Mengenai Saya

Foto saya
YOGYA -TERNATE, DIY, Indonesia
ORANGNYA SANTAI, TAMPIL APA ADANYA, SENENG YANG SIMPEL2, DAN YANG PRAKTIS AJA, KALO SOAL KEBIJAKAN SAYA ORANGNYA CUKUP CEPAT DAN TEGAS

Kamis, 23 Oktober 2008

I. PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENGELOLAAN LIMBAH

1 PENDAHULUAN

Peningkatan laju pertumbuhan industri di Indonesia yang demikian pesatnya akan mengakibatkan efek negatif yang dapat dirasakan secara langsung oleh lingkungan hidup. Upaya pemenuhan barang-barang dan energi yang dikonsumsi oleh masyarakat modern pada dasarnya akan selalu menghasilkan suatu sisa kegiatan atau yang disebut juga sebagai limbah yang dapat berupa limbah padat, cair, maupun gas.

Pada periode PJPT II ini, pembangunan industri di Indonesia akan memasuki industri modern yang akan meningkatkan peranan teknologi dalam pemberdayaan sumber daya alam dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia modern. Pada tahap ini akan terjadi pergeseran pandangan masyarakat terhadap lingkungan hidup. Terjadi pergeseran dari masyarakat yang kurang peduli akan kualitas dan masalah lingkungan ke suatu masyarakat yang perduli dan menghendaki lingkungan yang bersih. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu upaya yang harus dan perlu dilakukan untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup ini adalah dikeluarkannya peraturan dan perundang-undangan. Peraturan dan perundang-undangan ini akan merupakan suatu mekanisme kontrol terhadap upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam yang efisien dan peningkatan mutu lingkungan hidup secara bersamaan. Peraturan dan perundangan yang berlaku dapat dijumpai pada tingkat nasional, sektoral, maupun regional/daerah.

2 SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Undang-undang yang mengatur sistem pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah UULH no. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang lebih lanjut disempurnakan dengan UULH no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sistem pengelolaan limbah cair merupakan bagian dari sistem pengelolaan lingkungan hidup yaitu suatu upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengembangan lingkungan hidup (pasal 1 butir 2 UULH no. 23/1997).

Dalam mengendalikan pencemaran air, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk melindungi air dari pencemaran. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan utama :

· Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.

· Agar air dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan.

3 KRITERIA DAN STANDAR KUALITAS

Kriteria adalah persyaratan kualitas air untuk suatu jenis pemanfaatan sumber air yang didasarkan pada hasil penelitian ilmiah dengan melihat efek dan pengaruh konstituen yang terkandung dalam air terhadap manusia dan makhluk hiudp lainnya serta materi.

Standar atau baku mutu air adalah kadar unsur-unsur dari suatu badan air yang dianalisis berdasarkan sifat fisis, kimiawi, maupun bakteriologis sehingga menujukkan mutu air tersebut. Baku mutu air merupakan suatu persyaratan kualitas air yang bertujuan untuk perlindungan serta pemanfaatan air tersebut. Baku mutu yang berlaku di Indonesia ada yang sifatnya naisonal maupun regional.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam suatu sistem pengelolaan kualitas air terdapat dua metoda baku mutu, yaitu baku mutu perairan (stream standard) dan baku mutu efluen (effluent standard).

3.1 Baku mutu perairan (stream standard)

Baku mutu perairan berdasarkan PP no. 20 tahun 1990 didefinisikan sebagai batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lainnya yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai peruntukannya. Penggolongan badan air menurut peruntukannya ditetapkan sebagai berikut :

· Golongan A : air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu;

· Golongan B : air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum;

· Golongan C : air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan;

· Golongan D : air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.

Berdasarkan klasifikasi ini maka jumlah dan kualitas dari air buangan yang akan dibuang ke perairan dapat diatur sehingga kualitas dan peruntukkan perairan tersebut tetap terjaga. Tujuan baku mutu ini adalah menjaga dan melestarikan perairan untuk pemanfaatannya secara maksimal.

3.2 Baku mutu efluen (effluent standard)

Menurut PP no. 20 tahun 1990, baku mutu imbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu. Sistem baku mutu efluen lebih mudah diaplikasikan dibandingkan dengan sistem baku mutu perairan, karena tidak diperlukan suatu analisis mendetail dan pengklasifikasian badan air penerima buangan.

Tabel berikut memperlihatkan secara sistematik perbandingan antara kedua macam standar ditinjau dari sisi manfaat dan kerugiannya, yang berdasarkan PP no. 20/1990 keduanya diberlakukan di Indonesia.


Tabel 1. Perbandingan Baku Mutu Perairan dan Baku Mutu Effluen

Tinjauan

Baku Mutu Perairan

Baku Mutu Efluen

Dasar Pengertian

· Klasifikasi & persyaratan berdasarkan tata manfaat sumber air.

· Persyaratan beban pencemar berdasarkan pada daya pengenceran dan asimilasi sumber air.

· Persyaratan kadar zat pencemar atau beban zat pencemar maksimum dalam air limbah yang dibuang ke dalam sumber air.

· Persyaratan beban pencemar didasarkan pada tingkat pengolahan atau teknologi yang diperlukan untuk mengolah air limbah.

Manfaat

· Perhatian tidak ditujukan pada suatu jenis pencemar tertentu karena standar yang berlaku tidak dipengaruhi oleh tipe dan jenis industri

· Beban pencemar yang tergantung pada daya asimilasi sumber air dapat membatasi secara ketat penempatan industri di sepanjang sumber air yang kritis.

· Perizinan dari lokasi suatu kegiatan industri akan didasarkan pada pengendalian pencemaran

· Dalam pelaksanaan pengawasan lebih mudah karena tidak diperlukannya analisis sumber air secara mendalam untuk menentukan tingkat pengolahan air limbah

· Diterapkan untuk suatu daerah padat industri atau kawasan industri

Kerugian

· Dimungkinkannya suatu badan air memiliki kalsifikasi yg berbeda dari hulu ke hilir shingga akan menyulitkan dalam pengaturan pembuangan air limbah

· Dapat menimbulkan keresahan sosial baik di masyarakat maupun industriawan

· Dibutuhkan suatu survey yg kompleks dalam penentuan klasifikasi suatu sumber air

· Perlindungan terhadap sumber air yg tercemar berat tidak dapat dilaksanakan secara efektif krn standar lebih melihat pada aspek ekonomi

· Konservasi dan perbaikan kualitas dari sumber air kurang diutamakan sehingga perlindungan mutlak terhadap sumber air dikesampingkan.


4 STANDAR KUALITAS DI INDONESIA

Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa inti dari peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah cair di Indonesia adalah UU no. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian disempurnakan kembali dalam bentuk UU no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini kemudian dijabarkan lebih jelas dalam bentuk Peraturan Pemerintah ditingkat nasional.

Standar lingkungan dapat diatur pula di tingkat sektoral melalui peraturan Menteri sesuai bidangnnya masing-masing yang tetap mengacu kepada UU dan PP yang berlaku. Pada tingkat regional berbagai standar kualitas dapat diatur melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tk II, dan lain sebagainya. Secara skematis hirarki dari peraturan & perundangan lingkungan yg berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:

5 KAJIAN PERATURAN & PERUNDANGAN TENTANG LIMBAH CAIR DI INDONESIA

5.1 Karakteristik Limbah Cair

Untuk mengkaji lebih jauh peraturan perundangan yang berkaitan langsung dengan baku mutu limbah cair dari suatu kegiatan industri maka perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik dari air limbahnya. Perlunya kajian ini karena peraturan yang berlaku di Indonesia saat ini lebih menitikberatkan pada baku mutu efluen dimana baku mutu yang berlaku tergantung dari jenis industrinya.

Pada dasarnya pada suatu proses produksi pengilangan minyak terdapat beberapa zat pencemar yang akan selalu muncul dan akan menimbulkan masalah yang sangat berarti pada lingkungan apabila tidak dikelola secara tepat. Beberapa parameter pencemar utama dari kegiatan pengilangan minyak adalah sebagai berikut :

· BOD dan COD

· Derajat keasaman

· Phenols

· Minyak dan Lemak

· Sulfat dan Sulfida

· Ammonia, serta

· Logam berat, terutama Cr

Besaran konsentrasi pencemar yang dikeluarkan tersebut sangat variatif tergantung pada teknologi dan proses produksi yang digunakan. Dengan alasan tersebut pulalah maka diperlukan adanya suatu aturan mengenai besarnya konsentrasi pencemar yang boleh diemisikan, beban pencemar maksimum, serta debit maksimum limbah yang dihasilkan per satuan produk yang dihasilkan.

5.2 Undang Undang No. 23 tahun 1997

UU no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup merupakan acuan peraturan & perundangan tentang lingkungan hidup di Indonesia. UU ini terdiri dari 11 bab, yang meliputi :

· Bab I Ketentuan Umum; yang antara lain berisi definisi semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup misalnya baku mutu lingkungan, limbah, bahan berbahaya dan beracun, dan sebagainya.

· Bab II tentang asas, tujuan, dan sasaran diundangkannya peraturan tersebut

· Bab II tentang hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup

· Bab IV tentang lembaga-lembaga yang berwenang dalam pengaturan pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini adalah pemerintah

· Bab V tentang pelestarian lingkungan hidup

· Bab VI tentang persyaratan penataan lingkungan hidup termasuk didalamnya perizinan tata ruang serta kewajiban melakukan audit lingkungan

· Bab VII tentang penyelesaian sengketa lingkungan baik di luar pengadilan maupun melalui pengadilan

· Bab VIII tentang penyidikan di bidang pengelolaan lingkungan hidup apabila diduga terjadi pelangggaran

· Bab IX tentang ketentuan pidana apabila terjadi kerusakan lingkungan hidup akibat suatu kegiatan industri

· Bab X dan Bab XI adalh ketentuan peralihan dan ketentuan penutup yang isinya antara lain pelarangan usaha limbah bahan berbahaya dan beracun impor serta pencabutan UU no. 4 tahun 1982

5.3 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990

PP no. 20/1990 ini mengatur tentang Pengendalian Pencemaran Air yang akan merupakan penjabaran dari baku mutu perairan. Telah disebutkan diatas bahwa dengan PP no. 20/1990 ini sumber air diklasifikasikan sesuai dengan peruntukkannya menjadi 4 golongan, yaitu golongan A, B, C, dan D. Peraturan Pemerintah tentang pengendalian pencemaran air ini memberikan wewenang ke Gubernur untuk menetapkan pruntukkan suatu sumber air dan menentukkan baku mutu sesuai peruntukkannya dengan tetap mengacu pada lampiran PP ini. Lebih jauh lagi, Gubernur memiliki wewenang dalam hal pengendalian pencemaran air, perizinan pembuangan air limbah, pengawasan dan pemantauan. Peraturan pemerintah ini kemudian diperbaharui dalam PP no 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Klasifikasi air dalam PP 82/2001 ini dibagi menjadi 4 kelas. Yaitu kelas 1, 2, 3 dan 4.

5.4 Peraturan Pemerintah no. 18 tahun 1999

Selain peraturan-peraturan yang mengatur baku mutu perairan maupun efluen dari suatu kegiatan, pemerintah RI telah mengeluarkan beberapa peraturan tentang bahan berbahaya dan beracun (B3) seiring dengan kesadaran akan meningkatnya limbah berbahaya dan beracun. Pada tahun 1994 telah diundangkan PP no. 19 tentang Pengelolaan Limbah Bahan berbahaya dan Beracun yang kemudian disempurnakan lagi lebih lanjut dalam bentuk PP no. 12 tahun 1995. Seiring dengan diundangkannya UU no. 23 tahun 1997, maka dirasakan perlu oleh pemerintah untuk merevisi kembali PP no. 12/1995 dalam bentuk PP no. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan Pemerintah ini antara lain mengatur cara-cara identifikasi limbah B3, pelaku pengelolaan, kegiatan pengelolaan (reduksi, pengemasan, dll), sangsi, serta ketentuan peralihan dan penutup.

5.5 Peraturan lainnya

Masih banyak beberapa peraturan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan limbah cair baik itu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh adalah keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. Kep-35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih (Prokasih) dan no. Kep-45/MENLH/11/1996 tentang Program Pantai Lestari. Kementrian Lingkungan Hidup dalam beberapa tahun terakhir cukup produktif dalam mengeluarkan berbagai peraturan dalam upaya pengelolaan kualitas lingkungan dari aspek legal. Beberapa peraturan yang baru-baru ini dikeuarkan yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan pengelolaan limbah cari antara lain adalah:

· Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 110 tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air

· Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 111 tahun 2003 tentang TataCara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air junto Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 142 tahun 2003.

· Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik

6 Penutup

Undang-Undang dan peraturan-peraturan tersebut diatas hanyalah sebagian dari peraturan yang berlaku di Indonesia. Dalam era globalisasi ini, peraturan yang berlakupun diwarnai oleh peraturan global salah satunya adalah standar ISO seri 14000 yang mulai diperkenalkan pada awal 1990-an. Tujuan utama dari ISO 14000 ini adalah untuk mendorong upaya dan melakukan pendekatan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam dan kualitas pengelolaannya diseragamkan pada lingkup global.

Penetapan dan diundangkannya suatu peraturan dan undang-undang pada dasarnya bertujuan sebagai alat kontrol dalam suatu sistem sehingga sistem dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan arahnya. Pemberlakuan undang-undang tentang pengelolaaan lingkungan hidup dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dari suatu kegiatan adalah bertujuan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup atau suatu rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Kurangnya koordinasi antar lembaga terkait dan berwenang mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan dan pelanggaran atas undang-undang dan peraturan yang berlaku yang masih muncul dimana-mana tanpa adanya sangsi yang jelas. Upaya pemerintah untuk memperbaiki lingkungan seperti program kali bersih, program langit biru, program pantai lestari, dan program-program lainnya, tampaknya masih jauh dari harapan. Tanpa mengabaikan teknologi terbaik yang tersedia saat ini di Indonesia, peran serta dan pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat akan merupakan suatu upaya sangat berarti demi memperbaiki atau paling tidak mempertahankan bumi yang sudah semakin tercemar ini.

Tidak ada komentar: