penurunan nilai nominal saham.
(2) Penarikan kembali saham sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan terhadap saham yang telah dibeli
kembali oleh Perseroan atau terhadap saham dengan
klasifikasi yang dapat ditarik kembali.
(3) Penurunan nilai nominal saham tanpa pembayaran
kembali harus dilakukan secara seimbang terhadap
seluruh saham dari setiap klasifikasi saham.
(4) Keseimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dikecualikan dengan persetujuan semua pemegang saham
yang nilai nominal sahamnya dikurangi.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham,
keputusan RUPS tentang pengurangan modal hanya boleh
diambil setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
semua pemegang saham dari setiap klasifikasi saham
yang haknya dirugikan oleh keputusan RUPS tentang
pengurangan modal tersebut.
Bagian Kelima
Saham
Pasal 48
(1) Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
(2) Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam
anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang
ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) telah ditetapkan dan tidak
dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham
tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang
saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam
kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal 49 . . .
- 26 -
Pasal 49
(1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham
tanpa nilai nominal dalam peraturan perundangundangan
di bidang pasar modal.
Pasal 50
(1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan
daftar pemegang saham, yang memuat sekurangkurangnya:
a. nama dan alamat pemegang saham;
b. jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki
pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal
dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
c. jumlah yang disetor atas setiap saham;
d. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan
hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau
sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal
perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan
fidusia tersebut;
e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
(2) Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Direksi Perseroan wajib mengadakan dan
menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan
mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris
beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada
Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3) Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat
juga setiap perubahan kepemilikan saham.
(4) Daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat
kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para
pemegang saham.
(5) Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga
bagi Perseroan Terbuka.
Pasal 51 . . .
- 27 -
Pasal 51
Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham
yang dimilikinya.
Pasal 52
(1) Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan
hasil likuidasi;
c. menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-
Undang ini.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas
nama pemiliknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
(4) Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang
tidak dapat dibagi.
(5) Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu)
orang, hak yang timbul dari saham tersebut digunakan
dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil
bersama.
Pasal 53
(1) Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham
atau lebih.
(2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan
kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham,
anggaran dasar menetapkan salah satu di antaranya
sebagai saham biasa.
(4) Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
antara lain:
a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;
c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik
kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;
d. saham . . .
- 28 -
d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya
untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang
saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara
kumulatif atau nonkumulatif;
e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya
untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham
klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan
Perseroan dalam likuidasi.
Pasal 54
(1) Anggaran dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal
saham.
(2) Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan
hak suara perseorangan, kecuali pemegang pecahan nilai
nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang
pecahan nilai nominal saham lainnya yang klasifikasi
sahamnya sama memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu)
nominal saham dari klasifikasi tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4)
dan ayat (5) mutatis mutandis berlaku bagi pemegang
pecahan nilai nominal saham.
Pasal 55
Dalam anggaran dasar Perseroan ditentukan cara pemindahan
hak atas saham sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 56
(1) Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta
pemindahan hak.
(2) Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada
Perseroan.
(3) Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham,
tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar
pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan
memberitahukan perubahan susunan pemegang saham
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pencatatan pemindahan hak.
(4) Dalam . . .
- 29 -
(4) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) belum dilakukan, Menteri menolak permohonan
persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan
berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang
belum diberitahukan tersebut.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas
saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 57
(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai
pemindahan hak atas saham, yaitu:
a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada
pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau
pemegang saham lainnya;
b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari Organ Perseroan; dan/atau
c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham
disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali
keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
berkenaan dengan kewarisan.
Pasal 58
(1) Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang
saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya
kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau
pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan
ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli,
pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual
sahamnya kepada pihak ketiga.
(2) Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan
menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah
lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Kewajiban . . .
- 30 -
(3) Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham
klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku 1
(satu) kali.
Pasal 59
(1) Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang
memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau
penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari
terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima
permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak
memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan
dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham
tersebut.
(3) Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh
Organ Perseroan, pemindahan hak harus dilakukan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama
90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan diberikan.
Pasal 60
(1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada
pemiliknya.
(2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan
fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran
dasar.
(3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah
didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar
pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50.
(4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau
jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.
Pasal 61 . . .
- 31 -
Pasal 61
(1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan
terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan
karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan
tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS,
Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Perseroan.
Pasal 62
(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar
apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
Perseroan yang merugikan pemegang saham atau
Perseroan, berupa:
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang
mempunyai nilai lebih dari 50 % (lima puluh persen)
kekayaan bersih Perseroan; atau
c. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan.
(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melebihi batas ketentuan
pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan
wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak
ketiga.
BAB IV
RENCANA KERJA, LAPORAN TAHUNAN,
DAN PENGGUNAAN LABA
Bagian Kesatu
Rencana Kerja
Pasal 63
(1) Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum
dimulainya tahun buku yang akan datang.
(2) Rencana . . .
- 32 -
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat juga anggaran tahunan Perseroan untuk tahun
buku yang akan datang.
Pasal 64
(1) Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
disampaikan kepada Dewan Komisaris atau RUPS
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Anggaran dasar dapat menentukan rencana kerja yang
disampaikan oleh Direksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mendapat persetujuan Dewan Komisaris
atau RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam hal anggaran dasar menentukan rencana kerja
harus mendapat persetujuan RUPS, rencana kerja
tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris.
Pasal 65
(1) Dalam hal Direksi tidak menyampaikan rencana kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, rencana kerja
tahun yang lampau diberlakukan.
(2) Rencana kerja tahun yang lampau berlaku juga bagi
Perseroan yang rencana kerjanya belum memperoleh
persetujuan sebagaimana ditentukan dalam anggaran
dasar atau peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Laporan Tahunan
Pasal 66
(1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS
setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka
waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku
Perseroan berakhir.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memuat sekurang-kurangnya:
a. laporan . . .
- 33 -
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurangkurangnya
neraca akhir tahun buku yang baru
lampau dalam perbandingan dengan tahun buku
sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang
bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan
perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan
keuangan tersebut;
b. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan;
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah
dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun
buku yang baru lampau;
f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau
honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan
Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi
keuangan.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan
kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 67
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan
semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada
tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor
Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat
diperiksa oleh pemegang saham.
(2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan
harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan
tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri
yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
(3) Dalam . . .
- 34 -
(3) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi
alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah
menyetujui isi laporan tahunan.
Pasal 68
(1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan
kepada akuntan publik untuk diaudit apabila:
a. kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/
atau mengelola dana masyarakat;
b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada
masyarakat;
c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d. Perseroan merupakan persero;
e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah
peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
f. diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh
RUPS.
(3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis
kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b,
dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS
diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar.
(5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 (tujuh)
hari setelah mendapat pengesahan RUPS.
(6) Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1) Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan
laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan
Komisaris dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan . . .
- 35 -
(2) Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan
persetujuan laporan tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata
tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng
bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan
dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena
kesalahannya.
Bagian Ketiga
Penggunaan Laba
Pasal 70
(1) Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba
bersih setiap tahun buku untuk cadangan.
(2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perseroan
mempunyai saldo laba yang positif.
(3) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20
% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan dan disetor.
(4) Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian
yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
Pasal 71
(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah
penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
(2) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk
cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1)
dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen,
kecuali ditentukan lain dalam RUPS.
(3) Dividen . . .
- 36 -
(3) Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh
dibagikan apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang
positif.
Pasal 72
(1) Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum
tahun buku Perseroan berakhir sepanjang diatur dalam
anggaran dasar Perseroan.
(2) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan apabila jumlah kekayaan bersih
Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah modal
ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib.
(3) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak boleh mengganggu atau menyebabkan
Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada
kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan.
(4) Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan
keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan
Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada
ayat (2) dan ayat (3).
(5) Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata
Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang telah
dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham
kepada Perseroan.
(6) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal
pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen
interim sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 73
(1) Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun
terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk
pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam
cadangan khusus.
(2) RUPS mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah
dimasukkan ke dalam cadangan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Dividen yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak diambil
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan menjadi hak
Perseroan.
BAB V . . .
- 37 -
BAB V
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasal 74
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal 75
(1) RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang
ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran
dasar.
(2) Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh
keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi
dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan
dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan
kepentingan Perseroan.
(3) RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil
keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir
dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui
penambahan mata acara rapat.
(4) Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan
harus disetujui dengan suara bulat.
Pasal 76 . . .
- 38 -
Pasal 76
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di
tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang
utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat
kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan.
(3) Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) harus terletak di wilayah negara Republik
Indonesia.
(4) Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua
pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui
diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat
diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui
dengan suara bulat.
Pasal 77
(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta
RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam rapat.
(2) Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan
keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam
anggaran dasar Perseroan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung
berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui
dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.
Pasal 78
(1) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2) RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.
(3) Dalam . . .
- 39 -
(3) Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen
dari laporan tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (2).
(4) RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan
kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.
Pasal 79
(1) Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan RUPS lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dengan
didahului pemanggilan RUPS.
(2) Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan atas permintaan:
a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang
bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau
lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara,
kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah
yang lebih kecil; atau
b. Dewan Komisaris.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya.
(4) Surat Tercatat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
disampaikan oleh pemegang saham tembusannya
disampaikan kepada Dewan Komisaris.
(5) Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka
waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak
tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(6) Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
a. permintaan penyelenggaraan RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a diajukan kembali
kepada Dewan Komisaris; atau
b. Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri
RUPS, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(7) Dewan Komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dalam
jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung
sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(8) RUPS . . .
- 40 -
(8) RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasarkan
panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mata acara
rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.
(9) RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris
berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) huruf b dan ayat (7) hanya membicarakan
masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(10) Penyelenggaraan RUPS Perseroan Terbuka tunduk pada
ketentuan Undang-Undang ini sepanjang ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
tidak menentukan lain.
Pasal 80
(1) Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan
pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang
saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada
pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan
mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris,
menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan
RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan
bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon
mempunyai kepentingan yang wajar untuk
diselenggarakannya RUPS.
(3) Penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memuat juga ketentuan mengenai:
a. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan
permohonan pemegang saham, jangka waktu
pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat,
sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan
Undang-Undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah . . .
- 41 -
b. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan
Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
(4) Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal
pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa
persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai
kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh
membicarakan mata acara rapat sebagaimana ditetapkan
oleh ketua pengadilan negeri.
(6) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), upaya
hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
juga bagi Perseroan Terbuka dengan memperhatikan
persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan
persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan RUPS
sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan
di bidang pasar modal.
Pasal 81
(1) Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham
sebelum menyelenggarakan RUPS.
(2) Dalam hal tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Dewan
Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan
ketua pengadilan negeri.
Pasal 82
(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS
diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal
pemanggilan dan tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat
dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.
(3) Dalam . . .
- 42 -
(3) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu,
tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan
bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia
di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan
RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara
cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan
panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3),
keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham
dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan
keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Pasal 83
(1) Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS
dilakukan wajib didahului dengan pengumuman
mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 84
(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak
suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk:
a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
b. saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak
perusahaannya secara langsung atau tidak langsung;
atau
c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain
yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung
telah dimiliki oleh Perseroan.
Pasal 85 . . .
- 43 -
Pasal 85
(1) Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili
berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan
menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah
saham yang dimilikinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak
suara.
(3) Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh
pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang
dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak
memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk
sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan
suara yang berbeda.
(4) Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang
bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari
pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS,
surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk
rapat tersebut.
(6) Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir
dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan Undang-
Undang ini dan anggaran dasar Perseroan.
(7) Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) berlaku
juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Pasal 86
(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari
1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-
Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah
kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa
RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai
kuorum.
(4) RUPS . . .
- 44 -
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah
dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling
sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali
anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih
besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon
kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan
Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa
RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai
kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan
kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan
negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final
dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS
kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka
waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21
(dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya
dilangsungkan.
Pasal 87
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk
mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari
1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran
dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika
disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
Pasal 88 . . .
- 45 -
Pasal 88
(1) RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat
dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan
adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga)
bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang
lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS
kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan
berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling
sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS
dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,
kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan
RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat
(5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis
mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan
tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak
diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Pasal 89 . . .
- 46 -
Pasal 89
(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan
agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka
waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat
dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan
adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,
kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran
dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan
berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS
dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat
(5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis
mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan
RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang
tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Pasal 90
(1) Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat
dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1
(satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh
peserta RUPS.
(2) Tanda . . .
- 47 -
(2) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan
akta notaris.
Pasal 91
Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang
mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham
dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan
menandatangani usul yang bersangkutan.
BAB VII
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
Bagian Kesatu
Direksi
Pasal 92
(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang
dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota
Direksi atau lebih.
(4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan
menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,
Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib
mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5 ) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau
lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di
antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan
RUPS.
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang
anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan
Direksi.
Pasal 93 . . .
- 48 -
Pasal 93
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah
orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan
hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan
dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang
berwenang menetapkan persyaratan tambahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang
disimpan oleh Perseroan.
Pasal 94
(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi
dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b .
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu
dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan
dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan
anggota Direksi.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian,
dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat
mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya
RUPS.
(7) Dalam . . .
- 49 -
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib
memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada
Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap
permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang
disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum
tercatat dalam daftar Perseroan.
(9) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak
termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi
baru atas pengangkatan dirinya sendiri.
Pasal 95
(1) Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 batal
karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau
Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya
persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung
sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan
Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan
anggota Direksi yang bersangkutan dalam Surat Kabar
dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar Perseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas
nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal,
tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama
Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak
sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi
yang bersangkutan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang
bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104.
Pasal 96 . . .
- 50 -
Pasal 96
(1) Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota
Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(2) Kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dilimpahkan kepada Dewan Komisaris.
(3) Dalam hal kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan
Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), besarnya
gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris.
Pasal 97
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau
lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila
dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan
kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan
yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul
atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas . . .
- 51 -
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan
gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota
Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya
menimbulkan kerugian pada Perseroan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota
Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama
Perseroan.
Pasal 98
(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
(2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang,
yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota
Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.
(3) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak
terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang ini, anggaran dasar, atau
keputusan RUPS.
(4) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-
Undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan.
Pasal 99
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan
apabila:
a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan
anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai
benturan kepentingan dengan Perseroan.
(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), yang berhak mewakili Perseroan adalah:
a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai
benturan kepentingan dengan Perseroan;
b. Dewan . . .
- 52 -
b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi
mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;
atau
c. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh
anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai
benturan kepentingan dengan Perseroan.
Pasal 100
(1) Direksi Wajib:
a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus,
risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi;
b. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Dokumen Perusahaan; dan
c. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen
keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya.
(2) Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan,
dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi
memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa
daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan
tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan
salinan laporan tahunan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal menentukan lain.
Pasal 101
(1) Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan
mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang
bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan
Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar
khusus.
(2) Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menimbulkan
kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian Perseroan tersebut.
Pasal 102 . . .
- 53 -
Pasal 102
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu)
transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain
maupun tidak.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan
yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau
jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam
anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan
kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai
pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan
anggaran dasarnya.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan
sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut
beritikad baik.
(5) Ketentuan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan
RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 103
Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang
karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk
dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum
tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.
Pasal 104
(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit
atas Perseroan sendiri kepada pengadilan niaga sebelum
memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
(2) Dalam . . .
- 54 -
(2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta
pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban
Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas
seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit
tersebut.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai
yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila
dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik,
kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan
yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kepailitan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang
dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Pasal 105
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu
berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan
alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri
dalam RUPS.
(3) Dalam . . .
- 55 -
(3) Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota
Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi
yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang
rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk
membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.
(4) Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang
bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian
tersebut.
(5) Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak:
a. ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1);
b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3);
c. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
d. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 106
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara
oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada anggota
Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota Direksi yang diberhentikan sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berwenang
melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1).
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
setelah tanggal pemberhentian sementara harus
diselenggarakan RUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota
Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
membela diri.
(6) RUPS mencabut atau menguatkan keputusan
pemberhentian sementara tersebut.
(7) Dalam . . .
- 56 -
(7) Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian
sementara, anggota Direksi yang bersangkutan
diberhentikan untuk seterusnya.
(8) Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil
keputusan, pemberhentian sementara tersebut menjadi
batal.
(9) Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (8) berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Pasal 107
Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai:
a. tata cara pengunduran diri anggota Direksi;
b. tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong;
dan
c. pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan
mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi
berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.
Bagian Kedua
Dewan Komisaris
Pasal 108
(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan
memberi nasihat kepada Direksi.
(2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan.
(3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau
lebih.
(4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang
anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan
Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri,
melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
(5) Perseroan . . .
- 57 -
(5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan
menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,
Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib
mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan
Komisaris.
Pasal 109
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib
mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
(2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang
diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia.
(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai
dengan prinsip syariah.
Pasal 110
(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris
adalah orang perseorangan yang cakap melakukan
perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun
sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan
suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan
dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang
berwenang menetapkan persyaratan tambahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang
disimpan oleh Perseroan.
Pasal 111 . . .
- 58 -
Pasal 111
(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan
Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu
tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan
Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan
anggota Dewan Komisaris.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian,
dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga
menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib
memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri
untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap
pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan
Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri
oleh Direksi.
Pasal 112
(1) Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum sejak
saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi
mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam . . .
- 59 -
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung
sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya
pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang
bersangkutan dalam Surat Kabar dan
memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam
daftar Perseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh anggota
Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum
pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi
tanggung jawab Perseroan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mengurangi tanggung jawab anggota Dewan Komisaris
yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dan Pasal 115.
Pasal 113
Ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh
RUPS.
Pasal 114
(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat
(1)
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik,
kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan
tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan.
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab
secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota
Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng
bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
(5) Anggota . . .
- 60 -
(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan
kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan
Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk
mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat
anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke
pengadilan negeri.
Pasal 115
(1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau
kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan
terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan
kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut,
setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng
ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas
kewajiban yang belum dilunasi.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah
tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan.
(3) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat
membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau
kelalaiannya;
b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik
dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak . . .
- 61 -
c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan
oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk
mencegah terjadinya kepailitan.
Pasal 116
Dewan Komisaris wajib :
a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan
salinannya;
b. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan
sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut
dan Perseroan lain; dan
c. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah
dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada
RUPS.
Pasal 117
(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian
wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan
persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam
melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2) Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan
pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan
Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat
Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan
hukum tersebut beritikad baik.
Pasal 118
(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS,
Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan
Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu
tertentu.
(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk
jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua
ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban
Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
Pasal 119 . . .
- 62 -
Pasal 119
Ketentuan mengenai pemberhentian anggota Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 mutatis mutandis
berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris.
Pasal 120
(1) Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu)
orang atau lebih komisaris independen dan 1 (satu) orang
komisaris utusan.
(2) Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang
tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.
(3) Komisaris utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk
berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
(4) Tugas dan wewenang komisaris utusan ditetapkan dalam
anggaran dasar Perseroan dengan ketentuan tidak
bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan
Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang
dilakukan Direksi.
Pasal 121
(1) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat
membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih
adalah anggota Dewan Komisaris.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab kepada Dewan Komisaris.
BAB VIII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
PENGAMBILALIHAN, DAN PEMISAHAN
Pasal 122
(1) Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan
yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir
karena hukum.
(2) Berakhirnya . . .
- 63 -
(2) Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.
(3) Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2),
a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan
atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada
Perseroan yang menerima Penggabungan atau
Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan
atau meleburkan diri karena hukum menjadi
pemegang saham Perseroan yang menerima
Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan
c. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri
berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal
Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Pasal 123
(1) Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan
menerima Penggabungan menyusun rancangan
Penggabungan.
(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan dan persyaratan
Penggabungan;
c. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan
yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan
yang menerima Penggabungan;
d. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang
menerima Penggabungan apabila ada;
e. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha
dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
g. neraca . . .
- 64 -
g. neraca proforma Perseroan yang menerima
Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan diri;
i. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang
akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;
j. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak
setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
k. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji,
honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan
Dewan Komisaris Perseroan yang menerima
Penggabungan;
l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil
yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan
melakukan Penggabungan;
n. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan
Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama
tahun buku yang sedang berjalan; dan
o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
(3) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris
dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masingmasing
untuk mendapat persetujuan.
(4) Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan
Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam Undang-
Undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu
dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka
sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundangundangan
di bidang pasar modal.
Pasal 124
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 mutatis
mutandis berlaku bagi Perseroan yang akan meleburkan diri.
Pasal 125 . . .
- 65 -
Pasal 125
(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan
saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan
oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung
dari pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan.
(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.
(4) Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum
berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan
perbuatan hukum Pengambilalihan harus berdasarkan
keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan
RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(5) Dalam hal Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi,
pihak yang akan mengambil alih menyampaikan
maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada
Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
(6) Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan
yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan
Komisaris masing-masing menyusun rancangan
Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang
akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil
alih;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan
mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan
diambil alih;
c. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari
Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan
yang akan diambil alih;
d. tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan
yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya
apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan
dengan saham;
e. jumlah saham yang akan diambil alih;
f. kesiapan . . .
- 66 -
f. kesiapan pendanaan;
g. neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan
mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia;
h. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak
setuju terhadap Pengambilalihan;
i. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari
Perseroan yang akan diambil alih;
j. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan,
termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan
saham dari pemegang saham kepada Direksi
Perseroan;
k. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil
Pengambilalihan apabila ada.
(7) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan langsung
dari pemegang saham, ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.
(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar
Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas
saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan
dengan pihak lain.
Pasal 126
(1) Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan
kepentingan:
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan
Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan
usaha.
(2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan
RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Pasal 127 . . .
- 67 -
Pasal 127
(1) Keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan sah apabila diambil
sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2) Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib
mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam
1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis
kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh rancangan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal
pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
(4) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan sesuai dengan rancangan tersebut.
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor
dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(6) Dalam hal keberatan kreditor sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) sampai dengan tanggal diselenggarakan
RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan
tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat
penyelesaian.
(7) Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
belum tercapai, Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat
dilaksanakan.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4),
ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) mutatis mutandis berlaku
bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham
yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125.
Pasal 128 . . .
- 68 -
Pasal 128
(1) Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke
dalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam
bahasa Indonesia.
(2) Akta Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung
dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta
notaris dalam bahasa Indonesia
(3) Akta Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi dasar pembuatan akta pendirian Perseroan hasil
Peleburan.
Pasal 129
(1) Salinan akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada:
a. pengajuan permohonan untuk mendapatkan
persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1); atau
b. penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal Penggabungan Perseroan tidak disertai
perubahan anggaran dasar, salinan akta Penggabungan
harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam
daftar Perseroan.
Pasal 130
Salinan akta Peleburan dilampirkan pada pengajuan
permohonan untuk mendapatkan Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan hasil Peleburan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
Pasal 131
(1) Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan
pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri
tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam . . .
- 69 -
(2) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara
langsung dari pemegang saham, salinan akta pemindahan
hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan
susunan pemegang saham.
Pasal 132
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal
30 berlaku juga bagi Penggabungan, Peleburan, atau
Pengambilalihan.
Pasal 133
(1) Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan atau
Direksi Perseroan hasil Peleburan wajib mengumumkan
hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) Surat
Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya
Penggabungan atau Peleburan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
juga terhadap Direksi dari Perseroan yang sahamnya
diambil alih.
Pasal 134
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan,
atau Pengambilalihan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 135
(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemisahan murni; atau
b. Pemisahan tidak murni.
(2) Pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva
Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan
lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan
yang melakukan Pemisahan tersebut berakhir karena
hukum.
(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva
Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu)
Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan
Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada.
Pasal 136 . . .
- 70 -
Pasal 136
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 137
Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Bab VIII berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
BAB IX
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
Pasal 138
(1) Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam
hal terdapat dugaan bahwa:
a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum
yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga;
atau
b. anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan
perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan
atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mengajukan permohonan secara
tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diajukan oleh :
a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundangundangan,
anggaran dasar Perseroan atau perjanjian
dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan; atau
c. kejaksaan untuk kepentingan umum.
(4) Permohonan . . .
- 71 -
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
diajukan setelah pemohon terlebih dahulu meminta data
atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan
Perseroan tidak memberikan data atau keterangan
tersebut.
(5) Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan
tentang Perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk
mendapatkan data atau keterangan tersebut harus
didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3)
huruf a, dan ayat (4) tidak menutup kemungkinan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
menentukan lain.
Pasal 139
(1) Ketua pengadilan negeri dapat menolak atau mengabulkan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138.
(2) Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menolak permohonan apabila permohonan tersebut
tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak
dilakukan dengan itikad baik.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan, ketua pengadilan
negeri mengeluarkan penetapan pemeriksaan dan
mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk
melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk
mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan.
(4) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,
karyawan Perseroan, konsultan, dan akuntan publik yang
telah ditunjuk oleh Perseroan tidak dapat diangkat sebagai
ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak
memeriksa semua dokumen dan kekayaan Perseroan yang
dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui.
(6) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
semua karyawan Perseroan wajib memberikan segala
keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan
pemeriksaan.
(7) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib
merahasiakan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Pasal 140 . . .
- 72 -
Pasal 140
(1) Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 kepada ketua
pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana
ditentukan dalam penetapan pengadilan untuk
pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari
terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil
pemeriksaan kepada pemohon dan Perseroan yang
bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal laporan hasil
pemeriksaan diterima.
Pasal 141
(1) Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan
dikabulkan, ketua pengadilan negeri menentukan jumlah
maksimum biaya pemeriksaan.
(2) Biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibayar oleh Perseroan.
(3) Ketua pengadilan negeri atas permohonan Perseroan dapat
membebankan penggantian seluruh atau sebagian biaya
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
pemohon, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan
Komisaris.
BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM
PERSEROAN
Pasal 142
(1) Pembubaran Perseroan terjadi:
a. berdasarkan keputusan RUPS;
b. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan
dalam anggaran dasar telah berakhir;
c. berdasarkan penetapan pengadilan;
d. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan
pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup
untuk membayar biaya kepailitan;
e. karena . . .
- 73 -
e. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan
pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga
mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
a. wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh
likuidator atau kurator; dan
b. Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum,
kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan
Perseroan dalam rangka likuidasi.
(3) Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan
RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam
anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya
kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan
RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku
likuidator.
(4) Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan
dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, pengadilan niaga sekaligus memutuskan
pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan
dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dilanggar, anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara
tanggung renteng.
(6) Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian
sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban,
tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi
mutatis mutandis berlaku bagi likuidator.
Pasal 143
(1) Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan
kehilangan status badan hukum sampai dengan
selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator
diterima oleh RUPS atau pengadilan.
(2) Sejak . . .
- 74 -
(2) Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar
Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang
nama Perseroan.
Pasal 144
(1) Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham
atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu
persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran
Perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah
apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(3) Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan
dalam keputusan RUPS.
Pasal 145
(1) Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila
jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam
anggaran dasar berakhir.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS
menetapkan penunjukan likuidator.
(3) Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru
atas nama Perseroan setelah jangka waktu berdirinya
Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar
berakhir.
Pasal 146
(1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan
melanggar kepentingan umum atau Perseroan
melakukan perbuatan yang melanggar peraturan
perundang-undangan;
b. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan
alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
c. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan
Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak
mungkin untuk dilanjutkan.
(2) Dalam . . .
- 75 -
(2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan
likuidator.
Pasal 147
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator
wajib memberitahukan:
a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran
Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran
Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara
Republik Indonesia; dan
b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam
likuidasi.
(2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan
Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a memuat:
a. pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
b. nama dan alamat likuidator;
c. tata cara pengajuan tagihan; dan
d. jangka waktu pengajuan tagihan.
(3) Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d adalah 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Pemberitahuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b wajib dilengkapi dengan bukti:
a. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
b. pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
Pasal 148
(1) Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 belum dilakukan,
pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(2) Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), likuidator secara
tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab
atas kerugian yang diderita pihak ketiga.
Pasal 149 . . .
- 76 -
Pasal 149
(1) Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta
kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi meliputi
pelaksanaan:
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang
Perseroan;
b. pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara
Republik Indonesia mengenai rencana pembagian
kekayaan hasil likuidasi;
c. pembayaran kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada
pemegang saham; dan
e. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam
pelaksanaan pemberesan kekayaan.
(2) Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang
Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan,
likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan,
kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain,
dan semua kreditor yang diketahui identitas dan
alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar
kepailitan.
(3) Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana
pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak
tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b.
(4) Dalam hal pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditolak oleh likuidator, kreditor dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka
waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal penolakan.
Pasal 150
(1) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (3),
dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan
gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling
lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
penolakan.
(2) Kreditor . . .
- 77 -
(2) Kreditor yang belum mengajukan tagihannya dapat
mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran
Perseroan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 147 ayat (1).
(3) Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa
kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukkan bagi
pemegang saham.
(4) Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan
kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri
memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa
kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada
pemegang saham.
(5) Pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan
hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara
proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap
jumlah tagihan.
Pasal 151
(1) Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149,
atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas
permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat
mengangkat likuidator baru dan memberhentikan
likuidator lama.
(2) Pemberhentian likuidator sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil
untuk didengar keterangannya.
Pasal 152
(1) Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau
pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan
yang dilakukan.
(2) Kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas
likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(3) Likuidator . . .
- 78 -
(3) Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan
mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat
Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan
pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan
menerima pertanggungjawaban likuidator yang
ditunjuknya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku
juga bagi kurator yang pertanggungjawabannya telah
diterima oleh hakim pengawas.
(5) Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum
Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar
Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku
juga bagi berakhirnya status badan hukum Perseroan
karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
(7) Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh
RUPS, pengadilan atau hakim pengawas.
(8) Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum
Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BAB XI
B I A Y A
Pasal 153
Ketentuan mengenai biaya untuk:
a. memperoleh persetujuan pemakaian nama Perseroan;
b. memperoleh keputusan pengesahan badan hukum
Perseroan;
c. memperoleh keputusan persetujuan perubahan anggaran
dasar;
d. memperoleh informasi tentang data Perseroan dalam
daftar Perseroan;
e. pengumuman yang diwajibkan dalam Undang-Undang ini
dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia; dan
f. memperoleh . . .
- 79 -
f. memperoleh salinan Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan atau persetujuan
perubahan anggaran dasar Perseroan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 154
(1) Bagi Perseroan Terbuka berlaku ketentuan Undang-
Undang ini jika tidak diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
yang mengecualikan ketentuan Undang-Undang ini tidak
boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 155
Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan
Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam
Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang tentang Hukum Pidana.
Pasal 156
(1) Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan Undang-
Undang ini dibentuk tim ahli pemantauan hukum
Perseroan.
(2) Keanggotaan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas unsur:
a. pemerintah;
b. pakar/akademisi;
c. profesi; dan
d. dunia usaha.
(3) Tim . . .
- 80 -
(3) Tim ahli berwenang mengkaji akta pendirian dan
perubahan anggaran dasar yang diperoleh atas inisiatif
sendiri dari tim atau atas permintaan pihak yang
berkepentingan, serta memberikan pendapat atas hasil
kajian tersebut kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan, susunan
organisasi dan tata kerja tim ahli diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 157
(1) Anggaran dasar dari Perseroan yang telah memperoleh
status badan hukum dan perubahan anggaran dasar yang
telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan
didaftarkan dalam daftar perusahaan sebelum Undang-
Undang ini berlaku tetap berlaku jika tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini.
(2) Anggaran dasar dari Perseroan yang belum memperoleh
status badan hukum atau anggaran dasar yang
perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada
Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
wajib disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
(3) Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum
berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-
Undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(4) Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri
atas permohonan kejaksaan atau pihak yang
berkepentingan.
Pasal 158 . . .
- 81 -
Pasal 158
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Perseroan yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus
menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 159
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang
baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 160
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 161
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 82 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 106
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
MUHAMMAD SAPTA MURTI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS
I. UMUM
Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan
pembangunan perkonomian nasional perlu didukung oleh suatu undangundang
yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin
iklim dunia usaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah
diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal
dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam
Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan
hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang
begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya
tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta
tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut
penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
Dalam Undang-Undang ini telah diakomodasi berbagai ketentuan
mengenai Perseroan, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan
penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dinilai
masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat Perseroan, di dalam
Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Dalam . . .
- 2 -
Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan
yang cepat, Undang-Undang ini mengatur tata cara:
1. pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan
hukum;
2. pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan
anggaran dasar;
3. penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan
perubahan anggaran dasar dan/atau pemberitahuan dan penerimaan
pemberitahuan perubahan data lainnya,
yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan
hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan menggunakan
sistem manual dalam keadaan tertentu.
Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan,
ditegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan wewenang pendiri
bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri atau dikuasakan kepada
notaris.
Akta pendirian Perseroan yang telah disahkan dan akta perubahan
anggaran dasar yang telah disetujui dan/atau diberitahukan kepada
Menteri dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Menteri. Dalam hal
pemberian status badan hukum, persetujuan dan/atau penerimaan
pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data lainnya,
Undang-Undang ini tidak dikaitkan dengan Undang-Undang tentang Wajib
Daftar Perusahaan.
Untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut
Organ Perseroan, dalam Undang-Undang ini dilakukan perubahan atas
ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan
demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media
elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya.
Undang-Undang ini juga memperjelas dan mempertegas tugas dan
tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris. Undang-Undang ini
mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan.
Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, Undang-Undang ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan
Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan
Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi
serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam . . .
- 3 -
Dalam Undang-Undang ini ketentuan mengenai struktur modal Perseroan
tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor. Namun, modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan kewajiban
penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Mengenai
pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan pada
prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroan
menguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 (tiga) tahun.
Khusus tentang penggunaan laba, Undang-Undang ini menegaskan bahwa
Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan wajib apabila
Perseroan mempunyai saldo laba positif.
Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan
masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
mendukung terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan
sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat,
maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban
Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan
tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan
tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan maka
Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang ini mempertegas ketentuan mengenai pembubaran,
likuidasi, dan berakhirnya status badan hukum Perseroan dengan
memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan Undang-Undang ini
dibentuk tim ahli pemantauan hukum perseroan yang tugasnya
memberikan masukan kepada Menteri berkenaan dengan Perseroan. Untuk
menjamin kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim ahli tersebut terdiri atas
berbagai unsur baik dari pemerintah, pakar/akademisi, profesi, dan dunia
usaha.
Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek
Perseroan, maka Undang-Undang ini diharapkan memenuhi kebutuhan
hukum masyarakat serta lebih memberikan kepastian hukum, khususnya
kepada dunia usaha.
II. PASAL DEMI PASAL . . .
- 4 -
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri Perseroan bahwa
pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas
seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta
kekayaan pribadinya.
Ayat (2)
Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya
tanggung jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal
yang disebutkan dalam ayat ini.
Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh
saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti,
antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi
pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan sehingga
Perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan
pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf d.
Pasal 4
Berlakunya Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan lain, tidak mengurangi
kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas
kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang
baik (good corporate governance) dalam menjalankan Perseroan.
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya” adalah semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan, termasuk
peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan,
peraturan perasuransian, peraturan lembaga keuangan.
Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan Undang-
Undang ini yang berlaku adalah Undang-Undang ini.
Pasal 5 . . .
- 5 -
Pasal 5
Tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat
Perseroan.
Perseroan wajib mempunyai alamat sesuai dengan tempat
kedudukannya yang harus disebutkan, antara lain dalam suratmenyurat
dan melalui alamat tersebut Perseroan dapat dihubungi.
Pasal 6
Apabila Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas, lamanya
jangka waktu tersebut harus disebutkan secara tegas, misalnya untuk
waktu 10 (sepuluh) tahun, 20 (dua puluh) tahun, 35 (tiga puluh lima)
tahun, dan seterusnya. Demikian juga apabila Perseroan didirikan
untuk jangka waktu tidak terbatas harus disebutkan secara tegas
dalam anggaran dasar.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik
warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum
Indonesia atau asing.
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan prinsip yang berlaku
berdasarkan Undang-Undang ini bahwa pada dasarnya sebagai
badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian,
karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal Peleburan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan yang
meleburkan diri masuk menjadi modal Perseroan hasil Peleburan
dan pendiri tidak mengambil bagian saham sehingga pendiri dari
Perseroan hasil Peleburan adalah Perseroan yang meleburkan diri
dan nama pemegang saham dari Perseroan hasil Peleburan
adalah nama pemegang saham dari Perseroan yang meleburkan
diri.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Perikatan dan kerugian Perseroan yang menjadi tanggung jawab
pribadi pemegang saham adalah perikatan dan kerugian yang
terjadi setelah lewat waktu 6 (enam) bulan tersebut.
Yang . . .
- 6 -
Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” adalah
kejaksaan untuk kepentingan umum, pemegang saham, Direksi,
Dewan Komisaris, karyawan Perseroan, kreditor, dan/atau
pemangku kepentingan (stake holder) lainnya.
Ayat (7)
Karena status dan karakteristik yang khusus, persyaratan
jumlah pendiri bagi Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat
ini diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “persero” adalah badan usaha milik
negara yang berbentuk Perseroan yang modalnya terbagi
dalam saham yang diatur dalam Undang-Undang tentang
Badan Usaha Milik Negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai
kewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya badan hukum
Indonesia yang berbentuk Perseroan didirikan oleh warga
negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun,
kepada warga negara asing atau badan hukum asing
diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum
Indonesia yang berbentuk Perseroan sepanjang undangundang
yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut
memungkinkan, atau pendirian Perseroan tersebut diatur
dengan undang-undang tersendiri.
Dalam hal pendiri adalah badan hukum asing, nomor dan
tanggal pengesahan badan hukum pendiri adalah dokumen
yang sejenis dengan itu, antara lain certificate of
incorporation.
Dalam hal pendiri adalah badan hukum negara atau daerah,
diperlukan Peraturan Pemerintah tentang penyertaan dalam
Perseroan atau Peraturan Daerah tentang penyertaan daerah
dalam Perseroan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
- 7 -
Huruf c
Yang dimaksud dengan “mengambil bagian saham” adalah
jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada saat
pendirian Perseroan.
Apabila ada penyetoran yang melebihi nilai nominal sehingga
menimbulkan selisih antara nilai yang sebenarnya dibayar
dengan nilai nominal, selisih tersebut dicatat dalam laporan
keuangan sebagai agio.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “jasa teknologi informasi sistem
administrasi badan hukum” adalah jenis pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan badan
hukum Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “langsung” dalam ketentuan ini adalah
pada saat yang bersamaan dengan saat pengajuan permohonan
diterima.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “tanda tangan secara elektronik” adalah
tanda tangan yang dilekatkan atau disertakan pada data
elektronik oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan
keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda
tangan pejabat yang berwenang tersebut yang dibuat melalui
media komputer.
Ayat (7) . . .
- 8 -
Ayat (7)
Lihat penjelasan ayat (3).
Ayat (8)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak
dikenakan biaya tambahan.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini “perbuatan hukum” yang dimaksud, antara
lain perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri dengan
pihak lain yang akan diperhitungkan dengan kepemilikan dan
penyetoran saham calon pendiri dalam Perseroan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dilekatkan” adalah penyatuan dokumen
yang dilakukan dengan cara melekatkan atau menjahitkan
dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur tata cara yang harus ditempuh untuk
mengalihkan kepada Perseroan hak dan/atau kewajiban yang
timbul dari perbuatan calon pendiri yang dibuat sebelum
Perseroan didirikan melalui penerimaan secara tegas atau
pengambilalihan hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan
hukum dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14 . . .
- 9 -
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perbuatan hukum atas nama Perseroan”
adalah perbuatan hukum, baik yang menyebutkan Perseroan
sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan
Perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan
hukum.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota
Direksi tidak dapat melakukan perbuatan hukum atas nama
Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, tanpa
persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggota
Dewan Komisaris.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”tanggung jawab pendiri yang
bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan” adalah tanggung
jawab pendiri yang melakukan perbuatan tersebut secara pribadi
dan Perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum
yang dilakukan pendiri tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “dihadiri” adalah dihadiri sendiri ataupun
diwakilkan berdasarkan surat kuasa.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 6.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h . . .
- 10 -
Huruf h
Yang dimaksud dengan “tata cara pengangkatan” adalah
termasuk prosedur pemilihan, antara lain pemilihan secara
lisan atau dengan surat tertutup dan pemilihan calon secara
perseorangan atau paket.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada tulisan singkatan “Tbk”, berarti Perseroan
itu berstatus tertutup.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan Perseroan
mempunyai tempat kedudukan di desa atau di kecamatan
sepanjang anggaran dasar mencantumkan nama kota atau
kabupaten dari desa dan kecamatan tersebut. Contoh: PT A
bertempat kedudukan di desa Bojongsari, Kecamatan Pandaan,
Kabupaten Pasuruan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Maksud dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan.
Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan
dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci
secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh
bertentangan dengan anggaran dasar.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20 . . .
- 11 -
Pasal 20
Ayat (1)
Persetujuan kurator dilaksanakan sebelum pengambilan
keputusan perubahan anggaran dasar. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya
penolakan oleh kurator sehingga berakibat keputusan perubahan
anggaran dasar menjadi batal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 6
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Perubahan anggaran dasar dari status Perseroan yang
tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya
meliputi perubahan seluruh ketentuan anggaran dasar
sehingga persetujuan Menteri diberikan atas perubahan
seluruh anggaran dasar tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “harus dinyatakan dengan akta notaris”
adalah harus dalam bentuk akta pernyataan keputusan rapat
atau akta perubahan anggaran dasar.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9) . . .
- 12 -
Ayat (9)
Dalam hal permohonan tetap diajukan, Menteri wajib menolak
permohonan atau pemberitahuan tersebut.
Pasal 22
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini tidak mengurangi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (7).
Contoh:
Perseroan didirikan untuk 50 (lima puluh) tahun dan akan
berakhir pada tanggal 15 November 2007 sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) apabila jangka
waktu berdirinya Perseroan akan diperpanjang, permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan
jangka waktu tersebut harus sudah diajukan kepada Menteri
paling lambat tanggal 15 September 2007.
Dalam hal RUPS telah mengambil keputusan untuk
memperpanjang jangka waktu tersebut pada tanggal 1 Agustus
2007 dan telah dinyatakan dalam akta Notaris pada tanggal 7
Agustus 2007, pengajuan permohonan kepada Menteri harus
diajukan paling lambat 7 September 2007.
Dalam hal RUPS untuk perpanjangan jangka waktu tersebut
diadakan pada tanggal 20 Agustus 2007, perpanjangan jangka
waktu tersebut harus dinyatakan dalam akta Notaris dan
diajukan permohonannya kepada Menteri paling lambat pada
tanggal 15 September 2007 sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Undang-Undang ini menentukan lain”
adalah, antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan
Pasal 26 Undang-Undang ini yang mengatur adanya persyaratan
yang harus dipenuhi sebelum berlakunya Keputusan Menteri
atau adanya tanggal kemudian yang ditetapkan dalam
Keputusan Menteri, yang memuat syarat tunda yang harus
dipenuhi lebih dahulu atau tanggal kemudian.
Pasal 24 . . .
- 13 -
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tanggal kemudian yang ditetapkan”
adalah tanggal setelah tanggal persetujuan Menteri.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tanggal kemudian yang ditetapkan
dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan” adalah
tanggal yang telah disepakati oleh para pihak dan merupakan
tanggal setelah tanggal penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar oleh Menteri.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perubahan data Perseroan” adalah
antara lain data tentang pemindahan hak atas saham,
penggantian anggota Direksi dan Dewan Komisaris,
pembubaran Perseroan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) . . .
- 14 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha tertentu”, antara lain
usaha perbankan, asuransi, atau freight forwarding.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini diperlukan untuk mengantisipasi
perubahan keadaan perekonomian.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “bukti penyetoran yang sah”, antara lain
bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas
nama Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit
oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh
Direksi dan Dewan Komisaris.
Ayat (3)
Ketentuan ini menegaskan bahwa tidak dimungkinkan
penyetoran atas saham dengan cara mengangsur.
Pasal 34
Ayat (1)
Pada umumnya penyetoran saham adalah dalam bentuk uang.
Namun, tidak ditutup kemungkinan penyetoran saham dalam
bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak
berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata
telah diterima oleh Perseroan.
Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai
rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam,
status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu
demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.
Ayat (2) . . .
- 15 -
Ayat (2)
Nilai wajar setoran modal saham ditentukan sesuai dengan nilai
pasar. Jika nilai pasar tidak tersedia, nilai wajar ditentukan
berdasarkan teknik penilaian yang paling sesuai dengan
karakteristik setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan
terbaik.
Yang dimaksud dengan “ahli yang tidak terafiliasi” adalah ahli
yang tidak mempunyai:
a. hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan
sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun
vertikal dengan pegawai, anggota Direksi, Dewan Komisaris,
atau pemegang saham dari Perseroan;
b. hubungan dengan Perseroan karena adanya kesamaan satu
atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris;
c. hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung
maupun tidak langsung; dan/atau
d. saham dalam Perseroan sebesar 20% (dua puluh persen)
atau lebih.
Ayat (3)
Maksud diumumkannya penyetoran saham dalam bentuk benda
tidak bergerak dalam Surat Kabar, adalah agar diketahui umum
dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan
untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda
tersebut sebagai setoran modal saham, misalnya ternyata
diketahui benda tersebut bukan milik penyetor.
Pasal 35
Ayat (1)
Diperlukannya persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat ini adalah untuk menegaskan bahwa hanya dengan
persetujuan RUPS dapat dilakukan kompensasi karena dengan
disetujuinya kompensasi, hak didahulukan pemegang saham
lainnya untuk mengambil saham baru dengan sendirinya
dilepaskan.
Ayat (2)
Berdasarkan ketentuan pada ayat ini, bunga dan denda yang
terutang sekalipun telah jatuh waktu dan harus dibayar karena
secara nyata tidak diterima oleh Perseroan, tidak dapat
dikompensasikan sebagai setoran saham.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 16 -
Huruf b
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pihak yang
menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah
membayar lunas utang Perseroan sehingga mempunyai hak
tagih terhadap Perseroan.
Huruf c
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah kewajiban
pembayaran utang oleh Perseroan dalam kedudukannya
sebagai penanggung atau penjamin menjadi hapus hak tagih
kreditor dikompensasi dengan setoran saham yang
dikeluarkan oleh Perseroan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Pada prinsipnya, pengeluaran saham adalah suatu upaya
pengumpulan modal, maka kewajiban penyetoran atas saham
seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian,
Pasal ini menentukan bahwa Perseroan tidak boleh
mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri.
Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang
(cross holding) yang terjadi apabila Perseroan memiliki saham
yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham
Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila
Perseroan pertama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa
melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau lebih dan
sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan
pertama.
Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah
kepemilikan Perseroan pertama atas saham pada Perseroan
kedua melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau
lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada
Perseroan pertama.
Ayat (2)
Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh
Perseroan sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan
silang tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut diperoleh
berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat
oleh karena dalam hal ini tidak ada pengeluaran saham yang
memerlukan setoran dana dari pihak lain sehingga tidak
melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
Ayat (3) . . .
- 17 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “perusahaan efek” adalah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Pasal 37
Ayat (1)
Pembelian kembali saham Perseroan tidak menyebabkan
pengurangan modal, kecuali apabila saham tersebut ditarik
kembali.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah seluruh
harta kekayaan Perseroan dikurangi seluruh kewajiban
Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang
disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan jangka waktu 3 (tiga) tahun pada ayat ini
dimaksudkan agar Perseroan dapat menentukan apakah saham
tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengan cara
pengurangan modal.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” adalah penentuan tentang
saat, cara pembelian kembali saham, dan jumlah saham yang
akan dibeli kembali, tetapi tidak termasuk hal-hal yang menjadi
tugas Direksi dalam pembelian kembali saham, seperti
melakukan pembayaran, menyimpan surat saham, dan
mencatatkan dalam daftar pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 40 . . .
- 18 -
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “modal Perseroan“ adalah modal dasar,
modal ditempatkan, dan modal disetor.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” pada ayat ini adalah
penentuan saat, cara, dan jumlah penambahan modal yang tidak
melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan oleh RUPS,
tetapi tidak termasuk hal-hal yang menjadi tugas Direksi dalam
penambahan modal, seperti menerima setoran saham dan
mencatatnya dalam daftar pemegang saham.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “jumlah saham dengan hak suara”
adalah jumlah seluruh saham dengan hak suara yang telah
dikeluarkan oleh Perseroan.
Yang dimaksud dengan “kecuali ditentukan lebih besar dalam
anggaran dasar” adalah kuorum yang ditetapkan dalam anggaran
dasar lebih tinggi daripada kuorum yang ditentukan pada ayat
ini.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “saham yang ditujukan kepada
karyawan Perseroan”, antara lain saham yang dikeluarkan
dalam rangka ESOP (employee stocks option program)
Perseroan dengan segenap hak dan kewajiban yang melekat
padanya.
Huruf b . . .
- 19 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “reorganisasi dan/atau
restrukturisasi”, antara lain Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, kompensasi piutang, atau Pemisahan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “jangka waktu 14 (empat belas) hari”
termasuk batas waktu bagi pemegang saham untuk mengambil
bagian dari pemegang saham lain yang tidak menggunakan
haknya.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pengurangan modal” adalah
pengurangan modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor.
Pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor dapat terjadi
dengan cara menarik kembali saham yang telah dikeluarkan
untuk dihapus atau dengan cara menurunkan nilai nominal
saham.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
“Penarikan kembali saham” berarti saham tersebut ditarik dari
peredaran dalam rangka pengurangan modal ditempatkan dan
modal disetor.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penarikan kembali saham” adalah
penarikan kembali saham yang mengakibatkan penghapusan
saham tersebut dari peredaran.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 48 . . .
- 20 -
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Perseroan hanya
diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan
Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah
instansi yang berdasarkan undang-undang berwenang
mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan usahanya di
bidang tertentu, misalnya Bank Indonesia berwenang mengawasi
Perseroan di bidang perbankan, Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral berwenang mengawasi Perseroan di bidang energi dan
pertambangan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tidak dapat menjalankan hak selaku
pemegang saham”, misalnya hak untuk dicatat dalam daftar
pemegang saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan
suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang
dibagikan.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “jumlah yang disetor” adalah paling
sedikit sama dengan jumlah nilai nominal saham.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 21 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “daftar khusus” adalah salah satu
sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan
kepentingan anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan
pada Perseroan yang bersangkutan atau Perseroan lain sehingga
pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan
sekecil mungkin.
Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah istri atau suami
dan anak-anaknya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan ”tidak mengatur lain“ adalah bukan
berarti tidak diadakan kewajiban untuk menyusun daftar
pemegang saham dan daftar khusus bagi Perseroan Terbuka,
tetapi peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
dapat menentukan kriteria data yang harus dimasukkan dalam
daftar pemegang saham dan daftar khusus.
Pasal 51
Pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran
dasar sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan ketentuan ini, para pemegang saham tidak
diperkenankan membagi-bagi hak atas 1 (satu) saham menurut
kehendaknya sendiri.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “klasifikasi saham” adalah
pengelompokan saham berdasarkan karakteristik yang sama.
Ayat (2) . . .
- 22 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “saham biasa“ adalah saham yang
mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam
RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan
Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang
dibagikan, dan menerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat
dimiliki juga oleh pemegang saham klasifikasi lain.
Ayat (4)
Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan
bahwa klasifikasi tersebut masing-masing berdiri sendiri,
terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan gabungan dari
2 (dua) klasifikasi atau lebih.
Pasal 54
Ayat (1)
Pecahan saham hanya dimungkinkan apabila diatur dalam
anggaran dasar
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “akta”, baik berupa akta yang dibuat di
hadapan notaris maupun akta bawah tangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “memberitahukan perubahan susunan
pemegang saham kepada Menteri” adalah termasuk juga
perubahan susunan pemegang saham yang disebabkan karena
warisan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 57 . . .
- 23 -
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “peralihan hak karena hukum”, antara
lain peralihan hak karena kewarisan atau peralihan hak sebagai
akibat Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “hanya berlaku 1 (satu) kali” adalah
anggaran dasar Perseroan tidak boleh menentukan menawarkan
sahamnya lebih dari 1 (satu) kali sebelum menawarkan kepada
pihak ketiga.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan
hak kebendaan kepada pemiliknya. Hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap setiap orang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Perseroan atau pihak lain yang
berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham
tersebut.
Ayat (4)
Ketentuan ini menegaskan kembali asas hukum yang tidak
memungkinkan pengalihan hak suara terlepas dari kepemilikan
atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara dapat
diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang
saham dan pemegang agunan.
Pasal 61 . . .
- 24 -
Pasal 61
Ayat (1)
Gugatan yang diajukan pada dasarnya memuat permohonan agar
Perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan
mengambil langkah tertentu baik untuk mengatasi akibat yang
sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di
kemudian hari.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah kekayaan
bersih menurut neraca terbaru yang disahkan dalam waktu
6 (enam) bulan terakhir.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan” adalah peraturan perundang-undangan
menentukan lain bahwa persetujuan atas rencana kerja
diberikan oleh RUPS, maka anggaran dasar tidak dapat
menentukan rencana kerja disetujui oleh Dewan Komisaris atau
sebaliknya. Demikian juga, apabila peraturan perundangundangan
menentukan bahwa rencana kerja harus mendapat
persetujuan dari Dewan Komisaris atau RUPS, maka anggaran
dasar tidak dapat menentukan bahwa rencana kerja cukup
disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris atau RUPS.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 65 . . .
- 25 -
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “laporan kegiatan Perseroan” adalah
termasuk laporan tentang hasil atau kinerja Perseroan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “rincian masalah” adalah termasuk
sengketa atau perkara yang melibatkan Perseroan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “standar akuntansi keuangan“ adalah
standar yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi Akuntan
Indonesia yang diakui Pemerintah Republik Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penandatanganan laporan tahunan”
adalah bentuk pertanggungjawaban anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam hal laporan keuangan Perseroan diwajibkan diaudit oleh
akuntan publik, laporan tahunan yang dimaksud adalah laporan
tahunan yang memuat laporan keuangan yang telah diaudit.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “alasan secara tertulis” adalah agar RUPS
dapat menggunakannya sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam memberikan penilaian terhadap laporan tersebut.
Anggota . . .
- 26 -
Anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
memberikan alasan, antara lain karena yang bersangkutan telah
meninggal dunia, alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam
surat tersendiri yang dilekatkan pada laporan tahunan
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan kepada
akuntan publik untuk diaudit timbul dari sifat Perseroan yang
bersangkutan.
Kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan kepada
pengawasan ekstern dibenarkan dengan asumsi bahwa
kepercayaan masyarakat tidak boleh dikecewakan. Demikian
juga halnya dengan Perseroan yang untuk pembiayaannya
mengharapkan dana dari pasar modal.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha Perseroan yang
menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat“, antara
lain bank, asuransi, reksa dana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “surat pengakuan utang“, antara
lain obligasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Maksud pengumuman tersebut adalah dalam rangka
akuntabilitas dan keterbukaan kepada masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 69 . . .
- 27 -
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Laporan keuangan yang dihasilkan harus mencerminkan
keadaan yang sebenarnya dari aktiva, kewajiban, modal, dan
hasil usaha dari Perseroan. Direksi dan Dewan Komisaris
mempunyai tanggung jawab penuh akan kebenaran isi laporan
keuangan Perseroan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “laba bersih” adalah keuntungan tahun
berjalan setelah dikurangi pajak.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “saldo laba yang positif” adalah laba
bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan yang telah menutup
akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.
Ayat (3)
Perseroan membentuk cadangan wajib dan cadangan lainnya.
Cadangan yang dimaksud pada ayat (1) adalah cadangan wajib.
Cadangan wajib adalah jumlah tertentu yang wajib disisihkan
oleh Perseroan setiap tahun buku yang digunakan untuk
menutup kemungkinan kerugian Perseroan pada masa yang
akan datang. Cadangan wajib tidak harus selalu berbentuk uang
tunai, tetapi dapat berbentuk aset lainnya yang mudah dicairkan
dan tidak dapat dibagikan sebagai dividen. Sedangkan yang
dimaksud dengan “cadangan lainnya” adalah cadangan di luar
cadangan wajib yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
Perseroan, misalnya untuk perluasan usaha, untuk pembagian
dividen, untuk tujuan sosial, dan lain sebagainya.
Ketentuan paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah
modal yang ditempatkan dan disetor dinilai sebagai jumlah yang
layak untuk cadangan wajib.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Keputusan RUPS pada ayat ini harus memperhatikan
kepentingan Perseroan dan kewajaran.
Berdasarkan . . .
- 28 -
Berdasarkan keputusan RUPS tersebut dapat ditetapkan
sebagian atau seluruh laba bersih digunakan untuk pembagian
dividen kepada pemegang saham, cadangan, dan/atau
pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi
dan Dewan Komisaris, serta bonus untuk karyawan.
Pemberian tansiem dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja
Perseroan telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”seluruh laba bersih” adalah seluruh
jumlah laba bersih dari tahun buku yang bersangkutan setelah
dikurangi akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku
sebelumnya.
Ayat (3)
Dalam hal laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan
belum seluruhnya menutup akumulasi kerugian Perseroan dari
tahun buku sebelumnya, Perseroan tidak dapat membagikan
dividen karena Perseroan masih mempunyai saldo laba bersih
negatif.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Contoh dividen interim yang harus dikembalikan adalah sebagai
berikut.
Dividen interim yang telah dibagikan sebesar Rp1.000,00 (seribu
rupiah) per saham. Perseroan menderita kerugian dan tidak
mempunyai saldo laba positif sehingga tidak ada dividen yang
dibagikan. Oleh karena itu, yang harus dikembalikan adalah
Rp1.000,00 (seribu rupiah) per saham.
Seandainya Perseroan menderita kerugian, tetapi Perseroan
mempunyai laba ditahan (retained earning) dan saldo laba positif
hingga, misalnya RUPS menetapkan dividen sebesar Rp200,00
(dua ratus rupiah) per saham. Oleh karena, itu saham yang
harus dikembalikan adalah Rp1000,00 (seribu rupiah) dikurangi
Rp200,00 (dua ratus rupiah) berarti Rp800,00 (delapan ratus
rupiah).
Ayat (6) . . .
- 29 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengambilan dividen yang dimaksud adalah jumlah nominal
dividen tidak termasuk bunga.
Ayat (3)
Jumlah dividen yang tidak diambil dan menjadi hak Perseroan
dibukukan dalam pos pendapatan lain-lain dari Perseroan.
Pasal 74
Ayat (1)
Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan
Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan,
nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang
kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya
alam.
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah
Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber
daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi
kemampuan sumber daya alam.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk
sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
terkait.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 30 -
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan berkenaan dengan hak
pemegang saham untuk memperoleh keterangan berkaitan
dengan mata acara rapat dengan tidak mengurangi hak
pemegang saham untuk mendapatkan keterangan lainnya
berkaitan dengan hak pemegang saham yang diatur dalam
Undang-Undang ini, antara lain hak pemegang saham untuk
melihat daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4), serta hak pemegang saham
untuk mendapatkan bahan-bahan rapat segera setelah panggilan
RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) dan ayat
(4).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3)” adalah RUPS harus diadakan di wilayah negara
Republik Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandatangani” adalah
disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik.
Pasal 78 . . .
- 31 -
Pasal 78
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “RUPS lainnya” dalam praktik sering
dikenal sebagai RUPS luar biasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “alasan yang menjadi dasar permintaan
diadakan RUPS”, antara lain karena Direksi tidak mengadakan
RUPS tahunan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan
atau masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris akan berakhir.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 32 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “penetapan pengadilan mengenai kuorum
kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS” adalah khusus berlaku untuk RUPS ketiga,
sedangkan untuk RUPS pertama dan RUPS kedua ketentuan
kuorum kehadiran dan persyaratan pengambilan keputusan
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, Pasal
87, Pasal 88, dan Pasal 89 atau anggaran dasar Perseroan.
Yang dimaksud dengan “bentuk RUPS” adalah RUPS tahunan
atau RUPS lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap” adalah bahwa atas penetapan tersebut tidak dapat
diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Ketentuan
ini dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.
Ayat (7)
Upaya hukum yang dimungkinkan apabila penetapan pengadilan
menolak permohonan adalah hanya upaya hukum kasasi dan
tidak dimungkinkan peninjauan kembali.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Pemanggilan RUPS
dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris, antara lain dalam hal
Direksi tidak menyelenggarakan RUPS sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 79 ayat (6), dalam hal Direksi berhalangan atau
terdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan Perseroan.
Pasal 82
Ayat (1)
“Jangka waktu 14 (empat belas) hari“ adalah jangka waktu
minimal untuk memanggil rapat. Oleh karena itu, dalam
anggaran dasar tidak dapat menentukan jangka waktu lebih
singkat dari 14 (empat belas) hari kecuali untuk rapat kedua
atau rapat ketiga sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Ayat (2) . . .
- 33 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kepada pemegang saham mengusulkan kepada Direksi untuk
penambahan acara RUPS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kecuali anggaran dasar menentukan
lain” adalah apabila anggaran dasar mengeluarkan satu saham
tanpa hak suara. Dalam hal anggaran dasar tidak menentukan
hal tersebut, dapat dianggap bahwa setiap saham yang
dikeluarkan mempunyai satu hak suara.
Ayat (2)
Dengan ketentuan ini saham Perseroan yang dikuasai oleh
Perseroan tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, tidak
mempunyai hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan
kuorum.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dikuasai sendiri” adalah dikuasai
baik karena hubungan kepemilikan, pembelian kembali
maupun karena gadai.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 34 -
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini merupakan perwujudan asas
musyawarah untuk mufakat yang diakui dalam Undang-Undang
ini. Oleh karena itu, suara yang berbeda (split voting) tidak
dibenarkan.
Bagi Perseroan Terbuka suara berbeda yang dikeluarkan oleh
bank kustodian atau perusahaan efek yang mewakili pemegang
saham dalam dana bersama (mutual fund) bukan merupakan
suara yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat ini.
Ayat (4)
Dalam menetapkan kuorum RUPS, saham dari pemegang saham
yang diwakili anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan sebagai kuasa ikut dihitung, tetapi dalam
pemungutan suara mereka sebagai kuasa pemegang saham tidak
berhak mengeluarkan suara.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 86
Ayat (1)
Penyimpangan atas ketentuan pada ayat ini hanya
dimungkinkan dalam hal yang ditentukan Undang-Undang ini.
Anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih
kecil daripada kuorum yang ditentukan oleh Undang-Undang
ini.
Ayat (2)
Dalam hal kuorum RUPS pertama tidak tercapai, rapat harus
tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan membuat notulen
rapat yang menerangkan bahwa RUPS pertama tidak dapat
dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat
diadakan pemanggilan RUPS yang kedua.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) . . .
- 35 -
Ayat (5)
Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, maka RUPS
harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan membuat
notulen RUPS yang menerangkan bahwa RUPS kedua tidak dapat
dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat
diajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk
menetapkan kuorum RUPS ketiga.
Ayat (6)
Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, penetapan
dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili ketua.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap” adalah bahwa atas penetapan tersebut tidak dapat
diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah
hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang
hadir atau diwakili dalam RUPS.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua)
bagian” adalah bahwa usul dalam mata acara rapat harus
disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah suara yang
dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada
yang memperoleh suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian,
pemungutan suara atas 2 (dua) usul atau calon yang
mendapatkan suara terbanyak harus diulang sehingga salah satu
usul atau calon mendapatkan suara lebih dari 1/2 (satu perdua)
bagian.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 36 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kuorum kehadiran dan/atau ketentuan
tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih
besar“ adalah lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat ini,
tetapi tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat (1).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 90
Ayat (1)
Penandatanganan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu)
orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta
RUPS dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan kebenaran
isi risalah RUPS tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 91
Yang dimaksud dengan “pengambilan keputusan di luar RUPS” dalam
praktik dikenal dengan usul keputusan yang diedarkan (circular
resolution).
Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS
secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan
secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang
saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh
pemegang saham.
Yang dimaksud dengan “keputusan yang mengikat” adalah keputusan
yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan
RUPS.
Pasal 92
Ayat (1)
Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan
yang, antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari
Perseroan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat “ adalah
kebijakan yang, antara lain didasarkan pada keahlian, peluang
yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 37 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Direksi sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan
Perseroan memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan
Perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak menetapkan
pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah
sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.
Pasal 93
Ayat (1)
Jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap telah menyebabkan
Perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak selesai
menjalani hukuman.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sektor keuangan”, antara lain
lembaga keuangan bank dan nonbank, pasar modal, dan
sektor lain yang berkaitan dengan penghimpunan dan
pengelolaan dana masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat pernyataan yang
dibuat oleh calon anggota Direksi yang bersangkutan berkenaan
dengan persyaratan ayat (1) dan surat dari instansi yang
berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).
Pasal 94
Ayat (1)
Kewenangan RUPS tidak dapat dilimpahkan kepada organ
Perseroan lainnya atau pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 38 -
Ayat (3)
Persyaratan pengangkatan anggota Direksi untuk “jangka waktu
tertentu”, dimaksudkan anggota Direksi yang telah berakhir
masa jabatannya tidak dengan sendirinya meneruskan
jabatannya semula, kecuali dengan pengangkatan kembali
berdasarkan keputusan RUPS. Misalnya untuk jangka waktu 3
(tiga) tahun atau 5 (lima) tahun sejak tanggal pengangkatan,
maka sejak berakhirnya jangka waktu tersebut mantan anggota
Direksi yang bersangkutan tidak berhak lagi bertindak untuk
dan atas nama Perseroan, kecuali setelah diangkat kembali oleh
RUPS.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “perubahan anggota Direksi” termasuk
perubahan karena pengangkatan kembali anggota Direksi.
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan “permohonan” adalah permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (2).
Yang dimaksud dengan “pemberitahuan” adalah pemberitahuan
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (3) dan pemberitahuan tentang data Perseroan lainnya
yang wajib diberitahukan kepada Menteri sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 95
Ayat (1)
Pengangkatan anggota Direksi batal karena hukum sejak
diketahuinya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93 oleh anggota Direksi lainnya atau
Dewan Komisaris berdasarkan bukti yang sah dan kepada
anggota Direksi yang bersangkutan diberitahukan secara tertulis
pada saat diketahuinya hal tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “anggota Direksi lainnya” adalah anggota
Direksi di luar anggota Direksi yang pengangkatannya batal dan
mempunyai wewenang mewakili Direksi sesuai dengan anggaran
dasar. Jika tidak terdapat anggota Direksi yang demikian itu,
yang melaksanakan pengumuman adalah Dewan Komisaris.
Ayat (3) . . .
- 39 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 96
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “besarnya gaji dan tunjangan anggota
Direksi” adalah besarnya gaji dan tunjangan bagi setiap anggota
Direksi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penuh tanggung jawab” adalah
memperhatikan Perseroan dengan saksama dan tekun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “mengambil tindakan untuk
mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian” termasuk juga
langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai
tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian,
antara lain melalui forum rapat Direksi.
Ayat (6)
Dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan, pemegang
saham yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan
pada ayat ini dapat mewakili Perseroan untuk melakukan
tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.
Ayat (7) . . .
- 40 -
Ayat (7)
Gugatan yang diajukan Dewan Komisaris adalah dalam rangka
tugas Dewan Komisaris melaksanakan fungsi pengawasan atas
pengurusan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi, untuk
mengajukan gugatan tersebut Dewan Komisaris tidak perlu
bertindak bersama-sama dengan anggota Direksi lainnya dan
kewenangan Dewan Komisaris tersebut tidak terbatas hanya
dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan
kepentingan.
Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Undang-Undang ini pada dasarnya menganut sistem perwakilan
kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota Direksi berwenang
mewakili Perseroan. Namun, untuk kepentingan Perseroan,
anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili
oleh anggota Direksi tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud “tidak boleh bertentangan dengan Undang-
Undang”, misalnya RUPS tidak berwenang memutuskan bahwa
Direksi di dalam mengagunkan atau mengalihkan sebagian
besar aset Perseroan cukup dengan persetujuan Dewan
Komisaris atau persetujuan RUPS dengan kuorum kurang dari
3/4 (tiga perempat).
Yang dimaksud ‘tidak boleh bertentangan dengan anggaran
dasar”, misalnya anggaran dasar menentukan untuk
peminjaman uang di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah), Direksi harus mendapatkan persetujuan Dewan
Komisaris.
RUPS tidak berwenang mengambil keputusan bahwa untuk
peminjaman uang di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah), Direksi harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris
tanpa terlebih dahulu mengubah ketentuan anggaran dasar
tersebut.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100 …
- 41 -
Pasal 100
Ayat (1)
Huruf a
Daftar pemegang saham dan daftar khusus sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
Risalah RUPS dan risalah rapat Direksi memuat segala
sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam setiap
rapat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “dokumen Perseroan lainnya”,
antara lain risalah rapat Dewan Komisaris, perizinan
Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 101
Setiap perolehan dan perubahan dalam kepemilikan saham tersebut
wajib dilaporkan. Laporan Direksi mengenai hal ini dicatat dalam
daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).
Yang dimaksud dengan “ keluarganya “, lihat penjelasan Pasal 50 ayat
(2).
Pasal 102
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kekayaan Perseroan” adalah semua
barang baik bergerak maupun tidak bergerak, baik berwujud
maupun tidak berwujud, milik Perseroan.
Yang dimaksud dengan “dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik
yang berkaitan satu sama lain maupun tidak” adalah satu
transaksi atau lebih yang secara kumulatif mengakibatkan
dilampauinya ambang 50% (lima puluh persen).
Penilaian lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih
didasarkan pada nilai buku sesuai neraca yang terakhir disahkan
RUPS.
Ayat (2) …
- 42 -
Ayat (2)
Berbeda dari transaksi pengalihan kekayaan, tindakan transaksi
penjaminan utang kekayaan Perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b tidak dibatasi jangka waktunya, tetapi
harus diperhatikan adalah jumlah kekayaan Perseroan yang
masih dalam penjaminan dalam kurun waktu tertentu.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tindakan pengalihan atau penjaminan
kekayaan Perseroan, misalnya penjualan rumah oleh perusahaan
real estate, penjualan surat berharga antarbank, dan penjualan
barang dagangan (inventory) oleh perusahaan distribusi atau
perusahaan dagang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 103
Yang dimaksud “kuasa” adalah kuasa khusus untuk perbuatan
tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa.
Pasal 104
Untuk membuktikan kesalahan atau kelalaian Direksi, gugatan
diajukan ke pengadilan niaga sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
Pasal 105
Ayat (1)
Keputusan RUPS untuk memberhentikan anggota Direksi dapat
dilakukan dengan alasan yang bersangkutan tidak lagi
memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi yang ditetapkan
dalam Undang-Undang ini, antara lain melakukan tindakan yang
merugikan Perseroan atau karena alasan lain yang dinilai tepat
oleh RUPS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembelaan diri dalam ketentuan ini dilakukan secara tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 106 ...
- 43 -
Pasal 106
Ayat (1)
Mengingat pemberhentian anggota Direksi oleh RUPS
memerlukan waktu untuk pelaksanaannya, sedangkan
kepentingan Perseroan tidak dapat ditunda, Dewan Komisaris
sebagai organ pengawas wajar diberikan kewenangan untuk
melakukan pemberhentian sementara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
RUPS didahului dengan panggilan RUPS yang dilakukan oleh
organ Perseroan yang memberhentikan sementara tersebut.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 107
Huruf a
Tata cara pengunduran diri anggota Direksi yang diatur dalam
anggaran dasar dengan pengajuan permohonan untuk
mengundurkan diri yang harus diajukan dalam kurun waktu
tertentu. Dengan lampaunya kurun waktu tersebut, anggota
Direksi yang bersangkutan berhenti dari jabatannya tanpa
memerlukan persetujuan RUPS.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) …
- 44 -
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan” adalah bahwa pengawasan dan
pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak
untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk
kepentingan Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berbeda dari Direksi yang memungkinkan setiap anggota Direksi
bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Direksi,
setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri
dalam menjalankan tugas Dewan Komisaris, kecuali
berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
Ayat (5)
Perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau
mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat
pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka
memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota Dewan
Komisaris yang lebih besar karena menyangkut kepentingan
masyarakat.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf c.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat pernyataan yang
dibuat oleh calon anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan
berkenaan dengan persyaratan ayat (1) dan surat dari instansi
yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112 …
- 45 -
Pasal 112
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “anggota Dewan Komisaris lainnya”
adalah anggota Dewan Komisaris di luar anggota Dewan
Komisaris yang pengangkatannya batal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa apabila Dewan
Komisaris bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya
sehingga mengakibatkan kerugian pada Perseroan karena
pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, anggota Dewan
Komisaris tersebut ikut bertanggung jawab sebatas dengan
kesalahan atau kelalaiannya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Huruf a
Risalah rapat Dewan Komisaris memuat segala sesuatu yang
dibicarakan dan diputuskan dalam rapat tersebut.
Yang dimaksud dengan “salinannya” adalah salinan risalah rapat
Dewan Komisaris karena asli risalah tersebut dipelihara Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100.
Huruf b …
- 46 -
Huruf b
Setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga
dilaporkan.
Yang dimaksud dengan “keluarganya“, lihat penjelasan Pasal 50
ayat (2).
Huruf c
Laporan Dewan Komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).
Pasal 117
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “memberikan persetujuan” adalah
memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan Komisaris.
Yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan
Komisaris mendampingi Direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu.
Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris
kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu
yang dimaksud ayat ini bukan merupakan tindakan pengurusan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “perbuatan hukum tetap mengikat
Perseroan” adalah perbuatan hukum yang dilakukan tanpa
persetujuan Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar tetap mengikat Perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak
lainnya tidak beritikad baik. Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat ini dapat mengakibatkan tanggung jawab pribadi
anggota Direksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 118
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wewenang
kepada Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan
Perseroan dalam hal Direksi tidak ada.
Yang dimaksud dengan “dalam keadaaan tertentu”, antara lain
keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b
dan Pasal 107 huruf c.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120 …
- 47 -
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Komisaris Independen yang ada di dalam pedoman tata kelola
Perseroan yang baik (code of good corporate governance) adalah
“Komisaris dari pihak luar”.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 121
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “komite”, antara lain komite audit,
komite remunerasi, dan komite nominasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar
saham dari Perseroan yang menggabungkan diri serta harga
wajar saham dari Perseroan yang menerima Penggabungan
untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam
rangka konversi saham.
Huruf d
Rancangan perubahan anggaran dasar dalam hal ini hanya
diwajibkan sebagai bagian dari usulan apabila
Penggabungan tersebut menyebabkan adanya perubahan
anggaran dasar.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “3 (tiga) tahun buku terakhir dari
Perseroan” adalah yang keseluruhannya mencakup 36 (tiga
puluh enam) bulan.
Huruf f …
- 48 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Perseroan tertentu” adalah Perseroan
yang mempunyai bidang usaha khusus, antara lain lembaga
keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank.
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain Bank
Indonesia untuk Penggabungan Perseroan perbankan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Ayat (1)
Pengambilalihan yang dimaksud dalam Pasal ini tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5) …
- 49 -
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “pihak yang akan mengambil alih” adalah
Perseroan, badan hukum lain yang bukan Perseroan, atau orang
perseorangan.
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar
saham dari Perseroan yang diambil alih serta harga wajar
saham penukarnya untuk menentukan perbandingan
penukaran saham dalam rangka konversi saham.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pengambilalihan saham Perseroan lain langsung dari pemegang
saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan
Pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui
perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil
alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan
anggaran dasar Perseroan yang diambil alih.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 126
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila
akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.
Selanjutnya …
- 50 -
Selanjutnya, dalam Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan harus juga dicegah kemungkinan terjadinya
monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang
merugikan masyarakat.
Ayat (2)
Pemegang saham yang tidak menyetujui Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan berhak meminta
kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai dengan harga
wajar saham dari Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf c dan Pasal 125 ayat (6)
huruf d.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 127
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan
kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya
rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika mereka merasa
kepentingannya dirugikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131 …
- 51 -
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan
mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau
Pengambilalihan.
Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh ) hari terhitung sejak tanggal:
a. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal
terjadi Penggabungan;
b. pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran
dasar; dan
c. pengesahan Menteri atas akta pendirian Perseroan dalam hal
terjadi Peleburan.
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pemisahan tidak murni” lazim
disebut spin off.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “beralih karena hukum” adalah beralih
berdasarkan titel umum sehingga tidak diperlukan akta
peralihan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138 ...
- 52 -
Pasal 138
Ayat (1)
Sebelum mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap
Perseroan, pemohon telah meminta secara langsung kepada
Perseroan mengenai data atau keterangan yang dibutuhkannya.
Dalam hal Perseroan menolak atau tidak memperhatikan
permintaan tersebut, ketentuan ini memberikan upaya yang
dapat ditempuh oleh pemohon.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 139
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “ahli” adalah orang yang mempunyai
keahlian dalam bidang yang akan diperiksa.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “semua dokumen” adalah semua buku,
catatan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan Perseroan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan pada ayat ini, pemohon
dapat menentukan sikap lebih lanjut terhadap Perseroan.
Pasal 141 …
- 53 -
Pasal 141
Ayat (1)
Dalam menetapkan biaya pemeriksaan bagi pemeriksa, ketua
pengadilan negeri mendasarkannya atas tingkat keahlian
pemeriksa dan batas kemampuan Perseroan serta ruang lingkup
Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembebanan penggantian biaya dimaksud ditetapkan oleh
pengadilan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan.
Pasal 142
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “dicabutnya izin usaha Perseroan
sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi” adalah
ketentuan yang tidak memungkinkan Perseroan untuk
berusaha dalam bidang lain setelah izin usahanya dicabut,
misalnya izin usaha perbankan, izin usaha perasuransian.
Ayat (2)
Berbeda dari bubarnya Perseroan sebagai akibat Penggabungan
dan Peleburan yang tidak perlu diikuti dengan likuidasi,
bubarnya Perseroan berdasarkan ketentuan ayat (1) harus selalu
diikuti dengan likuidasi.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “likuidasi yang dilakukan oleh
kurator” adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam hal
Perseroan bubar berdasarkan ketentuan ayat (1) huruf e.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) …
- 54 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Dengan pengangkatan likuidator, tidak berarti bahwa anggota
Direksi dan Dewan Komisaris diberhentikan, kecuali RUPS yang
memberhentikan.
Yang berwenang untuk melakukan pemberhentian sementara
likuidator dan pengawasan terhadapnya adalah Dewan
Komisaris sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
Pasal 143
Ayat (1)
Karena Perseroan yang dibubarkan masih diakui sebagai badan
hukum, Perseroan dapat dinyatakan pailit dan likuidator
selanjutnya digantikan oleh kurator.
Pernyataan pailit tidak mengubah status Perseroan yang telah
dibubarkan dan karena itu Perseroan harus dilikuidasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “alasan Perseroan tidak mungkin
untuk dilanjutkan”, antara lain:
a. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif)
selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan
dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada
instansi pajak;
b. dalam ...
- 55 -
b. dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak
diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui
iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan
RUPS;
c. dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam
Perseroan demikian rupa sehingga RUPS tidak dapat
mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu
pemegang saham memiliki masing-masing 50% (lima
puluh persen) saham; atau
d. kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa
sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak
mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 147
Ayat (1)
Penghitungan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dimulai sejak
tanggal:
a. pembubaran oleh RUPS karena Perseroan dibubarkan oleh
RUPS; atau
b. penetapan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena Perseroan dibubarkan berdasarkan
penetapan pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penghitungan jangka waktu 60 (enam puluh) hari dimulai sejak
tanggal pengumuman pemberitahuan kepada kreditor yang
paling akhir, misalnya pengumuman dalam Surat Kabar tanggal
1 Juli 2007, pengumuman dalam Berita Negara Republik
Indonesia tanggal 3 Juli 2007, maka tanggal pengumuman yang
paling akhir dimaksud adalah pada tanggal 3 Juli 2007.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b …
- 56 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dalam rencana pembagian
kekayaaan hasil likuidasi”, termasuk rincian besarnya utang
dan rencana pembayarannya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ‘tindakan lain yang perlu dilakukan
dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan”, antara lain
mengajukan permohonan pailit karena utang Perseroan lebih
besar daripada kekayaan Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “likuidator bertanggung jawab” adalah
likuidator harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas
likuidasi yang dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 153 ...
- 57 -
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Ayat (1)
Pada dasarnya terhadap Perseroan yang melakukan kegiatan
tertentu di bidang pasar modal, misalnya Perseroan Terbuka atau
bursa efek berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini. Namun,
mengingat kegiatan Perseroan tersebut mempunyai sifat tertentu
yang berbeda dari Perseroan pada umumnya, perlu dibuka
kemungkinan adanya pengaturan khusus terhadap Perseroan
tersebut.
Pengaturan khusus dimaksud, antara lain mengenai sistem
penyetoran modal, hal yang berkaitan dengan pembelian kembali
saham Perseroan, dan hak suara serta penyelenggaraan RUPS.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “asas hukum Perseroan” adalah asas
hukum yang berkaitan dengan hakikat Perseroan dan Organ
Perseroan.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang telah memperoleh status
badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan”
adalah Perseroan yang berstatus badan hukum yang didirikan
berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 158
Berdasarkan ketentuan ini, kepemilikan saham oleh Perseroan lain
tersebut harus sudah dialihkan kepada pihak lain yang tidak terkena
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dalam jangka waktu
1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 159 …
- 58 -
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4756