Mengenai Saya

Foto saya
YOGYA -TERNATE, DIY, Indonesia
ORANGNYA SANTAI, TAMPIL APA ADANYA, SENENG YANG SIMPEL2, DAN YANG PRAKTIS AJA, KALO SOAL KEBIJAKAN SAYA ORANGNYA CUKUP CEPAT DAN TEGAS

Kamis, 18 Desember 2008

energi terbarukan

KONVERSI ENERGI TERBARUKAN
BIOFUEL
Biofuel adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian.
Ada tiga cara untuk pembuatan biofuel:
- pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah industri dan pertanian)
- fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester
- energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat tumbuh sebagai bahan bakar).
Proses fermentasi menghasilkan dua tipe biofuel: alkohol dan ester. Bahan-bahan ini secara teori dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil tetapi karena terkadang diperlukan perubahan besar pada mesin, biofuel biasanya dicampur dengan bahan bakar fosil. Uni Eropa merencanakan 5,75 persen etanol yang dihasilkan dari gandum, bit, kentang atau jagung ditambahkan pada bahan bakar fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada 2020. Sekitar seperempat bahan bakar transportasi di Brazil tahun 2002 adalah etanol.
Keuntungan biofuel
1. merupakan sumber energi yang berkesinambungan
2. mengurangi gas emisi rumah kaca
3. karbondioksida dikomsumsi saat pembakaran biofuel
4. mengurangi emisi racun seperti hidrokarbon, karbonmonoksida, dan emisi – emisi tertentu.
5. biodegrabilitas lebih cepat dari bahan bakar minyak
Minyak Sawit
Produksi minyak sawit dapat digolongkan dalam dua tipe minyak, yaitu minyak dari daging buah sawit (palm oil) dan minyak dari biji kelapa sawit (palm kernel oil). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minyak sawit memberikan efek positif bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan karena minyak sawit kaya akan anti-oksidan alamiah (tocopherol dan toco trienol) dan juga kaya akan karetenoida (caretenoids).
Masukan dan keluaran energi dari berbagai tanaman
Jenis Tanaman Energi (GJ/ha)
Input Output Ratio
Kelapa Sawit (Malaysia) 19.2 182.1 9.5
Jagung (USA) 30.0 84.5 2.8
Jagung (Mexico) 1.0 29.4 30.0
Padi (USA) 65.5 84.1 1.3
Padi (Philipina) 1.0 24.4 4.4
Gandum (India) 6.6 11.2 1.7
Lobak(UK) 23.0 70.0 3.0
Kedelai (USA) 20.0 50.0 2.5
Buncis (UK) 0.9 10.3 0.94
Gula Bit (UK) 124.4 82.9 0.7
Selada (UK) 5300.0 10.6 0.002
Pertumbuhan total luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut CIG 2004 Gambaran perkembangna luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia (KMSI, 2007) adalah sebagai berikut: 606.780 ha (1986), meningkat dengan pesat menjadi 2.249.514 ha (1996) dan 6.074.926 ha (2006).
Angka luasan kebun pada tahun 2006 terdiri dari PTPN (696.699 ha), Swasta (2.741.802 ha) dan Rakyat (2.636.425 ha). Di Indonesia, pengembangan perkebunan kelapa sawit juga dilakukan dengan melakukan konversi hutan produksi menjadi kebun sawit Dalam jangka waktu 3 – 5 tahun, pertambahan luasan perkebunan kelapa sawit diperkirakan dapat mencapai 700.000 ha. Dalam jangka panjang, pertambahan luasan kebun tersebut dapat diharapkan sekitar 4 (empat) juta ha. Hanya di Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat dapat memiliki kelas-kelas kebun S1 dan S2, sedangkan provinsi-provinsi lainnya kebanyakan hanya terdiri dari kebun kelas S3. Namun kelas yang terakhir tersebut dapat diperbaiki dengan pemakaian bahan-bahan atau bibit unggul dan cara budidaya tanaman yang lebih baik. Tanaman kelapa sawit unggul, misalnya dari IOPRI, memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut: mulai berbuah pada umur 28 bulan; produktivitas TBB 25 – 32 ton/ha/th dengan maksimum 40 ton/ha/th; hasil CPO 24.0 – 26.5 %; dan produksi ptensial CPO sebesar 7 – 8 ton/ha/th dan jumlah tanaman antara 130 – 143 pokok/ha.
Potensi kelapa sawit Indonesia bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan power plant. Dari 140 ribu hektar, bisa menghasilkan kekuatan 3 MW
.
Membuat biodiesel
Pada skala kecil dapat dilakukan dengan bahan minyak goreng 1 liter yang baru atau bekas. Methanol sebanyak 200 ml atau 0.2 liter. Soda api atau NaOH 3,5 gram untuk minyak goreng bersih, jika minyak bekas diperlukan 4,5 gram atau mungkin lebih. Kelebihan ini diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas atau FFA yang banyak pada minyak goreng bekas. Dapat pula mempergunakan KOH namun mempunyai harga lebih mahal dan diperlukan 1,4 kali lebih banyak dari soda. Proses pembuatan; Soda api dilarutkan dalam Methanol dan kemudian dimasukan kedalam minyak dipanaskan sekitar 55 oC, diaduk dengan cepat selama 15-20 menit kemudian dibiarkan dalam keadaan dingin semalam. Maka akan diperoleh biodiesel pada bagian atas dengan warna jernih kekuningan dan sedikit bagian bawah campuran antara sabun dari FFA, sisa methanol yang tidak bereaksi dan glyserin sekitar 79 ml. Biodiesel yang merupakan cairan kekuningan pada bagian atas dipisahkan dengan mudah dengan menuang dan menyingkirkan bagian bawah dari cairan. Untuk skala besar produk bagian bawah dapat dimurnikan untuk memperoleh gliserin yang berharga mahal, juga sabun dan sisa methanol yang tidak bereaksi.
Berdasarkan data tahun 2006, Indonesia telah menjadi negara penghasil CPO terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 16 juta ton. Sementara negara tetangga kita Malaysia yang selama ini berada pada posisi no.1, saat ini berada pada posisi ke-2 dengan total produksi sebesar 15.8 juta ton
Minyak sawit dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar (TBS) di 12 PKS yang dimiliki Perusahaan. Minyak sawit memiliki spesifikasi mutu yang telah ditetapkan untuk dapat dipasarkan. Parameter yang dipersyaratkan antara lain kadar asam lemak bebas, kadar air dan kotoran.
Inti Sawit
Proses pengolahan TBS menjadi minyak sawit juga menghasilkan Inti sawit yang merupakan hasil pemisahan daging buah. Tahapan proses untuk menghasilkan inti sawit melalui pemisahan, pemecahan, pengeringan dan penyimpanan. Spesifikasi inti sawit harus memenuhi kriteria kadar air, kotoran, inti pecah dan inti berubah warna sesuai standar.
Kendala – kendala yang ditemui adalah
• Pengembangan tanaman untuk energi dalam skala besar akan mengakibatkan hilangnya lahan-lahan produktif rakyat
• hilangnya kawasan hutan. Ini telah terjadi di berbagai wilayah Indonesia, dimana dengan berdalih pada pengembangan sumber energi hayati dan penanaman lahan kritis, senyatanya dilakukan pada lahan-lahan yang selama ini menjadi sumber kehidupan rakyat, dan juga pada lokasi-lokasi yang sebenarnya masih memiliki kelayakan untuk disebut sebagai hutan.
JARAK
Proses
“Jarak pagar adalah tanaman tropis yang tahan kering yang kini banyak dibudidayakan di Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, India, dan Afrika. Tanaman ini dikenal bermanfaat meningkatkan kesuburan tanah.
Di India, tanaman jarak pagar tumbuh baik secara liar maupun secara budi daya. Dari studi diketahui bahwa bukan hanya bijinya, bahkan buah jarak pagar juga mengandung minyak. Jika diperas, dari buah dapat dihasilkan 20 persen minyak, biji 40 persen. Di sana lahan jarak sudah mencapai ribuan hektare, terutama wilayah Rasashtan, Orissa, Chatisgarh.
Proses pengolahannya melalui beberapa tahap.
1. biji jarak dibersihkan
2. dimasukkan ke mesin pressing.
3. minyak mentah yang harus melalui proses sentrifugasi, sedimentasi, dan penyaringan, dan dihasilkan minyak bersih yang jernih berwarna kekuningan.
4. belum berarti minyak sudah bisa langsung dipakai di mobil. Konverter dibutuhkan untuk menyaring minyak dari asam lemak jenuh yang ada agar tidak merusak mesin kendaraan.
Tanaman jarak penghasil biodiesel ini berasal dari jenis tanaman jarak pagar yang dalam bahasa Inggris bernama Physic Nut dengan nama species Jatropha curcas, tanaman ini seringkali salah diidentifikasi dengan tanaman jarak yang dalam bahasa Inggris disebut castor bean dengan nama species Ricinus communis.
Manfaat minyak jarak sebagai substitusi bahan bakar sebetulnya telah lama diketahui. Misalnya melalui review yang dipublikasikan oleh Gubitz (1999) pada jurnal Bio resource Technology edisi 67, tahun 1997 grupnya di Austria telah mempublikasikan hasil uji adaptasi minyak jarak pada mesin diesel standar. Di dalam review tersebut juga disebutkan bahwa jauh sebelum pengujian tersebut dilaksanakan, pada tahun 1982, peneliti dari Jepang juga telah memperoleh hasil memuaskan dalam menguji performansi mesin dalam menggunakan minyak jarak di Thailand.
Pengembangan minyak dari tanaman jarak melalui pendekatan ilmiah di Indonesia dipelopori oleh Dr. Robert Manurung dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak tahun 1997 dengan fokus ekstraksi minyak dari tanaman jarak.Crude Jratopha Curcas (CJC) atau minyak kasar jarak. CJC ini selanjutnya akan diolah menjadi bio-fuel oleh perusahaan besar.
Lokasi
Petani Jarak Pagar di Bantul, untuk saat ini satu kilogram buah jarak kering dihargai Rp 500,-. Selain sebagai sumber penghasilan petani, minyak jarak kasar bisa dimanfaat sendiri sebagai bahan bakar kompor atau lampu minyak. Dalam satu hektar lahan dapat dihasilkan sekitar 5 ton minyak pertahun Minyak mentah hasil perasan biji kering akan diolah dengan proses trans-esterifikasi menggunakan metanol untuk memisahkan air. Reaksi tersebut tergolong sederhana dan hanya diperlukan sekitar 10 persen metanol. Hampir 100 persen minyak dapat dimurnikan, bahkan menghasilkan produk samping gliserol yang juga bernilai ekonomi
Tebu
Brazil pada tahun ini diperkirakan akan memanen sebesar 528 Juta tone tebu, atau naik 11% dari tahun 2006. Dan jika diproses akan menghasilkan ethanol sebesar 20 Milliar liter.
ampas tebu di Brasildibakar untuk menghasilkan panas guna menjalankan penyaring dan mesin lain di pabrik. Untuk produksi, pabrik hanya membutuhkan setrum 60 megawatt dari 160 MW yang diproduksi. Akhirnya, pabrik etanol mendapat pemasukan ekstra dari penjualan listrik. Karena harganya cukup bersaing (US$ 30-40 per MWh), sumber listrik baru itu akan menjadi idola masa depan. Jika ampas diolah dengan teknologi canggih, bisa menghasilkan setrum 9.000 MW, 15 kali produksi PLTN di sana. Kekurangan setrum menjadi cerita usang. Akhirnya, industriwan di Brasil berbondong-bondong menginvestasikan duitnya untuk memajukan teknologi itu. Ongkos produksi etanol (US$ 0,63 per galon) pun jadi lebih murah dibanding bensin (US$ 1,05).
Tebu Sebagai Pasokan Bahan Bakar
Produksi gula cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Ini di antaranya terjadi di Jabar yang berpenduduk sekira 40 juta orang, dengan tingkat konsumsi gula 17 kg/kapita/tahun atau sekira 680.000 ton/tahun.
Namun dari jumlah tersebut, kebutuhan tersebut dari daerah Jabar sendiri baru dipenuhi total 120.000-an ton/tahun. Sisanya, dipenuhi produksi gula dari daerah lain, misalnya Jateng, Jatim, dan impor.
Teknik yang diterapkannya adalah dimerisasi atau penggabungan metanol. Bubuk ampas tebu yang berasal dari sisa pengolahan tebu diolah menjadi metanol (CH3OH).
Melihat perbandingan dengan jumlah produksi, Jabar sebenarnya berpotensi untuk menambah pasokan dari daerah sendiri, sekaligus menciptakan peluang menambah pendapatan bagi masyarakat sekitar dengan mengusahakan tebu.
Adalah rencana pengembangan bagian selatan Kabupaten Garut untuk ditanami tebu, karena wilayah dan kondisi tanahnya mendukung. Melalui dukungan Bupati Garut, sekira 18.000 hektare lahan sudah tersedia di sana terutama di Kec. Pameungpeuk dan sekitarnya yang siap ditanami tebu.
Jika rencana ini kemudian terwujud, sentra penanaman tebu dan produksi gula di Jabar akan bertambah lagi. Di samping dari Wilayah Cirebon (Kabupaten Cirebon dan Majalengka), serta Subang, sentra produksi tebu pun terdapat di Priangan Timur melalui Garut Selatan.
Secara kultur teknis, kondisi tanah di Garut Selatan pun menunjang untuk ditanami tebu. Kondisi tanah di sekitar Kec. Pameungpeuk adalah podzolik, yang merupakan salah satu syarat bagi penanaman tebu, apalagi daerahnya pada lahan dataran rendah berdekatan dengan laut.
Melalui studi banding yang dilakukan ke Cina dan Taiwan beberapa waktu lalu, diperoleh jenis tebu yang cocok ditanam di Garut bagian selatan. Sosoknya mempunyai batang kecil namun rasanya lebih manis, sesuai dengan kriteria jenis tanaman tebu untuk kebutuhan industri saat ini.
Saat ini, di Garut Selatan sudah terdapat demplot tanaman tebu seluas 12-15 hektare dengan pertumbuhan bagus, dari tanaman tebu berbatang kecil. Tanaman tebu itu ditanam petani lokal, dengan teknis penanaman tebu secara umum.
Rencana penjajakan penanaman tebu ini akan bekerja sama dengan Pemkab Garut, dan berbagai lembaga terkait lain, terutama P3GI (Pusat Penelitian Pengembangan Gula Indonesia) di Pasuruan Jatim. Sedangkan pembangunan pabrik gula ditawarkan kepada investor, di mana sejauh ini sudah ada tiga perusahaan yang berminat, masing-masing dari Grup Artha Graha, Grup Salim, dan PT Mitras Jakarta.
Mereka menggambarkan, mampu membangun pabrik dengan kapasitas 5.000 TCD (ton cane per day).
Untuk areal lahan, direncanakan dengan sistem perkebunan inti rakyat, termasuk dengan cara tanaman tumpang sari (mix farming) pada berbagai lahan warga.
Dari potensi yang ada, diperhitungkan penanaman tebu di Garut Selatan, dapat dihasilkan produksi hablur (kristal gula) di atas 10 ton/hektare. Ini akan jauh di atas rata-rata produksi yang sudah ada di Jabar sebelumnya, misalnya di jalur Pantura yang baru mencapai rata-rata 7 ton hablur/hektare.
Dari segi pembiayaan, para petani yang berminat mengusahakan tebu di Garut Selatan, optimis cukup mendapat peluang melalui paket kredit ketahanan pangan. Mekanisme penyaluran dapat disempurnakan, agar tepat sasaran dan jumlah.
Peluang ini, tentunya jika dibandingkan dengan sistem kredit yang dilakukan para petani tebu di Cirebon. Sampai kini, tergolong lancar pengembalian dan jumlahnya mencapai miliaran rupiah.
Bahkan, penanaman tebu di Garut Selatan pun berpotensi pula meningkatkan pendapatan. Jika mengacu pada sistem lelang tebu di Cirebon, setiap produktivitas 10 ton/hektare dikalikan Rp 4.000,00 ton gula dilelang. Dapat dihitung, berapa penghasilan petani yang diperoleh pada setiap musim penanaman tebu yang memakan waktu delapan bulan.
Begitu pula bagi usaha perkebunan di Garut Selatan, akan menjadi lebih beragam dan cukup lengkap. Tanaman tebu akan dibudidayakan, bersama-sama tanaman karet, kakao, dan kelapa.
**
DARI sini, sebenarnya dapat dilakukan salah satu titik tolak, dalam kaitan pembangunan daerah Jabar bagian selatan secara umum. Apalagi, ditujang dengan rencana pembangunan infrastruktur, misalnya jalan, untuk mengejar target peningkatan kualitas dan taraf hidup sumber daya manusia.
Sejauh ini, berbagai kendala untuk memuluskan pembangunan pabrik gula di Garut Selatan tampak nyaris tak ada. Yang diperlukan, tinggal keinginan kuat pemerintah untuk menciptakan sentra baru produksi gula di Jabar, apalagi jika melihat contoh di Banten di mana pemerintah memberikan izin pembangunan tiga pabrik gula rafinasi di sana.
Mengacu kepada keterangan mantan Dirjen Bina Produksi Perkebunan Deptan, Subagyono, pemerintah segera merelokasi pabrik gula (PG) di Pulau Jawa ke luar Jawa dengan menyiapkan areal seluas 285.000 hektare di Sumatra, Kalimantan, dan Irja, yang rampung pada tahun 2010. Daerah Jabar malah justru memiliki potensi sebagai sentra produksi gula nasional yang baru, pada saat di daerah lain pabrik gula justru akan direlokasi.
Dari analisis ekonomi, memperhatikan situasi pasar gula, semakin hari terlihat semakin baik. Pada beberapa negara lain, tebu tak lagi hanya digunakan sebagai bahan baku produksi gula putih, namun pula bagi bahan bakar alternatif.
Ini dapat dikaitkan dengan Instruksi Presiden No.10 tahun 2005, untuk menghemat penggunaan bahan bakar minyak. Di masa datang, penanaman tebu di Garut bagian selatan, dapat pula mendukung produksi bahan bakar alternatif, misalnya untuk keperluan bahan bakar produksi pabrik gulanya sendiri, bahan bakar kendaraan bermotor, dll.
Dengan kata lain, pembangunan areal kebun tebu dapat merupakan salah satu alternatif bagi pemerintah dan masyarakat, dalam mengatasi persoalan suplai bahan bakar minyak. Pada suatu saat, areal tanaman tebu akan dapat sama pentingnya dengan kilang minyak, di samping sebagai sumber pemenuhan kebutuhan gula, namun dapat sama-sama sebagai sebagian sentra produksi bahan bakar.
***
Pemrosesan Tebu menjadi Etanol
Bioetanol diproduksi dari biomassa dengan proses hidrolisis dan fermentasi gula. Biomassa mengandung polimer karbohidrat berupa cellulose, hemi-cellulose, dan lignin. Untuk memproduksi gula dari biomassa, biomassa diolah menggunakan asam dan enzim. Cellulose dan hemi-cellulose terhidrolisa menjadi sukrosa, kemudian difermentasi menjadi etanol.
Fermentasi gula menjadi etanol dilakukan dengan menambah ragi (yeast). Ragi mengandung enzim invertase, yang bertindak sebagai katalis untuk mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (C6H12O6). Fruktosa dan glukosa kemudian bereaksi dengan enzim zymase yang mengubah fruktosa dan glukosa menjadi etanol dan karbon dioksida. Proses fermentasi berlangsung selama 3 hari dan berlangsung pada temperature 250-300?C. Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi kemudian dipisahkan dari air menggunakan proses distilasi.
Untuk menghasilkan 1000 liter bioetanol, untuk setiap jenis biomassa diperlukan bahan baku sebagai berikut :
- Jagung 2300 kg
- Gandum 2800 kg
- Bit gula 10000 kg
- Tebu 13000 kg

Tidak ada komentar: