Mengenai Saya

Foto saya
YOGYA -TERNATE, DIY, Indonesia
ORANGNYA SANTAI, TAMPIL APA ADANYA, SENENG YANG SIMPEL2, DAN YANG PRAKTIS AJA, KALO SOAL KEBIJAKAN SAYA ORANGNYA CUKUP CEPAT DAN TEGAS

Minggu, 26 Oktober 2008

Lampiran II : Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 08 Tahun 2006
Tanggal : 30 Agustus 2006


PEDOMAN PENYUSUNAN
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
(ANDAL)


A. PENJELASAN UMUM

1. Pengertian
Yang dimaksud Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Yang dimaksud dampak besar dan penting selanjutnya disebut dampak penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.

Analisis Dampak Lingkungan Hidup selanjutnya disebut ANDAL adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

2. Fungsi pedoman penyusunan dokumen ANDAL

Pedoman penyusunan ANDAL digunakan sebagai dasar penyusunan ANDAL, baik AMDAL kegiatan tunggal, AMDAL kegiatan terpadu/multisektor maupun AMDAL kegiatan dalam kawasan.


B. SISTEMATIKA PENYUSUNAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)
Dokumen ANDAL harus disertai dengan abstrak lebih kurang 2 (dua) halaman yang berisi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan berbagai kemungkinan dampak penting baik pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi maupun pasca operasi.

Abstrak juga harus mengemukakan masukan penting yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan, perencana, dan pengelola rencana usaha dan/atau kegiatan.
BAB I. PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan mencakup :

1.1 Latar belakang

Uraikan latar belakang dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatan.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Uraikan tujuan dan manfaat mengapa rencana usaha dan/atau kegiatan harus dilaksanakan. Uraian tersebut mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Identifikasi kekurangan-kekurangan kondisi saat ini yang melatarbelakangi diperlukannya rencana usaha dan/atau kegiatan,
b. Tentukan kebutuhan-kebutuhan khusus yang akan dipenuhi berdasarkan atas kekurangan-kekurangan yang ada saat ini,
c. Tetapkan secara jelas sasaran-sasaran dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Uraian di atas merupakan dasar untuk menentukan alternatif-alternatif, pemenuhan kebutuhan, termasuk di dalamnya rencana usaha dan/atau kegiatan yang disampaikan oleh pemrakarsa.

Sebagai catatan, bagian ini bukan menjelaskan tujuan dan manfaat dilakukannnya studi AMDAL, namun menjelaskan tujuan dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatan yang dikaji dan manfaat yang akan dipenuhi dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut. Sebagai contoh: untuk proyek-proyek transportasi, kebutuhan didasarkan atas adanya keterbatasan sistem transportasi yang ada. Kebutuhan-kebutuhan khusus yang akan dipenuhi adalah untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas, mengatasi keterbatasan kapasitas tampung volume lalu lintas, atau kebutuhan untuk menjaga kualitas udara regional.

1.3 Peraturan

Sebutkan peraturan yang terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan beserta alasan singkat mengapa peraturan tersebut digunakan sebagai acuan.


BAB II. RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN

2.1 Identitas pemrakarsa dan penyusun ANDAL
Isi uraian mengenai identitas pemrakarsa dan penyusun ANDAL terdiri dari :

a. Pemrakarsa :

1. Nama dan alamat lengkap instansi/perusahaan sebagai pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan;
2. Nama dan alamat lengkap penanggung jawab pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan.

b. Penyusun ANDAL :
1. Nama dan alamat lengkap lembaga/perusahaan disertai dengan kualifikasi dan rujukannya;
2. Nama dan alamat lengkap penanggung jawab penyusun ANDAL.

2.2 Uraian rencana usaha dan/atau kegiatan

Uraian rencana usaha dan/atau kegiatan memuat tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang harus dilaksanakan.

a. Penentuan batas-batas lahan yang langsung akan digunakan oleh rencana usaha dan/atau kegiatan harus dinyatakan dalam peta berskala memadai, dan dapat memperlihatkan hubungan tata kaitan dan tata letak antara lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan usaha dan/atau kegiatan lainnya, seperti pemukiman (lingkungan hidup binaan manusia umumnya), dan lingkungan hidup alami yang terdapat di sekitar rencana usaha dan/atau kegiatan. Hutan lindung, cagar alam, suaka alam, suaka marga satwa, sumber mata air, sungai, dan kawasan lindung lainnya yang terletak dekat lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan harus diberikan tanda istimewa dalam peta;

b. Hubungan antara lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan jarak dan tersedianya sumber daya air, energi, sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati serta sumber daya manusia yang diperlukan oleh rencana usaha dan/atau kegiatan setelah usaha dan/atau kegiatan ini beroperasi. Hubungan ini perlu dikemukakan dalam peta dengan skala memadai;

c. Tata letak usaha dan/atau kegiatan dilengkapi dengan peta, yang berskala memadai, yang memuat informasi tentang letak bangunan dan struktur lainnya yang akan dibangun dalam lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan, serta hubungan bangunan dan struktur tersebut dengan bangunan yang sudah ada di sekitar rencana usaha dan/atau kegiatan (jalan raya, jalan kereta api, dermaga dan sebagainya);

d. Tahap pelaksanaan usaha dan/atau kegiatan tahap pra-konstruksi, konstruksi, jangka waktu masa operasi, hingga rencana waktu pasca operasi.

1. Tahap pra-konstruksi/persiapan

Uraikan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan dan jadual usaha dan/atau kegiatan pada tahap pra-konstruksi. Uraikan secara mendalam difokuskan pada kegiatan selama masa persiapan (pra-konstruksi) yang menjadi penyebab timbulnya dampak penting terhadap lingkungan hidup.

2. Tahap konstruksi

(a) Uraikan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan dan jadual usaha dan/atau kegiatan pada tahap konstruksi. Uraian secara mendalam difokuskan pada usaha dan/atau kegiatan yang menjadi penyebab timbulnya dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Misalnya:
(1) Rencana penyerapan tenaga kerja menurut jumlah, tempat asal tenaga kerja, dan kualifikasi pendidikan;
(2) Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana (jalan, listrik, air) dari rencana usaha dan/atau kegiatan;
(3) Kegiatan pengangkutan dan penimbunan bahan atau material yang dapat menimbulkan dampak lingkungan hidup;
(4) Jenis-jenis dan tipe peralatan yang digunakan.

(b) Uraikan tentang usaha dan/atau kegiatan pembangunan unit atau sarana pengendalian dampak (misal: unit pengolahan limbah), bila unit atau sarana dimaksud direncanakan akan dibangun oleh pemrakarsa. Di samping itu, bila ada, jelaskan pula upaya-upaya untuk mengatasi berbagai masalah lingkungan hidup yang timbul selama masa konstruksi;

(c) Uraikan tentang rencana pemulihan kembali bekas-bekas material/bahan, gudang, jalan-jalan darurat dan lain-lain setelah usaha dan/atau kegiatan konstruksi berakhir.

3. Tahap Operasi

(a) Uraikan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan dan jadual usaha dan/atau kegiatan pada tahap operasi. Uraian secara mendalam difokuskan pada usaha dan/atau kegiatan yang menjadi penyebab timbulnya dampak penting terhadap lingkungan hidup.

Misalnya:
(1) Identifikasi bahan baku dan bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi yang mungkin menimbulkan dampak penting lingkungan hidup serta cara pengangkutan dan penyimpanannya (misal: pestisida serta bahan berbahaya dan beracun lainnya);
(2) Rencana jumlah tenaga kerja, tempat asal tenaga kerja yang akan diserap langsung oleh rencana usaha dan/atau kegiatan pada tahap operasi;
(3) Rencana penyelamatan dan penanggulangan bahaya atau masalah selama operasi baik yang bersifat fisik maupun sosial;
(4) Karakteristik limbah yang dihasilkan baik limbah padat, cair maupun gas dan rencana-rencana pengelolaannya. Dalam kaitan ini perlu diuraikan pula sifat-sifat limbah B3 maupun non B3.

(b) Rencana rehabilitasi atau reklamasi lahan yang akan dilaksanakan selama masa operasi. Termasuk dalam hal ini rencana pengoperasian unit atau sarana pengendalian dampak yang telah dibangun pada masa konstruksi.

4. Tahap Pasca Operasi

Uraikan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan dan jadual usaha dan/atau kegiatan pada tahap pasca operasi.

Misalnya:
(a) Rencana merapikan kembali bekas serta tempat timbunan bahan/material, bedeng kerja, gudang, jalan darurat dan sebagainya;
(b) Rencana rehabilitasi atau reklamasi lahan yang akan dilaksanakan setelah masa operasi berakhir;
(c) Rencana pemanfaatan kembali lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan untuk tujuan lain bila seluruh rencana usaha dan/atau kegiatan berakhir;
(d) Rencana penanganan tenaga kerja yang dilepas setelah masa usaha dan/atau kegiatan berakhir.

2.3 Alternatif-alternatif yang dikaji dalam ANDAL
Kajian AMDAL merupakan studi kelayakan dari aspek lingkungan lingkungan hidup, maka komponen rencana usaha dan/atau kegiatan dapat memiliki beberapa alternatif, antara lain alternatif lokasi, desain, proses, tata letak bangunan atau sarana pendukung. Alternatif-alternatif yang dikaji dalam AMDAL dapat merupakan alternatif-alternatif yang telah direncanakan sejak semula atau yang dihasilkan selama proses kajian AMDAL berlangsung. Sebagaimana dalam dokumen KA-ANDAL, bagian ini menjelaskan proses pemilihan alternatif-alternatif dan uraian rinci komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji lebih lanjut dalam ANDAL sebagai berikut :
a. Dokumen ANDAL harus menjelaskan secara lebih rinci proses pemilihan alternatif. Penjelasan disini harus dapat memberikan gambaran secara sistematis dan logis terhadap proses dihasilkannya alternatif-alternatif yang dikaji. Bagian ini menguraikan identifikasi terhadap alternatif-alternatif yang telah dipertimbangkan pada dokumen KA-ANDAL. Alternatif-alternatif yang tidak akan dikaji lebih lanjut dalam studi ANDAL dijelaskan alasan-alasannya secara singkat mengapa alternatif-alternatif tersebut tidak dikaji lebih lanjut.
b. Bagian selanjutnya menjelaskan secara rinci dan mendalam alternatif-alternatif yang telah dipilih. Kajian dilakukan secara mendalam, objektif dan seimbang untuk masing-masing alternatif. Kajian tersebut dilakukan pada bab prakiraan dan evaluasi dampak dan harus dapat dipahami dengan jelas perbandingan masing-masing alternatif tersebut.

2.4 Keterkaitan rencana usaha dan/atau kegiatan dengan kegiatan lain disekitarnya

Uraikan mengenai kegiatan-kegiatan yang berada di sekitar rencana lokasi beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya, baik dampak rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah ada atau sebaliknya, termasuk dampak kumulatifnya.

Dalam hal terdapat beberapa alternatif rencana lokasi, maka uraian kegiatan-kegiatan yang berada di sekitar lokasi dilakukan untuk masing-masing alternatif lokasi tersebut.

BAB III. RONA LINGKUNGAN HIDUP

Dalam bab ini hendaknya dikemukakan rona lingkungan hidup selengkap mungkin. Dalam hal terdapat beberapa alternatif lokasi, maka uraian rona lingkungan hidup tersebut dilakukan untuk masing-masing alternatif. Uraian rona lingkungan hidup meliputi:

(1) Rona lingkungan hidup di wilayah studi rencana usaha dan/atau kegiatan, yang mengungkapkan secara mendalam komponen-komponen lingkungan hidup yang berpotensi terkena dampak penting usaha dan/atau kegiatan. Uraian rona lingkungan hidup agar menggunakan data yang mewakili setidak-tidaknya kondisi 2 (dua) musim. Selain itu komponen lingkungan hidup yang memiliki arti ekologis dan ekonomis perlu mendapat perhatian;

(2) Kondisi kualitatif dan kuantitatif dari berbagai sumber daya alam yang ada di wilayah studi rencana usaha dan/atau kegiatan, baik yang sudah atau yang akan dimanfaatkan maupun yang masih dalam bentuk potensi. Penyajian kondisi sumber daya alam ini perlu dikemukakan dalam peta dan atau label dengan skala memadai dan bila perlu harus dilengkapi dengan diagram, gambar, grafik atau foto;

(3) Data dan informasi rona lingkungan hidup
Uraikan secara singkat rona lingkungan hidup di wilayah studi rencana usaha dan/atau kegiatan. Rona lingkungan hidup yang diuraikan pada butir ini agar dibatasi pada komponen-komponen lingkungan hidup yang berkaitan dengan, atau berpotensi terkena dampak penting.


BAB IV. RUANG LINGKUP STUDI

Bab ruang lingkup studi mencakup tentang kajian dampak penting yang ditelaah serta wilayah studi berdasarkan hasil pelingkupan dalam KA-ANDAL (termasuk bila ada alternatif-alternatif) serta hal-hal lain yang ditemukan selama melakukan studi ANDAL, seperti perubahan jumlah dampak penting yang ditelaah, atau batas wilayah studi.

Masing-masing butir yang diuraikan pada bab ruang lingkup studi ini disusun dengan mengacu pada hasil pelingkupan dalam dokumen Kerangka Acuan.

4.1. Dampak penting yang ditelaah

Uraikan secara singkat mengenai dampak penting yang akan ditelaah dalam dokumen ANDAL mengacu pada hasil pelingkupan dalam dokumen KA-ANDAL

Uraian dalam bagian ini agar menginformasikan kronologi proses pelingkupan dimulai dari identifikasi sampai akhirnya dihasilkan dampak penting yang ditelaah. Uraian tersebut agar dilengkapi dengan bagan alir proses pelingkupan.

4.2. Wilayah studi dan batas waktu kajian

Uraian singkat tentang lingkup wilayah studi mengacu pada penetapan wilayah studi yang digariskan dalam Kerangka Acuan untuk ANDAL, dan hasil pengamatan di lapangan.

Batas wilayah studi ANDAL dimaksud digambarkan pada peta dengan skala yang memadai.

Batas waktu kajian mengacu pada batas waktu hasil pelingkupan sebagaimana ditentukan dalam Kerangka Acuan untuk ANDAL.

BAB V. PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Dalam bab ini dilakukan prakiraan terhadap besaran dan sifat penting dampak. Dalam melakukan prakiraan besaran dampak, maka hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan data yang menunjukkan perubahan kualitas lingkungan dari waktu ke waktu (time series data).

Dalam bab ini hendaknya dimuat:
(1) Prakiraan secara cermat besaran dampak usaha dan/atau kegiatan pada saat pra-konstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca operasi terhadap lingkungan hidup. Telaahan ini dilakukan dengan cara menganalisis perbedaan antara kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan dengan adanya usaha dan/atau kegiatan, dan kondisi kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan tanpa adanya usaha dan/atau kegiatan dalam batas waktu yang telah ditetapkan, dengan menggunakan metode prakiraan dampak;
(2) Penentuan sifat penting dampak mengacu pada pedoman penentuan dampak penting sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(3) Dalam melakukan telaahan butir 1 dan 2 tersebut perlu diperhatikan dampak yang bersifat langsung dan atau tidak langsung. Dampak langsung adalah dampak yang ditimbulkan secara langsung oleh adanya usaha dan/atau kegiatan. Sedang dampak tidak langsung adalah dampak yang timbul sebagai akibat berubahnya suatu komponen lingkungan hidup dan/atau usaha atau kegiatan primer oleh adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Dalam kaitan ini maka perlu diperhatikan mekanisme aliran dampak pada berbagai komponen lingkungan hidup sebagai berikut:

a. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen sosial;
b. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen fisik-kimia, kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan berturut-turut terhadap komponen biologi dan sosial;
c. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada komponen biologi, kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan pada komponen sosial;
d. Kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada aspek fisik-kimia dan selanjutnya membangkitkan dampak pada komponen sosial;
e. Dampak penting berlangsung saling berantai di antara komponen sosial itu sendiri;
f. Dampak penting pada butir a, b, c dan d yang telah diutarakan selanjutnya menimbulkan dampak balik pada rencana usaha dan/atau kegiatan.

(4) Mengingat rencana usaha dan/atau kegiatan masih berada pada tahap pemilihan alternatif komponen rencana usaha dan/atau kegiatan (misalnya: alternatif lokasi, alternatif tata letak bangunan atau sarana pendukung, atau alternatif teknologi proses produksi), maka telaahan sebagaimana dimaksud pada bab V angka 1 dan 2 di atas dilakukan untuk masing-masing alternatif yang terdapat dalam bab II angka 2.3. huruf b;
(5) Dalam melakukan analisis prakiraan besaran dampak penting agar digunakan metode-metode formal secara matematis. Penggunaan metode non formal hanya dilakukan bilamana dalam melakukan analisis tersebut tidak tersedia formula-formula matematis atau hanya dapat didekati dengan metode non formal.


BAB VI. EVALUASI DAMPAK PENTING

Dalam bab ini hendaknya diberikan uraian mengenai hasil telaahan dampak penting dari masing-masing alternatif rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil evaluasi ini selanjutnya menjadi masukan bagi instansi yang bertanggungjawab untuk memutuskan kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

6.1 Telaahan terhadap dampak penting

a. Telaahan secara holistik atas berbagai komponen lingkungan hidup yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar sebagaimana dikaji pada Bab VI, dilakukan dengan menggunakan metode-metode evaluasi yang lazim (antara lain metode matrik -Leopold, Lohani & Thanh, Sorensen, Battelle, Fisher & Davies, metode overlay dan metode lainnya yang memiliki dasar referensi) dan sesuai dengan kaidah metode evaluasi dampak penting dalam AMDAL sesuai keperluannya;

b. Evaluasi dampak yang bersifat holistik adalah telaahan secara totalitas terhadap beragam dampak penting hipotetik lingkungan hidup yang dimaksud pada Bab V, dengan sumber usaha dan/atau kegiatan penyebab dampak. Beragam komponen lingkungan hidup yang terkena dampak penting tersebut (baik positif maupun negatif) ditelaah sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling pengaruh-mempengaruhi, sehingga diketahui sejauhmana perimbangan dampak penting yang bersifat positif dengan yang bersifat negatif;

c. Dampak-dampak penting hipotetik yang dihasilkan dari evaluasi disajikan sebagai dampak-dampak penting yang harus dikelola.

d. Mengingat rencana usaha dan/atau kegiatan masih berada pada tahap pemilihan alternatif komponen rencana usaha dan/atau kegiatan (misal: alternatif lokasi, alternatif tata letak bangunan atau sarana pendukung, atau alternatif teknologi proses produksi), maka telaahan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c di atas dilakukan untuk masing-masing alternatif.

6.2 Pemilihan alternatif terbaik

Dalam hal kajian AMDAL memberikan beberapa alternatif komponen rencana usaha dan/atau kegiatan (misal: alternatif lokasi, alternatif tata letak bangunan atau sarana pendukung atau alternatif teknologi proses produksi), maka dalam sub bab ini sudah harus memberikan rekomendasi pilihan alternatif terbaik serta dasar pertimbangan pemilihan alternatif terbaik tersebut.

6.3 Telaahan sebagai dasar pengelolaan

Dalam bagian ini, telaahan sebagai dasar pengelolaan dilakukan untuk alternatif terbaik yang terpilih pada bab VI angka 6.2 di atas. Telaahan tersebut meliputi:

a. Hubungan sebab akibat (kausatif) antara rencana usaha dan/atau kegiatan dan rona lingkungan hidup dengan dampak positif dan negatif yang mungkin timbul. Misalnya, mungkin saja dampak penting timbul dari rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap rona lingkungan hidup, karena rencana usaha dan/atau kegiatan itu dilaksanakan di suatu lokasi yang terlalu padat manusia, atau pada tingkat pendapatan dan pendidikan yang terlampau rendah, bentuk teknologi yang tak sesuai dan sebagainya;

b. Ciri dampak penting ini juga perlu dikemukakan dengan jelas, dalam arti apakah dampak penting baik positif atau negatif akan berlangsung terus selama rencana usaha dan/atau kegiatan itu berlangsung nanti. Atau antara dampak-dampak satu dengan dampak yang lainnya akan terdapat hubungan timbal balik yang antagonistis dan sinergistis. Apabila dimungkinkan, uraikan kejelasan tentang waktu ambang batas (misal: baku mutu lingkungan) dampak penting mulai timbul. Apakah ambang batas tersebut akan mulai timbul setelah rencana usaha dan/atau kegiatan dilaksanakan atau akan terus berlangsung sejak masa pra-konstruksi dan akan berakhir bersama selesainya rencana usaha dan/atau kegiatan. Atau mungkin akan terus berlangsung, umpamanya lebih dari satu generasi;

c. Kelompok masyarakat yang akan terkena dampak negatif dan kelompok yang akan terkena dampak positif. Identifikasi kesenjangan antara perubahan yang diinginkan dan perubahan yang mungkin terjadi akibat usaha dan/atau kegiatan pembangunan;

d. Kemungkinan seberapa luas daerah yang akan terkena dampak penting ini, apakah hanya akan dirasakan dampaknya secara lokal, regional, nasional, atau bahkan internasional, melewati batas negara Republik Indonesia;

e. Analisis bencana dan analisis risiko bila rencana usaha dan/atau kegiatan berada di dalam daerah bencana alam atau di dekat sumber bencana alam.

Dalam sub bab ini harus menyampaikan arahan yang jelas mengenai rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang akan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dampak penting terhadap alternatif terbaik yang dipilih. Arahan pengelolaan dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan yang menimbulkan dampak, baik komponen kegiatan yang paling banyak memberikan dampak turunan (dampak yang bersifat strategis) maupun komponen kegiatan yang tidak banyak memberikan dampak turunan. Arahan pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan yang relevan untuk digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi penaatan (compliance), kecenderungan (trendline) dan tingkat kritis (critical level) dari suatu pengelolaan lingkungan hidup.




6.4 Rekomendasi penilaian kelayakan lingkungan

Rekomendasi penilaian kelayakan lingkungan merupakan pernyataan secara jelas terhadap kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang didasarkan atas hasil evaluasi dampak dan arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup untuk alternatif terbaik pada bab VI angka 6.2 dan 6.3.


DAFTAR PUSTAKA

Dalam hal ini hendaknya dikemukakan rujukan data dan pernyataan-pernyataan penting yang harus ditunjang oleh kepustakaan ilmiah yang mutakhir serta disajikan dalam suatu daftar pustaka dengan penulisan yang baku.

LAMPIRAN

Lampiran berisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Ringkasan dasar-dasar teori, asumsi-asumsi yang digunakan, tata cara, rincian proses dan hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan dalam prakiraan besaran dan sifat penting dampak serta evaluasi dampak.
2. Tanggapan dari pemrakarsa atas masukan secara tertulis selama proses penilaian AMDAL dilampirkan pada laporan akhir.
3. Surat izin/rekomendasi yang telah diperoleh pemrakarsa sampai dengan saat akan disusun dokumen ANDAL, RKL dan RPL;
4. Foto-foto yang dapat menggambarkan rona lingkungan hidup, usulan rencana usaha dan/atau kegiatan sehingga bisa memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang hubungan timbal balik serta kemungkinan dampak lingkungan hidup penting yang akan ditimbulkannya;
5. Diagram, peta, gambar, grafik, hasil analisis laboratorium, data hasil kuesioner dan tabel lain yang belum tercantum dalam dokumen;
6. Hal lain yang dianggap perlu atau relevan yang dimuat dalam lampiran ini.


Menteri Negara
Lingkungan Hidup,

ttd

Ir. Rachmat Witoelar.
Salinan susuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,

ttd

Hoetomo, MPA.

Bidang Lainnya

Ketahanan Pangan (T)1) Teknologi paska panen 2) Teknologi pengawasan pangan 3) Kajian sosial, ekonomi dan budaya Sumber Energi Baru dan Terbarukan (CT)1) Kajian teknologi pengolahan limbah nuklir dan proses pe-nyimpanan bahan bakar nuklir bekas. 2) Kajian teknologi dan keselamatan PLTN, transfer teknologi dan peningkatan partisipasi industri nasional 3) Penggunaan mesin berkas elektron untuk pengurangan polusi udara dari pembangkit listrik dengan sumber energi konvensional Teknologi Informasi dan Komunikasi (ST)1) Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pengem-bangan database penyakit menular, tidak menular, penyakit emerging, re-emerging. 2) Aplikasidan bioinformatik untuk mendukung pengembangan obat berbasis protein rekombinan (obat, diagnostika, vaksin) Program pengembangan dan penelitian telekomunikasi berbasis Internet Protocol (IP) dan teknologi penyiaran berbasis digital (digital broadcasting) untuk: a) Penyebaran informasi secara luas tentang situasi endemik penyakit menular, emerging, re-emerging, strategi pencegah-an, solusi serta pengendaliannya b) Sosialisasi Model Peningkatan perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Teknologi Informasi dan Komunikasi (ST)Program pengembangan dan penelitian telekomunikasi berbasis Internet Protocol (IP) dan teknologi penyiaran berbasis digital (digital broadcasting) untuk mendukung program pengem-bangan telemedicine. Teknologi Hankam (T)Peningkatan kemampuan biodefence untuk antisipasi ancaman senjata biologi (bioterorisme)

Kamis, 23 Oktober 2008

II. TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI

1 Pendahuluan

Laju pertumbuhan industri yang demikian pesatnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia merupakan suatu kedaan yang dilematis. Perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas tersebut secara alami dapat merubah keadaan lingkungan saat ini. Di satu sisi perubahan ini menimbulkan aspek yang menguntungkan, namun di sisi lain akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan, yaitu sebagai akibat dari limbah yang ditimbulkan seperti limbah padat, cair maupun limbah berupa gas. Untuk menjaga kualitas lingkungan tidak menurun dan tetap dapat termanfaatkan secara berkelanjutan maka limbah-limbah industri tersebut harus dikelola/dikendalikan. Salah satu cara yang relatif kuno tetapi masih efektif digunakan adalah dengan mengolah limbah tersebut atau disebut juga sebagai “end of pipe treatment”. Meskipun upaya pengolahan limbah cair sudah lama berkembang dan merupakan konsep pengelolaan lingkungan yang kuno, namun cara ini masih banyak digunakan dan masih tetap akan diperlukan.

2 Prinsip Pengendalian & Pengolahan Limbah Cair

Pada dasarnya upaya pengendalian dan pengolahan limbah cair industri ada 2 prinsip yang dapat digunakan sebelum air limbah tersebut diolah yaitu pengurangan volume (volume reduction) dan pengurangan kadar unsur-unsur pencemar (strength reduction) limbah cair.

2.1 Volume Reduction

Upaya pengurangan limbah cair dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan mengklasifikasikan air buangan, misalnya pemisahan air untuk proses dan air untuk pendingin (cooling water); konservasi air buangan; perubahan pada proses produksi (cleaner production); dan pemanfaatan kembali efluen sebagai air baku untuk air minum.

2.2 Strength Reduction




Pengurangan kadar unsur-unsur pencemar dapat dilakukan dengan beberap cara antara lain dengan merubah proses produksi, mengganti peralatan pabrik, dan yang cukup penting adalah proses ekualisasi air buangan. Karakteristik limbah industri yang seringkali tidak konstan dalam hal ini konsentrasi unsur-unsur pencemar, akan menyulitkan operasi suatu instalasi pengolahan limbah cair. Untuk menangani hal tersebut maka diperlukan suatu sistem ekualisasi sebelum limbah tersebut diolah. Dimensi bak ekualisasi ditentukan oleh siklus operasi proses industri. Gambar berikut merupakan ilustrasi manfaat bak ekualisasi.


Gambar 1. Ilustrasi ekualisasi sebelum dan sesudah bak ekualisasi

Pengolahan limbah cair sendiri akan melibatkan unit operasi yaitu pengolahan secara fisik dan unit proses atau pengolahan dengan mempergunakan zat-zat kimia dan aktivitas biologis. Pemilihan teknologi pengolahan limbah cair harus mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu :

1. Karakteristik air limbah. Selain jenis-jenis unsur pencemar, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah bentuk dari unsur-unsur pencemar tersebut, misalnya tersuspensi, koloid, atau terlarut; biodegradibilitas dan toksisitas dari unsur pencemar tersebut.

2. Baku mutu yang harus dipenuhi. Hal ini sangat penting dan berkaitan langsung dengan tingkat pengolahan limbah cair yang diperlukan. Pertimbangan lainnya adalah kemungkinan perubahan baku mutu yang akan semakin ketat di masa akan datang.

3. Biaya dan ketersediaan lahan. Beberapa alternatif pengolahan akan muncul berdasarkan karaktersitik dari air limbah yang akan diolah, namun hanya akan ada satu alternatif yang sifatnya cost-effective.

3 Konfigurasi Pengolahan Limbah Cair

Proses pengolahan limbah cair industri pada dasarnya terdiri dari pengolahan fisik atau juga dikenal sebagai primary treatment yang apabila perlu dilanjutkan dengan pengolahan secara kimiawi. Pengolahan selanjutnya adalah pengolahan secara biologis atau yang disebut juga sebagai secondary treatment. Beberapa referensi mengklasifikasikan pengolahan secara kimiawi merupakan bagian dari secondary treatment. Untuk mendapatkan kualitas efluen yang lebih baik lagi maka dilakukan pengolahan lebih lanjut yang disebut sebagai pengolahan tertier.

Gambar 2 memperlihatkan konfigurasi dari suatu sistem pengolahan limbah cair secara lengkap termasuk didalamnya sistem pengolahan limbah padat/sludge yang dihasilkan dari pengolahan air limbah, baik itu sludge dari proses pengendapan secara kimiawi maupun sludge biologi. Dari skema tersebut terlihat manfaat dan tujuan dari masing-masing tahapan pengolahan. Pada prinsipnya, pengolahan primer bertujuan untuk menyisihkan parameter pencemar yang akan mengganggu proses-proses selanjutnya (pengolahan sekunder dan tersier). Sebagai contoh, partikel-partikel kasar yang bersifat diskrit harus disisihkan terlebih dahulu karena akan mengganggu proses flokulasi dari koloid, demikian halnya dengan partikel koloid apabila tidak disisihkan akan mengganggu proses biologi dan adsorpsi. Dalam berbagai kasus diperlukan adanya suatu advance treatment mengingat karakterisitk air limbah yang sangat spesifik.



4 Pengolahan Fisik

Unit-unit pengolahan fisik yang hingga saat ini dikenal dan dikembangkan untuk limbah cair adalah :

· Screen; untuk menyaring benda-benda kasar

· Grit Chamber; untuk memisahkan pasir

· Communitor; memcahkan fecal

· Bak pengendap pertama; mengendapkan partikel-partikel padat (suspended solid)

· Flotasi; memisahkan partikel padat dari fasa cair

· Vacum filtration; mengurangi kadar air dari lumpur

· Thickener; mengurangi kadar air dari lumpur

· Sludge drying bed; mengurangi kadar air dari lumpur

Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi dan perlu diperhatikan dalam suatu pengolahan fisis supaya dicapai suatu efisiensi pengolahan yang maksimal adalah :

· waktu detensi/waktu tinggal; yang menggambarkan lamanya air ditahan dalam suatu unit pengolah

· Beban permukaan/surface loading; banyaknya air yang dapat ditampung oleh luas permukaan suatu unit pengolah sehingga tidak mengganggu proses yang terjadi

Terlihat bahwa pada prinsispnya pengolahan fisis ini lebih memprioritaskan pemisahan padatan dari cairan, sehingga baik padatan yang dipisahkan maupun cairan yang terpisahkan akan memerlukan penanganan lebih lanjut. Pada konfigurasi suatu instalasi pengolah limbah cair, unit pengolahan fisik pada umumnya ditempatkan pada awal pengolahan.

5 Pengolahan Kimia

Unit-unit pengolahan kimia untuk limbah cair domestik dan industri yang umumnya digunakan adalah :

· Koagulasi; proses penambahan zat penggumpal/koagulan untuk penyisihan koloid yang bermuatan negatif. Proses koagulasi ini tergantung beberapa faktor antara lain : pH, temperatur, alkalinitas, dan kandungan zat-zat yang ada di dalam air.

· Netralisasi; proses penambahan basa atau asam ke dalam suatu limbah cair yang disebabkan oleh limbah yang bersifat asam atau sebaliknya basa sehingga akan terjadi netralisasi.

· Transfer gas; memasukkan gas ke dalam air atau mengeluarkan gas dari dalam air seringkali digunakan dalam pengolahan limbah cair yang umumnya bertujuan untuk terjadinya proses oksidasi.

· Adsorpsi; proses dimana zat-zat terlarut dikumpulkan/diadsorpsi pada suatu permukaan zat padat.

· Ion exchange; suatu proses dimana ion-ino yang terdapat pada suatu media diganti oleh ion-ion lain yang akan dihilangkan konsentrasinya. Ada 2 macam: cation exchanger (pengganti ion postif) dan anion exchanger (pengganti ion negatif).

· Desinfeksi; proses pembubuhan desinfektan dalam upaya pengurangan/pembunuhan mikroorganisme yang ada atau terbawa dari pengolahan biologi.

Secara umum pengolahan kimia pada konfigurasi suatu sistem pengolah air limbah ditempatkan di antara unit pengolahan fisik dan pengolahan biologi, walaupun hal ini sifatnya tidak mengikat. Khusus untuk proses desinfeksi, unit ini selalu ditempatkan di akhir dari suatu instalasi pengolahan sesaat sebelum dibuang ke badan air penerima air limbah terolah.

6 Pengolahan Biologis

Pengolahan biologis adalah suatu proses biologis dimana zat-zat organik pada umumnya dan yang berasal dari limbah cair diuraikan oleh mikroorganisme menjadi za-zat yang lebih stabil. Pada dasarnya proses pengolahan biologis sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan secara umum, seperti pH, temperatur, dan juga kandungan oksigen yang terlarut dalam air limbah yang akan diolah. Pengolahan biologis yang umum digunakan pada proses pengolahan limbah cair industri ada 2 macam yaitu :

· Proses pengolahan lumpur aktif (activated sludge); terdapat berbagai macam/tipe activated sludge antara lain mixed aeration, step aeration, oxidation ditch, dll. Proses pengolahan berlangsung oleh sejumlah massa mikroorganisme dalam kondisi aerob. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengolahan adalah mikroorganisme yang tersuspensi.

· Trickling filter; proses yang terjadi pada unit pengolahan biologis secara aerob ini adalah penyisihan zat-zat organik oleh mikroorganisme yang tumbeh terlekat pada suatu media pendukung.

Kedua jenis pengolahan bilogis tersebut di atas adalah pengolahan biologis secara aerob. Namun pada kondisi tertentu, misalnya pada air limbah yang mengandung COD tinggi, proses anerob akan diperlukan. Pengolahan biologis ditempatkan setelah dilakukan terlebih dahulu proses penyisihan unsur-unsur pencemar yang diperkirakan akan mengganggu berlangsungnya penguraian zat organik secara biologis, sehingga pengolahan biologis dinamakan pula sebagai bagian dari secondary treatment.

7 Pengolahan Lanjutan (Advanced Treatment)

Dalam suatu konfigurasi instalasi pengolahan limbah cair dimungkinkan untuk menempatkan suatu pengolahan lanjutan sebagai akibat adanya unsur pencemar yang spesifik dalam karakteristik limbah cairnya. Beberapa pengolahan lanjutan yang dikenal saat ini antara lain adalah microstrainer, electrochemical treatment, dan electrodialisis. Pemanfaatan teknologi pengolahan lanjutan tersebut di atas masih sangat terbatas. Disamping biaya investasi yang diperlukan masih sangat mahal, dalam pengoperasiannyapun memerlukan suatu keahlian khusus.

8 Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Minyak

Untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh minyak, maka diperlukan suatu pengolahan khusus untuk menangani hal tersebut. Pengolahan yang umum diterpakan adalah :

· Pemisahan (separation); proses yang identik dengan pengendapan dimana air ditahan dengan periode waktu tertentu dalam suatu reaktor sehingga diharapkan minyak yang terkandung dalam air akan mengapung dipermukaan air. Gravity separator ini hanya dapat memisahkan minyak yang bersifat non emulsi.

· Pemecahan Emulsi (Emulsi Breaking); pembubuhan zat kimia dan pengaturan pH untuk memecah emulsi menjadi free oil sehingga dapat dipisahkan dalam oil separator.

· Pengapungan (Flotasi); dapat berupa unit operasi (tanpa penambahan zat kimia) mapupun berupa unit proses dimana minyak diapungkan dengan cara menghembuskan udara ke dalam air sehingga minyak akan terapung.

Berbagai teknologi pengolahan limbah cair telah dikembangkan dengan manfaat dan tujuannya masing-masing. Sehingga, bagi para perancang sistem instalasi pengolahan limbah cair, hal yang perlu dilakukan adalah mendapatkan suatu konfigurasi yang terbaik dari berbagai alternatif pengolahan yang mungkin dengan berdasarkan karakteristik limbah cair yang ditimbulkan dari suatu kegiatan. Dalam perumusan alternatif-alternatif teknologi pengolahan yang mungkin diterapkan perlu pula dikaji tingkat efisiensi pengolahan yang diperlukan disesuaikan dengan teknologi terbaik yang tersedia baik itu teknologi proses produksi maupun teknologi pengolahan limbah cair.

I. PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENGELOLAAN LIMBAH

1 PENDAHULUAN

Peningkatan laju pertumbuhan industri di Indonesia yang demikian pesatnya akan mengakibatkan efek negatif yang dapat dirasakan secara langsung oleh lingkungan hidup. Upaya pemenuhan barang-barang dan energi yang dikonsumsi oleh masyarakat modern pada dasarnya akan selalu menghasilkan suatu sisa kegiatan atau yang disebut juga sebagai limbah yang dapat berupa limbah padat, cair, maupun gas.

Pada periode PJPT II ini, pembangunan industri di Indonesia akan memasuki industri modern yang akan meningkatkan peranan teknologi dalam pemberdayaan sumber daya alam dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia modern. Pada tahap ini akan terjadi pergeseran pandangan masyarakat terhadap lingkungan hidup. Terjadi pergeseran dari masyarakat yang kurang peduli akan kualitas dan masalah lingkungan ke suatu masyarakat yang perduli dan menghendaki lingkungan yang bersih. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu upaya yang harus dan perlu dilakukan untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup ini adalah dikeluarkannya peraturan dan perundang-undangan. Peraturan dan perundang-undangan ini akan merupakan suatu mekanisme kontrol terhadap upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam yang efisien dan peningkatan mutu lingkungan hidup secara bersamaan. Peraturan dan perundangan yang berlaku dapat dijumpai pada tingkat nasional, sektoral, maupun regional/daerah.

2 SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Undang-undang yang mengatur sistem pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah UULH no. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang lebih lanjut disempurnakan dengan UULH no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sistem pengelolaan limbah cair merupakan bagian dari sistem pengelolaan lingkungan hidup yaitu suatu upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengembangan lingkungan hidup (pasal 1 butir 2 UULH no. 23/1997).

Dalam mengendalikan pencemaran air, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk melindungi air dari pencemaran. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan utama :

· Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.

· Agar air dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan.

3 KRITERIA DAN STANDAR KUALITAS

Kriteria adalah persyaratan kualitas air untuk suatu jenis pemanfaatan sumber air yang didasarkan pada hasil penelitian ilmiah dengan melihat efek dan pengaruh konstituen yang terkandung dalam air terhadap manusia dan makhluk hiudp lainnya serta materi.

Standar atau baku mutu air adalah kadar unsur-unsur dari suatu badan air yang dianalisis berdasarkan sifat fisis, kimiawi, maupun bakteriologis sehingga menujukkan mutu air tersebut. Baku mutu air merupakan suatu persyaratan kualitas air yang bertujuan untuk perlindungan serta pemanfaatan air tersebut. Baku mutu yang berlaku di Indonesia ada yang sifatnya naisonal maupun regional.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam suatu sistem pengelolaan kualitas air terdapat dua metoda baku mutu, yaitu baku mutu perairan (stream standard) dan baku mutu efluen (effluent standard).

3.1 Baku mutu perairan (stream standard)

Baku mutu perairan berdasarkan PP no. 20 tahun 1990 didefinisikan sebagai batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lainnya yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai peruntukannya. Penggolongan badan air menurut peruntukannya ditetapkan sebagai berikut :

· Golongan A : air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu;

· Golongan B : air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum;

· Golongan C : air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan;

· Golongan D : air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.

Berdasarkan klasifikasi ini maka jumlah dan kualitas dari air buangan yang akan dibuang ke perairan dapat diatur sehingga kualitas dan peruntukkan perairan tersebut tetap terjaga. Tujuan baku mutu ini adalah menjaga dan melestarikan perairan untuk pemanfaatannya secara maksimal.

3.2 Baku mutu efluen (effluent standard)

Menurut PP no. 20 tahun 1990, baku mutu imbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu. Sistem baku mutu efluen lebih mudah diaplikasikan dibandingkan dengan sistem baku mutu perairan, karena tidak diperlukan suatu analisis mendetail dan pengklasifikasian badan air penerima buangan.

Tabel berikut memperlihatkan secara sistematik perbandingan antara kedua macam standar ditinjau dari sisi manfaat dan kerugiannya, yang berdasarkan PP no. 20/1990 keduanya diberlakukan di Indonesia.


Tabel 1. Perbandingan Baku Mutu Perairan dan Baku Mutu Effluen

Tinjauan

Baku Mutu Perairan

Baku Mutu Efluen

Dasar Pengertian

· Klasifikasi & persyaratan berdasarkan tata manfaat sumber air.

· Persyaratan beban pencemar berdasarkan pada daya pengenceran dan asimilasi sumber air.

· Persyaratan kadar zat pencemar atau beban zat pencemar maksimum dalam air limbah yang dibuang ke dalam sumber air.

· Persyaratan beban pencemar didasarkan pada tingkat pengolahan atau teknologi yang diperlukan untuk mengolah air limbah.

Manfaat

· Perhatian tidak ditujukan pada suatu jenis pencemar tertentu karena standar yang berlaku tidak dipengaruhi oleh tipe dan jenis industri

· Beban pencemar yang tergantung pada daya asimilasi sumber air dapat membatasi secara ketat penempatan industri di sepanjang sumber air yang kritis.

· Perizinan dari lokasi suatu kegiatan industri akan didasarkan pada pengendalian pencemaran

· Dalam pelaksanaan pengawasan lebih mudah karena tidak diperlukannya analisis sumber air secara mendalam untuk menentukan tingkat pengolahan air limbah

· Diterapkan untuk suatu daerah padat industri atau kawasan industri

Kerugian

· Dimungkinkannya suatu badan air memiliki kalsifikasi yg berbeda dari hulu ke hilir shingga akan menyulitkan dalam pengaturan pembuangan air limbah

· Dapat menimbulkan keresahan sosial baik di masyarakat maupun industriawan

· Dibutuhkan suatu survey yg kompleks dalam penentuan klasifikasi suatu sumber air

· Perlindungan terhadap sumber air yg tercemar berat tidak dapat dilaksanakan secara efektif krn standar lebih melihat pada aspek ekonomi

· Konservasi dan perbaikan kualitas dari sumber air kurang diutamakan sehingga perlindungan mutlak terhadap sumber air dikesampingkan.


4 STANDAR KUALITAS DI INDONESIA

Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa inti dari peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah cair di Indonesia adalah UU no. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian disempurnakan kembali dalam bentuk UU no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini kemudian dijabarkan lebih jelas dalam bentuk Peraturan Pemerintah ditingkat nasional.

Standar lingkungan dapat diatur pula di tingkat sektoral melalui peraturan Menteri sesuai bidangnnya masing-masing yang tetap mengacu kepada UU dan PP yang berlaku. Pada tingkat regional berbagai standar kualitas dapat diatur melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tk II, dan lain sebagainya. Secara skematis hirarki dari peraturan & perundangan lingkungan yg berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:

5 KAJIAN PERATURAN & PERUNDANGAN TENTANG LIMBAH CAIR DI INDONESIA

5.1 Karakteristik Limbah Cair

Untuk mengkaji lebih jauh peraturan perundangan yang berkaitan langsung dengan baku mutu limbah cair dari suatu kegiatan industri maka perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik dari air limbahnya. Perlunya kajian ini karena peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini lebih menitikberatkan pada baku mutu efluen dimana baku mutu yang berlaku tergantung dari jenis industrinya.

Pada dasarnya pada suatu proses produksi pengilangan minyak terdapat beberapa zat pencemar yang akan selalu muncul dan akan menimbulkan masalah yang sangat berarti pada lingkungan apabila tidak dikelola secara tepat. Beberapa parameter pencemar utama dari kegiatan pengilangan minyak adalah sebagai berikut :

· BOD dan COD

· Derajat keasaman

· Phenols

· Minyak dan Lemak

· Sulfat dan Sulfida

· Ammonia, serta

· Logam berat, terutama Cr

Besaran konsentrasi pencemar yang dikeluarkan tersebut sangat variatif tergantung pada teknologi dan proses produksi yang digunakan. Dengan alasan tersebut pulalah maka diperlukan adanya suatu aturan mengenai besarnya konsentrasi pencemar yang boleh diemisikan, beban pencemar maksimum, serta debit maksimum limbah yang dihasilkan per satuan produk yang dihasilkan.

5.2 Undang Undang No. 23 tahun 1997

UU no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup merupakan acuan peraturan & perundangan tentang lingkungan hidup di Indonesia. UU ini terdiri dari 11 bab, yang meliputi :

· Bab I Ketentuan Umum; yang antara lain berisi definisi semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup misalnya baku mutu lingkungan, limbah, bahan berbahaya dan beracun, dan sebagainya.

· Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran diundangkannya peraturan tersebut

· Bab II tentang hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup

· Bab IV tentang lembaga-lembaga yang berwenang dalam pengaturan pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini adalah pemerintah

· Bab V tentang pelestarian lingkungan hidup

· Bab VI tentang persyaratan penataan lingkungan hidup termasuk didalamnya perizinan tata ruang serta kewajiban melakukan audit lingkungan

· Bab VII tentang penyelesaian sengketa lingkungan baik di luar pengadilan maupun melalui pengadilan

· Bab VIII tentang penyidikan di bidang pengelolaan lingkungan hidup apabila diduga terjadi pelangggaran

· Bab IX tentang ketentuan pidana apabila terjadi kerusakan lingkungan hidup akibat suatu kegiatan industri

· Bab X dan Bab XI adalh ketentuan peralihan dan ketentuan penutup yang isinya antara lain pelarangan usaha limbah bahan berbahaya dan beracun impor serta pencabutan UU no. 4 tahun 1982

5.3 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990

PP no. 20/1990 ini mengatur tentang Pengendalian Pencemaran Air yang akan merupakan penjabaran dari baku mutu perairan. Telah disebutkan diatas bahwa dengan PP no. 20/1990 ini sumber air diklasifikasikan sesuai dengan peruntukkannya menjadi 4 golongan, yaitu golongan A, B, C, dan D. Peraturan Pemerintah tentang pengendalian pencemaran air ini memberikan wewenang ke Gubernur untuk menetapkan pruntukkan suatu sumber air dan menentukkan baku mutu sesuai peruntukkannya dengan tetap mengacu pada lampiran PP ini. Lebih jauh lagi, Gubernur memiliki wewenang dalam hal pengendalian pencemaran air, perizinan pembuangan air limbah, pengawasan dan pemantauan. Peraturan pemerintah ini kemudian diperbaharui dalam PP no 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Klasifikasi air dalam PP 82/2001 ini dibagi menjadi 4 kelas. Yaitu kelas 1, 2, 3 dan 4.

5.4 Peraturan Pemerintah no. 18 tahun 1999

Selain peraturan-peraturan yang mengatur baku mutu perairan maupun efluen dari suatu kegiatan, pemerintah RI telah mengeluarkan beberapa peraturan tentang bahan berbahaya dan beracun (B3) seiring dengan kesadaran akan meningkatnya limbah berbahaya dan beracun. Pada tahun 1994 telah diundangkan PP no. 19 tentang Pengelolaan Limbah Bahan berbahaya dan Beracun yang kemudian disempurnakan lagi lebih lanjut dalam bentuk PP no. 12 tahun 1995. Seiring dengan diundangkannya UU no. 23 tahun 1997, maka dirasakan perlu oleh pemerintah untuk merevisi kembali PP no. 12/1995 dalam bentuk PP no. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan Pemerintah ini antara lain mengatur cara-cara identifikasi limbah B3, pelaku pengelolaan, kegiatan pengelolaan (reduksi, pengemasan, dll), sangsi, serta ketentuan peralihan dan penutup.

5.5 Peraturan lainnya

Masih banyak beberapa peraturan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan limbah cair baik itu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh adalah keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. Kep-35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih (Prokasih) dan no. Kep-45/MENLH/11/1996 tentang Program Pantai Lestari. Kementrian Lingkungan Hidup dalam beberapa tahun terakhir cukup produktif dalam mengeluarkan berbagai peraturan dalam upaya pengelolaan kualitas lingkungan dari aspek legal. Beberapa peraturan yang baru-baru ini dikeuarkan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan pengelolaan limbah cari antara lain adalah:

· Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 110 tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air

· Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 111 tahun 2003 tentang TataCara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air junto Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 142 tahun 2003.

· Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik

6 Penutup

Undang-Undang dan peraturan-peraturan tersebut diatas hanyalah sebagian dari peraturan yang berlaku di Indonesia. Dalam era globalisasi ini, peraturan yang berlakupun diwarnai oleh peraturan global salah satunya adalah standar ISO seri 14000 yang mulai diperkenalkan pada awal 1990-an. Tujuan utama dari ISO 14000 ini adalah untuk mendorong upaya dan melakukan pendekatan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam dan kualitas pengelolaannya diseragamkan pada lingkup global.

Penetapan dan diundangkannya suatu peraturan dan undang-undang pada dasarnya bertujuan sebagai alat kontrol dalam suatu sistem sehingga sistem dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan arahnya. Pemberlakuan undang-undang tentang pengelolaaan lingkungan hidup dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dari suatu kegiatan adalah bertujuan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup atau suatu rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Kurangnya koordinasi antar lembaga terkait dan berwenang mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan dan pelanggaran atas undang-undang dan peraturan yang berlaku yang masih muncul dimana-mana tanpa adanya sangsi yang jelas. Upaya pemerintah untuk memperbaiki lingkungan seperti program kali bersih, program langit biru, program pantai lestari, dan program-program lainnya, tampaknya masih jauh dari harapan. Tanpa mengabaikan teknologi terbaik yang tersedia saat ini di Indonesia, peran serta dan pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat akan merupakan suatu upaya sangat berarti demi memperbaiki atau paling tidak mempertahankan bumi yang sudah semakin tercemar ini.