Mengenai Saya

Foto saya
YOGYA -TERNATE, DIY, Indonesia
ORANGNYA SANTAI, TAMPIL APA ADANYA, SENENG YANG SIMPEL2, DAN YANG PRAKTIS AJA, KALO SOAL KEBIJAKAN SAYA ORANGNYA CUKUP CEPAT DAN TEGAS

Senin, 20 Oktober 2008

AIR DAN MASA DEPAN KOTA TERNATE

OLEH : M.SYARIF TJAN

Salah satu masalah pelik yang dihadapi Kota Ternate saat ini adalah bagaimana menyelaraskan antara pembangunan fisik kota dengan upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup. Variabel utama problem lingkungan hidup di Kota Ternate lebih banyak disebabkan adanya pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membawa implikasi pada peningkatan pembangunan perumahan dan sarana kota lainnya sehingga cenderung memperkecil lahan kota.

Upaya pemerintah Kota Ternate melakukan reklamasi pantai sebagai salah satu jawaban menjawab kondisi tersebut, patut diacungi jempol. Pembangunan reklamasi disatu sisi bisa menjawab masalah kekurangan lahan kota dan namun disisi lain tidak serta merta menjawab masalah pokok ketersediaan air tanah. Pada pasca operasi, pembangunan diatas lahan reklamasi membawa konsekwensi penggunaan air yang besar pula, sehingga memperbesar daya eksplorasi air tanah.

Disamping itu, kekeliruan perencanaan tata ruang Kota Ternate masa lalu yang tidak berwawasan lingkungan, membuat pemerintah Kota Ternate harus kerja ektra ketat. Secara kasat mata, dapat kita amati, bahwa sebagian besar kantong-kantong air di Kota Ternate telah tertutupi bangunan dan jalan. Fungsi resapan air menjadi terganggu, kantong air tanah yang tadinya harus terisi pada saat hujan tidak dapat lagi menerima suplai air hujan sebagai cadangan air tanah karena telah tertutupi beton sehingga menggangu keseimbangan siklus hidrologi. Hal ini diperparah lagi dengan adanya pembangunan pemukiman baru yang dibangun pada kawasan resapan (recharge area).

Sebagai warga kota kita patut bersukur karena bentuk topografi kota Ternate yang cenderung tinggi dan berlereng sehingga tidak mengakibatkan banjir besar sebagaimana yang dialami kota – kota lain di Indonesia. Pada musim hujan pada awal januari lalu, Kota Ternate boleh dibilang tidak mengalami bencana banjir. Toh, kalau pun ada itu hanyalah bentuk genangan air akibat tersumbat saluran drainase kota dan fenomena limpasan air (run off ) sehingga menyebabkan terjadinya luapan air dari selokan ke jalan raya dan itu pun hanya berlangsung sesaaat. Begitu hujan selesai, genangan air juga ikut hilang. Atau dengan kata lain pada kondisi curah hujan yang tinggi, Kota Ternate sangat mustahil di terpa bencana banjir. Air dengan cepatnya mengalir ke laut tanpa sedikit pun masuk ke dalam tanah.

Kondisi ini kalau dibiarkan terus - menerus selain berdampak pada penurunan daya dukung volume air tanah untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun industri di Kota Ternate, juga memberikan dampak tersier pada aspek –aspek lain. Secara umum ada beberapa dampak tersier yang dapat ditimbulkan dari adanya penurunan kuantitas volume air tanah. Pertama, kondisi penurunan air tanah akan berdampak pada penurunan muka tanah (land subsidence). Permukaan tanah yang tadinya disangga oleh volume air, akan bergerak secara gravitasi mengisi kekosongan tersebut, Kalau ini yang terjadi maka secara perlahan-lahan permukaan tanah kota ternate akan mengalami penurunan dengan sendirinya.Sehingga sekali lagi tanpa meminta-minta bencana datang, kota Ternate akan tenggelam ditelan bumi.

Kedua, Penurunan air tanah akan mempercepat terjadinya proses intrusi air laut. Ketika kantong air tanah kering, maka keseimbangan hidrostatik antara air bawah tanah dan air bawah tanah asin di sekitar daerah pantai menjadi terganggu. Dalam kondisi ini terjadi pergerakan air bawah tanah asin/air laut ke arah darat dan terjadilah intrusi air laut. Sehingga dapat menurunkan kualitas air tanah. Air menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi sebagai air minum.

PERLU KONSERVASI AIR TANAH

Air tanah merupakan sumberdaya alam terbarukan (renewable natural resources) saat ini telah memainkan peran penting pada penyediaan pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan. Masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari dan untuk kebutuhan lainnya. Dari berbagai macam kebutuhan tersebut, maka air untuk keperluan minum merupakan prioritas utama, di atas segala keperluan yang lain. Hal ini berarti fungsi air sebagai air minum harus diupayakan sebaik-baiknya agar memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitasnya, serta digunakan sebaik-baiknya bagi kebutuhan mahkluk hidup.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, 2003), potensi airtanah di Indonesia relatif cukup besar, yaitu 4,7 x 109 m3/tahun yang tersebar di 224 cekungan air tanah. Penyebaran potensi airtanah tersebut antara lain di Pulau Jawa dan Madura sebesar 1,172 x 109 m3/tahun (24.9 %); pulau Sumatera 1,0 x 109 m3/tahun (21.3 %); Pulau Sulawesi 358 x 106 m3/tahun (7.6 %), Papua sebesar 217 x 106 m3/tahun (4.6 %) dan Kalimantan sebesar 830 x 106 m3/tahun (17.7 %); sedangkan sisanya sebesar 1.123 x 106 m3/tahun (23.9 %) berada di pulau-pulau lainnya termasuk Maluku Utara. Adapun kebutuhan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan adalah kebutuhan air untuk kegiatan pertanian (irigasi), domestik, dan industri.

Mengingat peran air bawah tanah semakin penting, maka pemanfaatan air bawah tanah harus didasarkan pada asas keseimbangan dan kelestarian. Atau dengan kata lain pemanfaatan air bawah tanah harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Artinya Jumlah air tanah yang dimanfaatkan hendakn­ya seimbang dengan jumlah air yang terbentuk. Pemanfaatan yang melebihi kapasitasnya tanpa memikirkan upaya pengisiannya kembali air tanah ibarat memenuhi kebutuhan manusia sambil menyusun bencana krisis air di Kota Ternate.

Dalam konteks inilah, upaya konservasi sumber daya air di Kota Ternate menjadi mutlak diperlukan dan tak bisa ditawar-tawar lagi. Musim hujan harus dipandang sebagai berkah bagi warga kota, karena hujan merupakan sumber daya untuk melakukan konservasi air bawah tanah di Kota Ternate. Paling tidak ada beberapa pendekatan teknis yang dapat dilakukan dalam upaya mengisi kembali air tanah di Kota Ternate.

Pertama, dengan menggunakan pendekatan teknis hidrologis, yaitu dengan membuat sumur resapan diatas permukaan kantong air guna mengisi kantong air yang telah kosong. Rencana Pemkot Ternate membangun sumur resapan merupakan salah satu manifestasi dari kemauan baik ( political will ) Pemkot Ternate dalam mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan ( sustainable development ) sebagaimana yang di utarakan Walikota Ternate beberapa waktu lalu dikoran ini, dan ini harus diacungi jempol.

Namun demikian, upaya pembuatan sumur resapan harus dilakukan dengan effisien dan serasional mungkin. Artinya perencanaan pembuatan sumur resapan tidak sekedar membuat dan menjadikannya sebagai proyek semata, tetapi perencanaannya harus didasarkan pada asas kebutuhan. Kalau diasumsikan setiap rumah harus dipasangi 1 buah sumur resapan, maka paling sedikit 15 ribu sumur resapan harus dibuat Pemkot Ternate. Kalau kita asumsikan biaya konstruksi satu sumur resapan menelan anggaran kurang lebih 3 juta, maka Pemkot Ternate harus menyisihkan APBD dan DAK paling sedikit 45 Milyar untuk memenuhi pencapaian pembuatan sumur resapan tersebut. Sebuah mega proyek yang cukup fantastis.

Selain dengan sumur resapan, metode pengisian air tanah di Kota Ternate dapat juga dilakukan dengan cara spreading yaitu dengan memanfaatkan sungai ( barangka mati ).Penyebaran air dapat dilakukan dengan membuat lubang pada dasar barangka mati, sehingga pada saat musim hujan luapan air yang berasal dari darinase perkotaan dialirkan ke badan barangka mati yang selanjutnya meresap kedalam tanah.

Alternatif lain juga bisa dilakukan dengan cara resapan biopori,dimana air akan di injeksi masuk ke dalam tanah melali lubang pori. Cara ini selain dapat mengisi air tanah, juga dapat menyuburkan tanah pekarangan. Karena selain terbentuknya rongga pada tanah, resapan biopori juga “diaktifkan” dengan memberikan sampah organik didalamnya, sehingga menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatan melalui proses dekomposisi yang akhirnya menghasilkan kompos.Cara ini selain tidak mahal, juga sederhana teknologinya dan dapat dilakukan oleh semua orang.

Selain pendekatan teknis diatas, upaya mengerem laju penurunan muka air tanah di Kota Ternate juga bisa dilakukan dengan pendekatan administratif. Dalam kerangka ini, peran DPRD Kota Ternate cukup strategis. DPRD Kota Ternate sudah saatnya memikirkan kerangka hukum lokal yang dapat memayungi laju penggunaan air oleh berbagai pihak. Perda tersebut harus didesain secara komprehensif dengan mengaitkan berbagai aspek yang dapat mengisolasi laju penurunan air tanah, misalnya dengan mengaitkan permohonan IMB maupun pemutihan IMB dengan kewajiban membangun sumur resapan. Membatasi penggunaan sumber air pada kedalaman di atas 60 meter di Kota Ternate, serta membatasi pembangunan baru di kawasan resapan air.

Penulis adalah, Mahasiswa Program Pasca Sarjana ( Magister Sistem Teknik UGM )Yogyakarta

Tidak ada komentar: